"Wenda ... kamu tuh gimana, sih? Mana boleh biarin Alshad sama Sora berduaan aja di dapur begitu! Sora tuh udah punya calon suami!" Dana langsung mengomel begitu Wenda akhirnya membuka bungkaman tangannya dari mulut Dana.
Mereka kini berada di ruang tamu yang letaknya cukup jauh dari dapur. Meski begitu, Wenda tetap melarang Dana untuk bicara terlalu keras.
"Jangan keras - keras kenapa ngomongnya, Dan! Nanti mereka jadi cepet sadar kalau kita tinggalin. Udah lah, ini kan hari terakhir. Kasih lah kesempatan Alshad buat deket sama Sora. Punya momen bersama berdua aja meski cuman sebentar. Besok dan seterusnya belum tentu Alshad bisa sering ketemu sama Sora lagi. Kan Sora sama Alshad beda gedung lokasi kuliahnya. Sora di kampus 1, Alshad di kampus 2. Sementara si Samran masih punya banyak kesempatan buat bertemu dan berdua - duaan sama Sora ke depannya."
Wenda menjelaskan dengan menggebu - gebu. Dengan tetap menjaga volume Bicaranya.
"Tapi kan Wen ... Samran itu calon suami Sora. Kalau begini ceritanya, kalian kayak lagi mendukung sebuah perselingkuhan nggak, sih?" Dana masih belum terima.
"Selingkuh? Selingkuh apanya?" Wenda langsung bereaksi sinis. "Emangnya Sora sama Alshad mau ngapain di dapur? Astaga ... mereka cuman masak mie instan. Emangnya Sora sama Alshad saling cinta? Nggak, kan?"
Dana akhirnya terdiam. Masih ingin mengelak, tapi masih bingung harus mengelak bagaimana.
"Udah lah, Dan. Kasih Alshad kesempatan lah." Kiki malah ikut - ikutan. "Coba kamu bayangkan ada di posisi Alshad deh. Jatuh cinta sama pujaan hati, udah usaha mendekati, udah usaha melindungi, dan menjaga sepenuh hati. Eh, tapi ternyata ... pujaan hati kamu udah punya calon pendamping hidup. Nyeseknya sampai ke sum - sum tulang, Dan!"
Kiki ikut - ikutan terbawa perasaan. Sambil membayangkan pacarnya yang cantik jelita yang hari ini juga selesai KKN. Membayangkan esok hari mereka sudah bisa menghabiskan waktu bersama lagi seperti sebelum KKN.
Dana benar - benar diam sekarang. Kalau dipikir - pikir, memang kasihan si Alshad.
Tapi lebih kasihan dirinya sendiri.
Dana langsung mencebik saking sedihnya. Sambil menatap Fajar di sebelah Kiki.
Berharap Fajar akan sadar perasaan Dana padanya.
Tapi bagaimana Fajar mau sadar. Kalau nyatanya Dana tidak pernah memberi kode apa pun pada pemuda itu. Hanya memendam perasaannya dalam hati. Bahkan Wenda dan Sora saja tak ia beri tahu dan tidak ada yang menyadari sama sekali.
***
"Wen ... kamu kok diem aja, sih? Nggak bantuin aku! Kamu juga Dan. Tumben kamu kok anteng banget. Biasanya juga udah berantakin dapur!" Sora mulai curiga kenapa kok kedua temannya anteng dan adem ayem saja. Padahal biasanya dua gadis itu sudah bikin heboh di mana pun mereka berada.
Alshad hanya menatap Sora sekilas. Merasa tidak dianggap. Padahal sejak tadi ia sudah membantu Sora. Tapi Sora tidak menghargainya. Malah mengomelinya. Eh, sekarang malah mencari bantuan dari orang lain.
Kesal karena dua temannya tidak menanggapi, Sora pun naik pitam. "Wenda ... Dana ... kenapa kalian ...."
Belum selesai Sora melanjutkan pertanyaannya, ia menoleh. Dan bertapa terkejutnya saat tahu di belakangnya ternyata hanya ruangan kosong melompong.
Bukan hanya Wenda dan Dana yang tidak ada. Tapi juga Kiki dan Fajar.
"Astaga ... ke mana itu anak - anak semua!" seru Sora kemudian.
Mendengar seruan Sora, Alshad langsung ikut menoleh. Dan ikut kaget, karena ternyata benar ... semua orang menghilang.
"Pada ke mana mereka?" tanya Alshad baru saja.
"Ya mana aku tahu. Aku noleh tahu - tahu udah nggak ada," jawab Sora.
Alshad meletakkan kembali panci besar yang baru saja ia ambil dari gantungan paku di dinding.
"Coba aku cek, deh. Biar aku panggil ke sini lagi semuanya." Alshad yang tahu bahwa Sora merasa tak nyaman hanya berdua saja dengannya, langsung mengambil sikap.
Sora hanya diam. Menunggu Alshad memanggil kembali teman - temannya.
Alshad memutar knop pintu. Ia tercenung karena pintu tak berhasil terbuka. Ia coba memutar knop sekali lagi. Dan masih tak berhasil.
"Sora ... nggak berhasil. Pintunya dikunci dari luar." Alshad terpaksa mengutarakan hal itu. Sesuai dengan kenyataan yang terjadi.
Sora Memutar matanya tanda pasrah dengan keadaan. Sepertinya mereka berempat memang sengaja mengunci Sora dan Alshad di dalam sini. Sepertinya meski pun Sora dan Alshad memanggil - manggil mereka dan menggedor - gedor pintu, tidak akan pernah mereka bukakan, kecuali saat mereka sudah puas mengurung Sora dan Alshad di sini.
Sora meneruskan membuka bumbu - bumbu mie instan di atas meja. Alshad yang melihat Sora pasrah, akhirnya hanya ikut pasrah pula. Karena memang tak ada yang bisa ia lakukan.
Alshad kembali mengambil panci besar yang tadi sempat ia kembalikan. Ia lalu mengisi panci besar itu dengan air sampai setengahnya. Lalu meletakkannya di atas kompor. Alshad juga sekalian menyalakan kompornya.
Alshad terdiam, duduk di atas kursi plastik sembari menunggu air mendidih. Sora masih fokus mengeluarkan satu per satu mie dari wadah nya.
"Sora ... habis ini kamu langsung pulang?" Alshad akhirnya membuka suara. Pikir Alshad, tidak mungkin, kan, jika mereka hanya saling diam sampai nanti pintu akhirnya dibuka oleh teman - teman mereka.
Sora juga bingung harus bersikap bagaimana. Apakah ia harus ramah pada Alshad? Atau justru bersikap jutek seperti biasanya.
Kalau jutek, kesannya ia jahat sekali pada Alshad. Tapi kalau ia baik - baik pada Alshad, takut pemuda itu akan menyimpan harapan. Sora hanya tidak mau menyakiti Alshad sekali lagi.
"Ya langsung pulang, lah. Mau ke mana lagi emangnya." seperti itu lah jawaban Sora akhirnya.
"Astaga ... masih jutek aja. Untung calon suami kamu sabar, ya. Sabar ngadepin cewek kayak kamu." Alshad mengatakannya dengan nada yang bersahabat. Bahkan sembari tersenyum.
Sora tertegun. Bagaimana bisa Alshad tetap setenang itu? Sora benar - benar heran.
Alshad benar - benar sabar menghadapi sisi dari dirinya yang seperti ini.
Tapi bagaimana dengan Samran nanti? Samran bahkan belum tahu sisinya yang seperti ini. Apakah Samran akan bisa menerima sikap buruknya juga, sama seperti Alshad?
"Ya aku nggak jutek lah kalau sama dia." Sungguh, Sora sebenarnya tidak ingin mengucapkan hal itu. Tapi pikirannya tidak bisa berjalan dengan logis dalam situasi seperti ini. Sehingga ia pub jadi ngelantur tak keruan. Sora benar - benar merasa bersalah pada Alshad.
Sora melihat air yang sudah mendidih. Ia segera memasukkan semua mie ke sana.
"Udah mendidih, ya? Wah, cepet juga!" seru Alshad. "So sweet juga ya kamu. Pasti calon suami kamu itu adalah laki - laki yang istimewa. Sampai kamu perlakukan dengan istimewa juga."
Sora masih enggan menatap Alshad. "Ya jelas spesial. Kalau nggak spesial, aku nggak akan memilih dia." Lagi - lagi Sora menyesali apa yang sudah ia katakan pada Alshad.
Tapi mau bagaimana lagi. Sungguh, ia ingin bersikap biasa saja pada Alshad. Tapi tidak bisa. Rasanya sulit. Sangat sulit.
Alshad terdiam beberapa saat. Bohong bila ia tak cemburu.
"Kapan rencana kalian mau menikah?" Alshad malah melanjutkan pertanyaannya.
Sora menaikkan bahunya. "Belum tahu pasti. Kalau kata bude nya kemarin, sebelum atau sesudah ayahnya pensiun. Tapi nggak tahu juga. Belum ada diskusi lebih lanjut mengenai itu."
"Memangnya kapan ayahnya bakal pensiun?"
Sora menarik napas dalam. Menimbang apakah ia harus menjawab jujur atau tidak. "Itu ... tahun ini," jawabnya ragu. Ia pada akhirnya berkata jujur.
Alshad seketika terdiam. Terdiam seribu bahasa. Pasti kata - katanya kali ini benar - benar menyakiti Alshad.
Sora menoleh sekilas, menatap raut wajah Alshad yang datar. Tanpa ekspresi. Sora benar - benar telah berdosa pada Alshad.
Sora selesai memasukkan semua mie ke panci, juga sudah selesai menuangkan bumbu mie instan pada wadah besar.
Ia menatap Alshad sekali lagi. Alshad masih terdiam.
Dan Sora sedang mencari - cari cara.
Gadis itu melihat ada satu kursi plastik lain. Ia segera menggeser kursi yang tadinya terletak di sebelah pintu itu, menjadi dekat dengan kompor, supaya ia mudah mengecek apakah mie - nya sudah empuk atau belum.
Sambil Sora mencari cara terus, untuk memperbaiki kesalahannya.
Alshad ingin mencairkan suasana lagi di antara mereka. Makanya ia terus berusaha mengajak Sora bicara tadi. Tapi ternyata itu tidak semudah yang ia kira.
Ternyata itu sulit. Karena Alshad bahkan tidak dapat menemukan topik pembicaraan yang tepat. Justru sejak tadi, ia membicarakan hal - hal yang membuat canggung suasana. Ia yakin, Sora pun jadi tak nyaman. Sehingga jawabannya selalu ketus.
Dan bagaikan Boomerang. Pertanyaan - pertanyaan yang Alshad lempar, kemudian berbalik menyerang hatinya sendiri, ketika akhirnya telah dijawab oleh Sora.
Jadi ... Sora ada kemungkinan ... akan menikah tahun ini.
"Kamu ... suka mie yang kayak gimana?"
Sebuah suara akhirnya menginterupsi dalam kediaman yang menguasai suasana.
Ya, suara itu berasal dari Sora. Sora agaknya benar - benar ingin memperbaiki kesalahannya. Dan sudah menemukan topik yang tepat untuk dibicarakan dengan Alshad. Topik yang lebih aman. Topik yang pastinya tidak akan menyakiti perasaan Alshad lebih lagi.
Alshad tersenyum. Ia menyambut baik pertanyaan Sora itu. Ia merasakan itikad baik seorang Sora untuk memperbaiki sikap ketusnya sejak tadi.
"Suka mie yang kayak gimana maksudnya?" tanya Alshad balik.
"Uhm ... mie goreng original. Atau yang dimodifikasi kayak mie instan tek - tek di jalan gitu."
"Sebenernya aku lebih seneng original aja." Alshad menjawab jujur sembari nyengir.
Sora ikut nyengir kemudian. "Wah ... sama, aku juga lebih suka original." Sora pun berkata jujur. "Ya udah, mie - nya dimasak sesuai selera kita aja ya. Kita kan nggak tahu gimana selera anak - anak sontoloyo yang udah ngunciin kita. Jadi nggak usah ikutin selera mereka. Biar tahu rasa."
Alshad terkikik mendengar jawaban Sora.
Sora pun juga tertawa karena rencananya sendiri.
"Nanti sebelum kita kasih tahu mereka kalau mie - nya udah mateng, gimana kalau kita makan sebagian mie - nya dulu. Biar bagian kita lebih banyak." Alshad menyuarakan sebuah ide gila. Entah Sora setuju atau tidak. Alshad juga sudah siap jika sewaktu - waktu mendapat amukan Sora lagi.
"Wih ... ide bagus tuh!" celetuk Sora.
Wah, ternyata Sora langsung setuju.
"Wah ... mie nya udah empuk, nih." Sora langsung berusaha meraih sebuah wadah dengan lubang - lubang kecil pada bagian bawahnya. Untuk meniriskan mie yang sudah empuk.
Sora juga akan mengangkat panci besar berisi mie dan air panas mendidih itu. Tapi Alshad tiba - tiba saja sudah menggantikan posisinya. Kejadiannya begitu cepat, dan panci itu sudah berpindah ke tangan Alshad.
"Berat dan super panas ini. Bahaya." Hanya itu yang diucapkan oleh Alshad, kemudian segera mengangkat pancinya, menuangkan mie beserta air rebusannya ke dalam peniris, yang sudah disiapkan oleh Sora.
Sora lagi - lagi terkesan dengan cara Alshad yang lagi - lagi berusaha melindunginya.
Alshad kemudian segera membawa mie yang sudah ditiriskan kembali, dan menuangkan pada wadah besar berisi bumbu.
Alshad langsung mengaduk mie dan bumbu sampai rata. Sementara Sora masih terdiam.
"Yuk, Sora ... kita jadi makan duluan sebagian, kan?" tanya Alshad sembari membawa wadah besar itu di tangannya.
"Eh, ... iya ... iya ...." Sora segera tersadar dari lamunannya. Kenudian bergegas mengambil 2 sendok garpu. Memberikan salah satunya pada Alshad.
Alshad menerima sendok pemberian Sora itu dengan senyum bahagia.
Alshad duduk kembali di kursi plastiknya. Sekalian menggeser kursi Sora tepat di hadapan kursinya. Alshad lalu duduk, dan mie masih ia pegang di tangannya.
Sora berjalan perlahan, dan mulai duduk.
Sungguh, sejauh KKN berlangsung, ini adalah posisi terdekat jarak duduk antara dirinya dengan Alshad. Rasanya ... aneh ... dan canggung.
"Mari makan ...." Alshad mendahului Sora menyendok mie. Kemudian mengucap bismillah dan segera makan dengan lahap.
Sora tanpa sadar tersenyum. Lalu mulai ikut menyendok dan makan.
Dan sesekali ia terkikik karena candaan yang dilontarkan Alshad. Dan ini ... menghabiskan waktu bersama Alshad ... ternyata adalah sesuatu yang menyenangkan.
***