06 : MENGELILINGI WILAYAH FOESCH

1239 Kata
Jensen membiarkan Violetta berjalan terlebih dahulu. Sedangkan, dirinya mengikuti dari belakang. Tidak! Lelaki yang memiliki wajah rupawan itu, tidak marah apalagi kecewa. Masih ada harapan akan cintanya, dan ia akan membuktikan hal itu perlahan-lahan. “Oh, cucu Tuan r****h ... sudah lama tak berjumpa.” Seorang wanita paruh baya menyapa Violetta yang kebetulan melewati rumahnya. Perempuan bergaun putih itu, tersenyum tipis dan menerima jabatan tangan wanita itu. “Apa kamu mau mampir dulu? Suamiku baru saja berburu, masih ada darah segar rusa.” Violetta melirik ke arah Jensen yang mengangkat bahu. Ia lalu menggenggam tangan wanita itu erat. “Terima kasih atas tawarannya, aku akan mampir lain waktu.” Wanita itu enggan melepaskan tangan Violetta, tetapi ketika Jensen maju dan mengangguk sopan. Akhirnya, wanita yang memakai pakaian kusut itu, membiarkan cucu r****h Alpha melanjutkan perjalanannya. Violetta berhenti mendadak, membuat Jensen merasa aneh. Lelaki itu pun mendekati perempuan berambut merah kecokelatan itu. “Ada apa?” Cucu r****h Alpha tersenyum manis pada Jensen. “Hanya menunggumu. Kamu jalan seperti siput,” ujar Violetta. Jensen menggelengkan kepala, dipikir ada sesuatu yang terjadi, tetapi hanya karena dirinya yang berjalan sangat lambat. Ia pun menyejajarkan langkah dengan Violetta yang masih terus mendapat sapaan hangat dari penduduk sekitar. “Nona Vio, apa kabarmu?” sapa sosok pria yang baru saja turun dari pohon randu. Pria yang tak diketahui siapa namanya itu, dengan cepat membersihkan pakaiannya yang kotor dan menghampiri Violetta yang menatapnya dari atas sampai bawah, menelisik siapa gerangan pria di hadapannya. “Maaf ... pakaianku kotor. Kenalkan, aku Vallen. Aku pernah datang ke kerajaan untuk mengantarkan darah segar,” jelasnya sambil mengulurkan tangannya. Violetta baru ingat. Jadi, pria muda yang sering datang pagi-pagi itu adalah pria ini. “Ya, alam kenal. Aku Violetta,” katanya sambil menerima uluran tangan kasar itu. Vallen tak segera melepas tangan Violetta. Pria itu baru kali ini menyentuh kulit yang teramat halus. Dan juga, cucu Taun r****h ini, sangat mempesona, anggun dan indah dipandang mata. Jensen yang melihat hal itu memutar bola matanya, malas. Ia tidak habis pikir dengan pria satu ini, seenaknya saja tidak melepaskan tangan Violetta. Lelaki bersurai cokelat berdeham beberapa kali. Vallen yang mendengarnya, langsung melepaskan tangan Violetta. “Maaf ... aku tidak sengaja.” Vallen tersenyum malu-malu. “Apakah jika aku ke kerajaan nanti, kita bisa sekedar berbincang-bincang?” Violetta tersenyum, matanya menyipit dan hendak mengangguk. Tetapi, Jensen malah berteriak, “Wow ... di sana ada pengrajin kayu. Ayo ke sana, Vio.” Perempuan bergaun putih tersenyum kikuk pada Vallen dan meninggalkan pria itu, karena tangannya sudah lebih dulu ditarik oleh Jensen untuk mengunjungi salah seorang penduduk yang merupakan pengrajin kayu. Jensen menyuruh Violetta duduk di kursi kayu panjang yang ada di dekat tempat pengrajin kayu itu sedang melayani para pembeli. Ia lalu segera maju dan mengambil beberapa uang logam dari saku jubahnya. “Buatkan aku kalung dengan ukiran kayu bertuliskan Violetta,” ucap Jensen sambil memberikan uang logam pada pria paruh baya itu. Pria itu menerimanya, tetapi seorang pembeli terlihat kesal. “Aku datang lebih dulu, jadi layani aku dulu. Jangan karena dia memberikan uang yang lebih banyak dariku, kau akan melayaninya lebih dulu.” Pria pengrajin kayu itu menatap pada pembelinya sambil menghela napas. “Tidak, aku tidak seperti itu. Aku akan melayani kalian dulu, baru Tuan Jensen.” Jensen tersenyum, kemudian menghampiri Violetta yang sedang duduk sambil memandangi bunga mawar yang indah untuk dipandang. “Apa kamu mau bunga itu?” tanya Jensen. Violetta menoleh dan menggeleng. “Tidak. Aku hanya suka melihatnya. Bunganya sangat cantik,” katanya dengan senyum merekah. Namun, bukan Jensen namanya, jika lelaki itu tidak akan berbuat nekat, demi Violettanya. Ia berjalan meninggalkan Violetta dan mendatangi rumah si pengrajin kayu, menghampiri wanita paruh baya yang sedang duduk bersama anaknya. “Apakah aku bisa memetik bunga mawar itu?” tanya Jensen sambil menunjuk ke arah bunga mawar yang tak jauh dari Violetta. Perempuan bergaun putih itu, hanya mampu menggelengkan kepala, melihat tingkah sahabat baiknya itu. “Silakan saja. Tetapi, kamu hanya bisa mengambil satu tangkai.” “Baiklah, aku hanya akan mengambil satu. Terima kasih.” Jensen kembali menghampiri Violetta yang tampak mengerucutkan bibir. “Kamu ini selalu saja seperti itu. Aku kan bilang, tidak ingin bunga mawar itu.” Lelaki itu malah tersenyum, lalu memetik setangkai bunga. Kemudian, pemuda itu berlutut di hadapan Violetta sambil memberikan bunga mawar merah yang cantik. “Untukmu, Violettaku ....” Violetta tertawa renyah. Jensen selalu bisa membuatnya bahagia. Lelaki yang lebih tua lima tahun darinya itu, tidak pernah sekalipun membuatnya merasa tidak nyaman. “Terima kasih, Kakakku ....” Jensen mengangguk dan berdiri. Ia berusaha meredam perasaannya. Butuh waktu ... butuh waktu ... sampai Violetta harus mengetahui perasaannya. Lelaki berambut cokelat tua memilih untuk mengantre untuk mengambil kalung pesanannya. Ia terlihat sangat tampan, dan membuat beberapa gadis muda mencoba menyapanya dengan senyum manis. “Ini kalungnya, Tuan Jensen. Sudah jadi.” Jensen maju selangkah dan memerhatikan kalung dengan ukiran kayu bernama Violetta. Benda cantik itu pasti sangat indah, jika melingkar di leher sang sahabat. Ya, sahabat. Violetta beranjak saat Jensen menghampirinya. Lelaki itu kemudian menunjukkan kalung yang baru saja ia beli kepada Violetta. “Sangat cantik ....” puji Violetta sambil menggenggam kalung itu. “Akan aku pasangkan,” pinta Jensen membuat Violetta tersenyum dan memutar tubuhnya. Jensen terdiam sejenak, saat melihat tanda bintang yang ada di leher Violetta saat perempuan itu menaikkan rambut merah kecokelatannya. Tanda bintang itu, tidak ia ketahui maknanya. Lelaki berjubah hijau tua memasangkan kalung itu di leher Violetta dengan cekatan. Violetta langsung meraih kalung yang sudah terpasang sempurna di lehernya. “Terima kasih, Jensen.” Lelaki berambut cokelat tersenyum tipis, lalu mempersilakan Violetta berjalan lebih dulu. Mereka akan melanjutkan jalan-jalan mengelilingi wilayah Foesch. Para penduduk yang mengetahui kehadiran Violetta, segera menghampiri cucu r****h Alpha itu. Menjabat tangannya dan mengajaknya berbincang-bincang. Di mata Jensen, Violetta terlihat canggung. Meski begitu, perempuan itu berusaha ramah. Mungkin efek karena jarang keluar dari kerajaan dan baru kali ini lagi, perempuan berambut merah kecokelatan bisa keluar dari bangunan tinggi dan megah itu dan menyapa para penduduk. Jensen pun ikut menjabat tangan para penduduk yang menghampirinya. Ia tersenyum kepada gadis-gadis yang entah mengapa malah berbaris dan mengantre untuk bersalaman dengannya. “Kamu sangat tampan ....” puji salah seorang gadis setelah menjabat tangan Jensen. Violetta yang sudah selesai menyapa penduduk, menatap ke arah Jensen sambil berkacak pinggang. Sahabatnya itu benar-benar, malah mengambil kesempatan untuk bisa merayu gadis-gadis. Jensen yang melihat Violetta berdecak, terlihat tidak peduli dan terus menyapa para gadis yang memang dengan sendirinya datang menghampiri. Sekaligus, mencoba untuk melihat reaksi Violetta. Sayangnya, perempuan bergaun putih, tidak menunjukkan tanda-tanda cemburu. Violetta memilih berjalan lebih dulu, meninggalkan Jensen yang secepat mungkin menyelesaikan urusan tidak penting ini. Ia lalu segera menyusul cucu r****h Alpha yang baru saja berbelok arah. Baru saja berdiri di samping Violetta, dua sosok yang merupakan vampir kepercayaan Tuan r****h Alpha menghadang keduanya. Pria yang memakai topi warna biru mendekat ke arah Violetta, sedangkan pria satunya menepuk pundak Jensen. “Tuan r****h memberi perintah, agar Nona Violetta segera kembali ke kerajaan.” Violetta melirik pada Jensen, dan mengangguk. “Baiklah. Aku akan kembali ke kerajaan,” ucapnya, “kalian bisa pergi lebih dulu.” Dua pria itu mengangguk, dan sekelebat keduanya sudah meninggalkan Violetta dan Jensen yang saling menatap. “Kita ke kerajaan, sekarang.” Violetta menatap pada Jensen yang mengulurkan tangan padanya. Ia pun menerimanya dengan senang hati. Tubuh keduanya dengan cepat, berlari menuju kerajaan yang letaknya di daratan yang tinggi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN