Pesan Cringe

1117 Kata
Selesai dengan urusan perkopian, mereka berlima kembali bergabung dengan yang lain di ruang tamu, ikut melakukan diskusi. Alshad dan Albert yang bertugas membawa gelas - gelas berisikan kopi itu. Sementara Dana, Wenda dan Sora hanya berjalan beriringan di belakang Albert dan Alshad. "Kamu kapan belinya kopi tadi? Kok aku sama Wenda nggak lihat?" "Iya, Sora. Mana ditaruh di jok motor." Dana dan Wenda belum melepaskan Sora begitu saja ternyata. Ya, sudah Sora duga akan seperti ini. Sora menatap lurus ke depan, pada Alshad di depannya. Ia memikirkan apakah tadi Alshad memang sengaja mengikutinya, sehingga sampai tahu jika Sora membeli kopi. Tapi kali ini Sora tidak marah pada Alshad. Ia justru merasa ... salut mungkin? Ia mulai setuju dengan kata - kata Wenda, bahwa Alshad adalah seseorang yang tulus mencintainya. Namun hal itu juga tidak bisa dipastikan, sih. Mengingat laki - laki seperti Alshad itu ramah pada semua orang. Jangan - jangan nanti setelah Sora benar - benar memutuskan untuk memberikan hati padanya, eh, si Alshad ternyata hanya menganggap ia teman. Tapi jujur, Sora memang mulai dibuat terkesan dengan segala perhatian yang Alshad berikan sejauh ini. Diskusi itu berlangsung selama dua jam. Disepakati beberapa hal yang akan dilakukan karang taruna untuk membantu KKN kelompok 14 ini. Karena hari memang sudah larut, mereka segera beres - beres. Urusan cuci gelas dilakukan esok hari. Para laki - laki kembali ke posko mereka sendiri. Hanya tersisa Kiki dan Fajar, yang piket esok hari. Tak terkecuali Sora, Wenda, dan Dana, mereka juga segera bersiap untuk tidur. Karena hari ini benar - benar melelahkan dan terasa sangat panjang. Sora mengecek ponsel sambil berbaring di atas tikar dengan posisi ternyaman. Banyak sekali pesan dari Samran yang belum ia baca. Ya, tidak sebanyak yang kalian pikir sih sebenarnya. Hanya saja lebih banyak dibandingkan chat Samran sebelum - sebelumnya. Namun Sora belum ada kemauan untuk membuka pesan - pesan itu, meski sebenarnya ia sudah tak terlalu marah lagi pada Samran. Memang benar kata orang bijak. Waktu adalah obat terbaik. Sora membiarkan dirinya beristirahat sejenak, tidak berhubungan sama sekali dengan seseorang yang menyulut emosinya. Dan emosi itu lama - lama redam dengan sendirinya. Benar - benar keajaiban kuasa Tuhan yang sudah menciptakan emosi perasaan dan juga waktu itu sendiri. Sora justru membuka pesan dari ibunya. Pesan yang tadi belum sempat ia balas, karena merasa kesal dengan isi pesannya. 'Gimana, Mbak? Si Samran udah chat kamu lagi atau belum hari ini? Dia kasih pesan dan kesan atas jamuan kita kemarin atau nggak? Apa budenya kasih tanggapan juga?' Pesan itu saat dibaca sekarang tidak lagi menyulut emosi seperti saat dibaca pertama kali tadi. Tentu saja karena tadi Sora masih sangat marah pada Samran. Dan sekarang kemarahannya sudah jauh reda. Sora pun segera menulis pesan balasan untuk pertanyaan Bu Rahma itu. 'Iya, Bu. Dia chat seperti biasa, kok. Dia nggak bilang apa - apa, sih. Cuman chat seperti biasanya. Nggak ada perubahan apa - apa. Dia juga nggak ngomongin budenya sama sekali.' Sora langsung mengirim pesan balasannya itu. Tidak menambah - nambahkan atau pun mengurangi. Hanya menulis jawaban apa adanya, sesuai dengan kenyataan yang ada. Tentu saja Bu Rahma tidak langsung membaca pesan balasan itu, apa lagi membalas. Mengingat ini sudah malam. Pasti Bu Rahma sudah tidur. Sora membuka chat lain dari teman - temannya. Juga membuka percakapan grup yang belum sempat ia baca. Grup satu geng - nya di kampus, grup kelas, grup jurusan, grup contekan, grup kepenulisan, grup penerbitan. Setelah semua sudah selesai, baru lah Sora memikirkan untuk membuka pesan dari Samran sekarang saja atau besok. Sora tanpa sadar membuka foto profil Samran. Tidak ada foto yang jelas. Hanya foto berkualitas buruk, menampakan diri Samran sedang duduk di pinggiran jalan sambil membawa sebatang rokok. Terlihat seperti sosok pria yang kesepian. Sora lalu menekan tombol back. Dan dengan sendirinya jadi jempolnya membuka pesan dari Samran -- pada akhirnya. Sora membaca pesan Samran runtut dari atas. Pesan pertama dikirim oleh Samran, dua jam sejak ia member tahu tidak jadi ke sini 'Sora, maaf ya. Aku benar - benar nggak nyangka akan batal datang hari ini. Aku harap hari kamu menyenangkan.' Pesan kedua dikirim satu jam setelahnya. 'Karena ternyata aku hari ini nggak jadi free, aku memutuskan untuk buka restoran aja, Sora. Aku barusan selesai siap - siap. Sekarang restonya udah buka.' Pesan ketiga, dikirim satu jam setelahnya. 'Sora, kamu pasti sibuk banget hari ini, ya. Semangat ya, Sora.' Samran pasti mengirim pesan itu karena bingung dan bertanya - tanya kenapa Sora sama sekali tidak membalas pesan darinya. Baru lah pesan ke empat dikirim satu jam kemudian. Pesan yang tadi sempat Sora baca sedikit tapa harus membuka pesannya. 'kamu lagi sibuk apa sekarang? Udah makan atau belum?' Pesan itu tadinya Sora anggap sebagai pesan yang tidak sopan. Karena memberikan kesan bahwa Samran sama sekali tidak menyesal dengan kesalahan yang ia perbuat. Sora baru tahu, jika Samran sudah meminta maaf di atas. Tapi Samran belum memberi tahu apa sebab ia tidak jadi datang. Astaga ... Samran mengirim pesan lagi dua jam kemudian. 'Sora, Alhamdulillah hari ini resto cukup ramai. Aku belum duduk sama sekali sejak buka hingga detik ini. Sudah malam, silakan kamu istirahat ya. Jangan terlalu cape. Semoga mimpi indah, Sora.' Sora tanpa sadar tersenyum membaca pesan manis Samran pada bagian akhir chat. Sora menarik napas panjang. Astaga .... Sora pun mulai mengetik pesan balasan. 'Maaf baru balas ya, Mas Samran. Aku baru pegang hp lagi. Hari ini aku sibuk piket, dan barusan ada tamu lagi. Jadinya harus menyambut. Alhamdulillah kalau resto ramai. Semangat. Segera istirahat juga kalau sudah tutup.' Sora langsung mengirim pesan itu, karena takut akan merevisinya jika tidak segera dikirim. Sora lalu segera meletakkan ponselnya, takut akan menghapus pesan yang sudah ia kirim, jika ia membaca kembali pesan itu. Kemudian perhatian Sora teralih pada Wenda yang tiba - tiba menyeletuk. "Siapa sih nih?" Sora langsung berbaring miring menghadap Wenda. "Kenapa sih kamu?" "Iya, tau tuh si Wenda. Heboh banget malem - malem." Dana juga protes. Karena tadi sebenarnya ia sudah hampir tidur. "Ini nih, ada yang kirim chat ke aku. Cringe banget isi pesannya." Mimik wajah Wenda terlihat bergidik jijik. "Hah ... cringe gimana?" Sora kebingungan. Demikian pula Dana. Wenda langsung meminta Sora dan Dana untuk mendekat. Membiarkan Sora dan Dana membaca pesannya sendiri. Dari nomor tak dikenal. 'Mbak Manis, sudah punya pacar atau belum? Aku sudah tahu nama Mbak adalah Wenda. Tapi karena Mbak sangat manis wajahnya, jadi aku panggil Mbak Manis.' Seketika Sora dan Dana tertawa terbahak - bahak membaca pesan itu. Benar sih kata Wenda. Pesan itu cukup cringe. Tapi di saat bersamaan juga lucu dan cukup manis. Tertawa Sora dan Dana yang berlebihan langsung dapat teguran dari sana - sini. Mereka langsung berusaha mengontrol tawa sebisa mungkin, supaya tidak terlalu menimbulkan suara berisik. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN