09 : MEYAKINKAN

1247 Kata
Pria yang memiliki wajah tegas itu bersalaman dengan Peter yang wajahnya seketika semringah. “Sudah lama aku tak bertemu denganmu, Alder.” Alder tersenyum sambil melirik ke arah dua prajurit yang ia terlihat tercengang dengan kedatangannya. “Ya, aku juga sudah lama tak bertemu denganmu, Peter.” Alder lalu menyalami Seana dan tersenyum pada wanita paruh baya yang masih terlihat cantik itu. “Kamu tetap sama seperti dulu, anggun dan indah dipandang mata.” Seana melirik kepada suaminya yang mencebik. “Kau masih pintar merayu rupanya.” Alder terkekeh, ia lalu menatap ke arah Draco yang tersenyum tipis. “Kau terlihat lebih gagah sekarang. Banyak berlatih, huh!?” ujar pria itu sambil menepuk lengan kanan Draco yang berotot. Pemuda yang memakai pakaian abu-abu, mengernyit heran. Tetapi, ayahnya, Peter, langsung menjawab, “Ya. Dia bahkan berlatih tarung setiap hari.” Alder tersenyum pada Draco yang menatapnya curiga, Krystal pun merasakan hal yang sama dari tempatnya berdiri. “Baiklah. Aku pikir kau tahu apa tujuanku datang ke sini, Peter.” Peter mengangkat bahu tanda tak tahu. Ia sudah lama tak melihat Alder dan tiba-tiba pria itu datang dan mengatakan bahwa dirinya tahu apa tujuannya kemari. Tidak masuk akal. “Aku tidak tahu, Alder. Apa kau mau masuk dulu. Akan istriku buatkan minuman.” Alder menggeleng, kini tatapannya jatuh pada kedua prajurit yang tampak memohon. Melihat kedekatan Alder dengan keluarga Zero, membuat dua prajurit yang masih setia berdiri, yakin, bahwa bekas prajurit kepercayaan Kaisar Alvate bisa membawa Draco ke istana. Pria yang memakai jubah panjang warna hitam, menatap ke Draco dengan lekat. “Aku pikir kau sudah tahu tujuan dua prajurit itu kemari. Apa kau menolaknya?” Sudah pemuda bersurai hitam itu duga. Kedatangan sosok Alder memang berkaitan dengan dua prajurit yang berusaha membawanya ke istana. “Ya, aku menolaknya.” Draco menjawab dengan tenang. Matanya menatap pria di hadapannya dengan tajam. “Alasannya?” tanya Alder. “Aku tidak pantas,” balas pemuda yang memakai pakaian abu-abu. “Alasan yang sangat klise,” ujar Alder lalu mendekati Peter dan meminta padanya untuk bicara berdua. Membuat kecurigaan yang timbul di hati Krystal menjadi-jadi. Dan Draco, pemuda itu yakin bahwa Alder akan berusaha meyakinkan ayahnya. Peter mengangguk dan agak sedikit menjauh dari tempat keluarganya berkumpul bersama dua prajurit yang terlihat berharap sekali Alder mampu membawa pemuda tangguh itu. “Apa yang ingin kau katakan padaku, Alder?” Peter menatap teman lamanya itu dengan tatapan tidak mengerti. Pria berambut gondrong itu sejenak terdiam. Ia lalu menatap daun-daun pepohonan yang berjatuhan. Sudah lama pula, dirinya tak pernah bertemu Peter, mengujunginya apa lagi. Tetapi, kali ini dia datang karena ia sangat yakin dengan keputusan yang dibuatnya. “Aku pernah menjadi salah satu prajurit kepercayaan di istana,” kata Alder dengan sendu. Peter yang mendengarnya melebarkan mata. “Kau? Kenapa tidak pernah memberi tahuku. Selama ini juga kau ke mana?” Pria itu terkekeh. Peter memang selalu seperti itu, ia juga sudah menganggapnya bagai saudaranya sendiri. “Aku pergi setelah aku dinyatakan bersalah di istana. Aku dituduh mencuri perhiasan milik Kaisar Alvate.” Peter tak kalah terkejut dengan perkataan Alder. Ia lalu menepuk pundak pria berjubah panjang itu. “Aku tidak mengerti. Tetapi, karena tak memiliki alasan lagi untuk menetap. Aku pergi dari istana dan memilih tinggal di rumah lamaku yang ada di hutan. Agar berita ini tak sampai ke penjuru wilayah Blomerys. Aku tidak ingin keluarga dan teman-temanku tahu. Dan aku bersyukur untuk itu.” Peter masih mendengarkan curahan hati Alder yang tampak putus asa. “Aku merasa ada yang tidak beres di istana. Jadi, aku datang ke istana diam-diam untuk menyeledikinya beberapa hari yang lalu setelah aku meninggalkan istana selama enam bulan. Aku tak mendapat apa pun, kecuali mendengar kabar bahwa Kaisar Alvate sedang mencari pemuda yang tangguh untuk menjadi pemimpin prajurit penjaga keamanan.” Peter mulai paham ke mana arah pembicaraan ini. Ia menatap Alder dengan penuh tanya. “Apakah kau ingin putraku menyelidiki siapa sebenarnya dalang yang memfitnah kau?” Alder menyunggingkan senyum. Bukan itu yang menjadi poin utamanya, meski ia juga ingin mengetahui siapa yang berani menuduhnya sampai dikeluarkan dari istana. Tetapi, itu sudah tak penting lagi. Dia lebih baik hidup sebagai kalangan biasa, dari pada menjadi bagian dari istana. “Bukan itu yang aku maksud, Peter.” Alder menatap ke arah pria paruh baya bersurai hitam itu. “Aku memperhatikan Draco beberapa hari ini. Dia sangat cocok menjadi bagian dari istana, tak hanya itu, aku mengingat bahwa kau tak lagi muda. Kau seharusnya sudah berhenti bekerja dan membiarkan anakmu yang bekerja. Kaisar Alvate memberi bayaran yang lumayan tinggi dan pastinya Draco tidak harus menetap di istana.” Peter paham dengan apa yang dikatakan oleh Alder. “Tetapi, Draco sudah bekerja. Dia sering datang ke perpustakaan untuk membersihkan buku-buku di sana.” Sepertinya Alder salah paham. Mengingat, ia sering kali melihat Draco berlatih. Sehingga, mengira pemuda itu tak memiliki pekerjaan. “Maafkan aku ... apa dia datang setiap malam hari ke perpustakaan?” Peter mengangguk. “Ya, dia bekerja pada saat malam hari sebelum perpustakaan ditutup.” Alder sepertinya tidak akan bisa membujuk pemuda itu untuk datang ke istana. “Mari kita kembali,” ucapnya. Peter dan Alder pun kembali berkumpul bersama yang lainnya. Krystal berharap sang ayah tidak akan memaksa Draco untuk pergi ke istana, akan tetapi pemuda bersurai hitam itu malah penasaran dengan apa yang dibicarakan ayah dan teman lamanya itu. “Apa kau benar-benar yakin menolak tawaran ini?” tanya Alder dengan lantang. Draco mengangguk. Ia tidak memiliki jawaban apa pun selain penolakan. Alder pun mendekati kedua prajurit yang tampak pasrah. “Kembali ke istana, dan katakan pada Kaisar Alvate, Draco akan ke istana bersamaku.” Kedua prajurit itu saling pandang dan mengangguk. “Baik!” kata keduanya bersamaan. Peter tidak bisa menebak jalan pikiran Alder. Tetapi, pria paruh baya itu yakin, Alder tidak akan menjerumuskan putranya. Ia pun menyuruh istri dan putri bungsunya untuk masuk ke rumah. Krystal yang hendak protes, langsung disuruh diam oleh Seana. Mereka meninggalkan Draco berdua dengan Alder. Setelah kedua prajurit itu pergi dengan kudanya masing-masing. Alder menatap Draco dengan senyuman. Sedangkan pemuda itu menatap aneh ke arah pria di hadapannya. “Aku tetap akan menolaknya,” ucap Draco lalu memilih duduk di kursi kayu yang ada di teras rumahnya. Pemuda itu juga dapat melihat Krystal mengawasinya dari balik gorden jendela. “Aku tahu. Maka dari itu aku ingin kau datang ke istana. Bukan untuk menerima amanat itu, tetapi menolaknya.” Draco melepas busur dan anak panah. Ini sudah memakan waktunya untuk latihan. Yang benar saja. “Aku pikir kedatangan dua prajurit itu untuk menanyakan kesediaanku pergi ke istana. Jadi, kenapa kau malah berkata aku akan pergi ke istana. Hal itu justru memancing bahwa aku akan menerima amanat itu.” Alder memegang kedua pundak Draco. Pria itu menatap dalam ke arahnya. “Kau percaya padaku, bukan?” “Tidak. Tetapi, mungkin ayahku mempercayaimu.” Alder menghampiri kudanya dan mengelus rambut hitam halus milik kudanya. “Kalau begitu, ayo pergi ke istana. Kau bisa membuat keputusan di sana.” Pria berjubah hitam dengan sigap menaiki kuda, lalu menatap Draco yang memandangnya penuh rasa heran. “Kau yakin tidak ingin ikut?” Draco melihat ke arah jendela, Krystal sendiri langsung menutup gorden jendela. Sepertinya Alder menyadari bahwa adiknya sedari tadi berupaya untuk mendengarkan pembicaraan keduanya. Pemuda bersurai hitam mengambil busur dan anak panah lalu segera mengeluarkan kuda yang ada di kandang dan menaikinya. Alder mendekatkan kudanya ke arah kuda cokelat milik Draco. “Aku pastikan kau akan menerima amanat itu. Lihat saja ....”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN