Bab 5
Di tempat ini, di kerajaan mereka sendiri. Tidak berlaku hukum senioritas terhadap junior, semua anak setara satu angkatan. Maka dari itu terkadang situasi dan keadaan bisa seperti berada di jungle. Suasana saat jam istirahat atau kelas kosong bisa sangat gaduh dan riuh dengan teriakan siswa. Mereka berlarian, bermain bola atau seperti kelakuan penghuni kelas 1-5, teman-teman sekelas Deby yang mengadakan konser dadakan. Nongkrong di depan kelas pada jam istirahat siang menyanyikan sebuah lagu band ternama yang sedang tersohor ketika itu, berjudul ‘Manusia Bodoh’.
Start from bridge:
Semua kisah pasti ada akhir yang harus dilalui
begitu juga akhir kisah ini pasti kuindah
Mencoba bertahan sekuat hati
layaknya karang yang dihempas sang ombak
Lagu yang mengalun dari ponsel membius mereka dengan lirik yang melankolis menyentuh hati. Membawa perasaan mereka terhanyut bersama alunan musik, sampai-sampai mereka serempak mengangkat tangan dan melambaikannya ke kiri dan kanan seirama. Sudah serasa tengah berada dalam konser musik sungguhan. Orang lain yang melihat adegan itu pasti menganggap mereka kurang waras, atau stres belajar membuat mereka tampak konyol.
“De, menurut lo dia ganteng gak?” Tanya Sarah.
“Hah? Yang mana?” Deby sedikit demi sedikit mulai berubah, melangkah keluar dari dunia dalam tempurungnya. Selain dengan Ami kini ia juga mulai berinteraksi bersama teman lain. Terutama dengan Sarah Taufik, mereka semakin akrab sejak Deby meminjam buku manga milik Sarah tempo hari.
“Itu, kelas sebelah.” Dari posisi mereka duduk di muka ruang kelas. Deby dan Sarah bisa dengan mudah melihat suasana ruang tetangga mereka, kelas 1-6. “Namanya Iki, gue sama dia satu sekolah sebelumnya. Terus, ini rahasia ya...” Sarah mendekat untuk berbisik di telinga Deby. “Gue naksir dari dulu.”
“Eh?” Deby kaget kenapa juga Sarah tiba-tiba mengakui perasaaannya. Bingung harus merespon dengan kata apa hanya satu pertanyaan yang terlintas, “Alasannya?”
“Ya karena ganteng dan tinggi.” Senyuman Sarah merekah. Deby sepakat, orang yang Sarah tunjuk memang memiliki rupa diatas standar anak lain. Lalu postur tubuh tinggi di atas rata-rata juga memenuhi kriteria cowok ideal kesukaannya.
“Terus gak niat nyatain?” Tanya Deby.
“Enggaklah... Lo tau berapa banyak kasus pernyataan cinta antara teman yang berakhir dengan hubungan pertemanan mereka jadi kandas juga?” Kata Sarah dengan wajah serius.
“Enggak.” Jawab Deby polos. Ya, mana Deby tahu akan hal itu jika dipikirkan. Pacaran atau naksir lawan jenis saja ia belum pernah alami.
“Karena teman lama dan juga satu sekolah, gue takut hubungan kami jadi renggang setelah nyatain perasaan. Terus kalo gue ditolak, berita itu bisa tersebar di kalangan teman-teman lama.” Pasalnya sebagian besar alumni sekolah Sarah sebelumnya masuk ke sekolah yang sama saat ini. Dan anak kelas 1-6 seperti sarang perkumpulan teman sekolah lamanya. Bayangkan apa yang terjadi pada lingkar pertemanan Sarah nanti. “Makanya ini rahasia soal perasaan sepihak gue sejak dulu.”
Deby tidak sepenuhnya mengerti apa yang Sarah maksudkan dengan perasaan sepihak. Untuk saat ini ia hanya menikmati alunan lagu yang masih terus berputar dari ponsel Nokea 3230. Sementara bola matanya mengamati sosok cowok yang baru saja Sarah perkenalkan sebagai cinta sepihaknya.
***
Sudah hampir empat bulan anggota baru ekskul sekolah bergabung menjadi anggota. Pada pertemuan kali ini akan ada pembahasan agenda besar pihak sekolah perihal acara persami―perkemahan sabtu-minggu, untuk satu malam dua hari. Tiga ekskul besar sekolah paskibra, pramuka dan PMR yang menjadi partisipan utama. Acara ini memang dibuat untuk membangun kerja sama, solider, dengan tujuan utama melantik anggota baru. Atau nama bekennya kakak senior lebih mengenal dengan sebutan bintal―bimbingan mental.
“Kalian sudah jelas ‘kan ya? Acara ini harus dengan persetujuan orang tua. Pastikan kalian mengumpulkan kembali lembar pernyataan persetujuan orang tua seminggu sebelum jadwal keberangkatan.” Selagi penjelasan berjalan, lembar formulir turut dibagikan oleh kakak senior. “Lalu hal lain-lain yang perlu kalian bawa dan persiapkan akan kita bicarakan pada pertemua berikutnya.” kakak ketua berusaha keras menenangkan situasi kelas dari suara riuh rendah komentar junior. Dengan bantuan dari kakak senior lainnya, situasi tetap bisa terkendali.
“Jika ada pertanyaan lebih jauh, jangan sungkan datang dan tanyakan pada kakak senior. Sekian.” Ketua paskibra mengakhiri arahan dan penjelasannya di muka ruang kelas.
Deby mengambil dua lembar fomulir untuk satunya lagi ia berikan pada Ami yang saat ini tidak hadir di sana. Sepertinya Ami punya masalah di rumah hingga ia tidak bisa ikut serta kegiatan club minggu ini.
Salman terpaku menatap lembar persetujuan orang tua. “Persami ya, bakal ikut ‘kan Ri?”
“Jelas ikutlah...”
“Gue rasa yang lain juga ikut sih, hmm...” Entah kenapa Salman merasa gamang.
“Lah kenapa Man?” Tanya Fahri melihat Salman bingung.
Wajah Salman murung. “Belum tentu gue boleh ikut kayaknya.”
“Apa?” Batin Zizah yang tak jauh duduk dari Salman, berusaha mencuri dengar pembicaraan mereka. Ya, Zizah sedang melakukan tugas sebagai spy.
“Boleh pasti. Tenang, ‘kan gue bantu ngomong nanti.” Fahri menepuk pundak Salman.
Wajah Salman serius menaruh harap besar pada ucapan kawannya itu. “Bener ya Ri, bantu gue buat dikasih ijin ikut persami.”
“Iya kok iya, gue bantu.” Sekilas pandangan Fahri melihat Deby di rimbunnya barisan anak-anak lain yang duduk di tengah ruang kelas. Wajah itu, ekspresi datar yang ditunjukan Deby saat ini mengusik perhatiannya. Sikap diam dan kesan mengisolasi diri dari keramaian ruang kelas, sangat berbeda dengan tampilan dan kesan yang gadis itu tunjukkan sebelum ini.
Fahri mengenali wajah yang sama selalu ada saat istirahat, duduk di taman terus mengawasi kelasnya. Tapi saat itu wajahnya terlihat lebih memiliki ekspresi dari pada yang ditunjukkan sekarang.
“Kenapa Ri?” Tanya Salman melihat Fahri melamun, padahal tidak.
“Dia...” Fahri belum mengenal nama orang yang tengah menjadi sorotan matanya.
Salman melihat ke arah mata Fahri menatap jauh. “Temannya Sarah ‘kan dari kelas sebelah, anak 1-5. Kenapa, lo kenal?”
“Ah enggak. Cuma gue sering liat dia aja.” Kadang Fahri memang suka aneh deh pikir Salman, mereka satu sekolah dan satu ekskul begini tentu saja sering lihat ‘kan.
“Excuse me?” Tanya Salman kesal.
“Udah, anak kecil gak perlu tau.” Ledek Fahri. “Lo bilang temennya Sarah ‘kan tadi?”
“Iya. Kalo Sarah sih masuk ekskul PMR.”
Fahri mangut-mangut merespon perkataan Salman. “Oh, udah lama gue gak ngobrol sama Sarah.”
Salman mendengus. “Ya elo sih sibuk tebar pesona mulu kemana-mana. Ati-ati ya, jangan sampe punya anak juga di mana-mana.”
“Eh! Itu mulut ya, anak kecil gak boleh ngomong begitu. Siapa yang ngajarin ayo bilang!”
“Elo! Elo orangnya.” Serang Salman dengan wajah memprovokasi.
Fahri menyergap kepala Salman memberi pelajaran, membuat keduanya semakin gaduh. Tegar memukul kedua kepala orang yang berisik sejak tadi itu dengan buku catatan miliknya.
“Kalian! Bisa tenang gak sih, pertemuan ekskul ‘kan belum selesai.” Masalahnya kebiasaan, teman-teman cowoknya selalu ribut dalam setiap kesempatan. Lalu nanti jika merasa kurang jelas pasti datang kepada Tegar minta dijelaskan kembali.
Mengurus teman-teman yang mayoritas laki-laki di kelompok pertemanannya memang acap kali membuat Tegar sangat lelah dan pegal hati. Bukan berarti Tegar tidak punya teman wanita, tapi dalam kelasnya saat ini hanya Tegar sebagai teman lama mereka. Sementara seperti Sarah atau yang lainnya tersebar di kelas lain. Posisi Tegar sudah seperti ratu lebah yang mengatur kawanan lebah lain tetap terkendali. Persis seperti suara bunyi lebah yang selalu bising bila tengah beraktivitas.
***bersambung