Pelik di Awal

1061 Kata
Pagi datang, Sora malas-malasan bangun. Hari sudah cerah, sudah pukul 7 pagi. Sehabis sholat subuh tadi, ia memang tidur lagi. Sora juga sudah tahu, langsung tidur lagi setelah sholat subuh itu tidak disarankan baik dalam agama yang ia anut, atau pun dalam saran medis. Tapi Sora merasa tidur yang paling nikmat adalah setelah subuh. Sudah menjadi kebiasaan, dan sulit untuk diubah. Mungkin nanti setelah ia menikah, itu akan bisa diubah. Karena kemungkinan besar, ia akan tinggal di rumah mertua. Mau tidak mau, harus mengubah diri lebih baik, kalai tidak mau dipecat jadi menantu. Harusnya sekarang Sora sudah bersiap untuk berangkat. Karena seperti apa yang sudah disepakati di grup chat KKN, pagi ini mereka satu kelompok harus berkumpul di kost Yuniar lagi, untuk mengerjakan laporan kelompok mereka. Tapi Sora sama sekali tak ada niat untuk datang ke sana. Entah lah, Sora merasa malu pada mereka. Sora yakin, mereka karin memang sekongkol demi mengatur Sora dan Alshad supaya bisa menghabiskan waktu berdua saja. Tapi mereka datang seolah-olah dugaan Sora itu salah. Sehingga membuat Sora terpojok. Belum lagi, Alshad juga justru marah padanya karena salah sangka, tentang ancaman yang Sora tulis di grup. Sora yakin mereka bersekongkol, tapi Sora juga tidak bisa menuduh tanpa bukti. Makanya Sora malas sekali bertemu mereka lagi, yang sudah sangat tega padanya. Terlebih hingga detik ini, Sora belum mendapatkan kata maaf secara resmi dari Alshad. Membuat Sora merasa tak nyaman dan kepikiran sepanjang waktu. Sora juga malas melihat ponsel, karena sekarang pasti di grup chat KKN sedang ramai. Mereka pasti sibuk bertanya pada Sora, kenapa ia belum kunjung datang juga. Biar Alshad saja yang datang lah. Karena kalau tidak ada Sora, Alshad pasti mau datang mengerjakan laporan KKN mereka. Sora belum mandi. Ia masih goler-goler di kasur. Lalu ia menggeliat, meregangkan seluruh otot tubuhnya. Rasanya sungguh nyaman. Bu Rahma juga tidak sibuk membangunkan anak sulungnya. Karena Sora juga tidak pesan untuk membangunkannya pagi-pagi. Ia sudah hafal dengan kebiasaan anaknya yang memang suka bangun siang. Sora ingat, ia masih ada tanggungan untuk menyeterika baju milik Elang. Uhm, sebenarnya tidak disetrika juga tak apa. Tapi demi azaz kesopanan dan kemanusiaan, sudah menjadi peraturan tak tertulis, setelah meminjam baju orang, harus dikembalikan dalam keadaan sebaik mungkin, dalam keadaan sudah dicuci dan disetrika juga pastinya. Sora pun akhirnya beranjak dari posisi ternyaman dalam hidup -- rebahan -- dan berjalan ke belakang. Ia melihat ibunya sedang sibuk cuci piring. "Udah bangun, Mbak?" tanya Bu Rahma. Sora menoleh pada sang ibu. "Ini lagi ngelindur, Buk," jawab Sora sekenanya. Ia lanjut melangkah menuju ke kamar mandi. Sementara Bu Rahma hanya tertawa karena kelakuan anaknya. Sepi di rumah kalau jam segini. Sora mendadak menjelma menjadi anak satu-satunya. Karena Zona tentu saja sudah berangkat sekolah. Adik-adik Sora yang lain, kalian juga sudah tahu kan di mana. Sora selesai dengan urusan kamar mandi. Sudah cuci muka. Ia kembali ke kamar sebentar untuk menggunakan skincare pagi rutin. Tidak lupa mengenakan sunscreen. Menggunakan skincare tanpa tabir surya, lebih baik tidak menggunakan skincare sama sekali. Sora kembali ke belakang dengan rambut yang sudah diikat rapi. Ia mengangkat jemuran yang ia cuci kemarin sore. "Itu bajunya siapa sih, Mbak?" tanya Bu Rahma. Sora tahu ibunya masih ingat dengan jawabannya kemarin. Bahwa ini adalah baju milik temannya yang ia pinjam. Tapi Bu Rahma sengaja bertanya, karena pasti sebagai seorang ibu, ia merasakan sesuatu yang mencurigakan. Sora tapi tidak panik. Karena ia sudah berada dalam kondisi yang jauh lebih rileks dibandingkan kemarin sore. Sehingga ia yakin akan bisa menjawab apa pun pertanyaan yang akan dilayangkan oleh ibunya ini. "Bajunya temanku, Buk." Jawaban Sora tetap konsisten. "Tomboy ya yang punya baju?" tanya Bu Rahma lagi. Iya, kan? Benar dugaan Sora. Bu Rahma bertanya lagi, karena ia curiga itu adalah baju seorang teman laki-laki. Perasaan seorang ibu memang tak pernah main-main. Selalu kuat dan tepat. Bahkan tidak bisa dijelaskan dengan teori. "Iya, Buk. Ini punya temanku yang namanya Riji. Ibu tahu, kan? Itu tuh, yang aku ceritain hobi banget nonton jaranan. Yang kalau ada jaranan di mana-mana, dia selalu nonton dan tahu informasi duluan. Kapan hari pas ada jaranan di lapangan Rembang tuh, aku aja belum tahu. Tapi dia udah tahu, padahal rumahnya di Pule. Dia ngekost di sekitar kampus. Kebetulan tubuhnya sama aku lumayan seukuran. Masih tinggian dia jauh tapi. Makanya panjang banget celana sama kaosnya." Sora memang terbiasa menjelaskan dalam tulisan n****+-n****+ karangannya, jadi untuk merangkai kata-kata seperti itu saja, sama sekali bukan hal sulit. Sora tentu tidak bermaksud untuk berbohong. Tapi ini kan demi kebaikan juga. Pasti ibunya khawatir jika ia jujur. Urusan dengan Samran saja belum jelas juntrungannya. Eh, sekarang ia sudah berurusan lagi dengan cowok lain, perihal tercebur sungai Brantas. Sora yakin kok, ia dan Elang hanya kebetulan bertemu. Setelah baju ini di kembalikan nanti, Sora dan Elang tidak akan pernah bertemu lagi selamanya. Jadi tidak masalah jika sekarang Sora berbohong pada ibunya tentang masalah ini. Ngomong-ngomong soal Riji tadi, ia adalah salah satu anggota geng mehrong. Sora jujur kok, Riji memang merupakan cewek tomboy yang sangat hobi nonton kuda lumping. Sora memanfaatkan itu untuk membuat kebohongan putih, alias kebohongan demo kebaikan pada ibunya. "Oalah, pantesan. Ternyata punya Riji. Ibuk bingung, kok bajunya kayak baju cowok, terus besar dan panjang pula." Hanya begitu reaksi Bu Rahma setelahnya. Dan hal itu pun membuat Sora lega sekali. "Ya udah ya, Buk. Aku mau setrika baju Riji dulu. Nggak enak nanti, udah pinjam malah nggak disetrika pas balikin." "Iya, sana. Buruan disetrika yang licin. Kasih pewangi yang banyak, biar semerbak." Sora hanya terkekeh. Duh, iya juga ya. Ada pewangi juga saat harus menyetrika. Sora akan memberi pewangi sedikit saja lah. Nanti bisa dikira genit oleh Elang. Sora menggelar alas setrika di lantai, di depan televisi lebih tepatnya. Ia menyalakan televisi, pas sekali dengan acara infotainment pagi yang cocok untuk menemani setrika. Pandangan mata Sora tak sengaja menatap ke depan. Motor hanya tinggal satu. Motor matic milik adiknya tidak ada. Hanya tersisa motor butut Sora yang legendaris itu. "Buk ... Bapak udah berangkat ke Jombang, ya?" tanya Sora dengan sedikit berteriak, supaya Bu Rahma di dapur mendengar suaranya. "Iya, sudah berangkat tadi habis subuh, Mbak. Harus meruput pagi, soalnya antreannya banyak. Itu aja katanya baru bisa dilayani nanti sore." Sora sampai geleng-geleng. Segitunya ingin menanyakan perihal kecocokan Weton Sora dan Samran. Sora jadi makin penasaran, sehebat apa sih kiai itu. Apakah benar akan menemukan solusi atas hubungan Sora dan Samran yang bahkan sudah pelik di awal
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN