Mandau Haramaung

1665 Kata
Rosyid bangkit dari duduknya dan segera mungkin menjauh dari tubuh Faqih yang masih melayang di udara, suasana dalam ruangan jadi begitu mencekam dan terasa panas. Lampu petromak dalam ruangan tampak bergoyang-goyang seakan seperti ada gempa dalam ruangan itu. Sementara Kyai Rahman masih duduk dengan tenang di tempatnya, sikapnya yang seakan tak terpengaruh oleh peristiwa itu membuat Rosyid kian kagum pada sosok guru spiritualnya tersebut. Tanpa diduga Faqih yang masih dalam posisi melayang di udara itu melesat ke arah Kyai Rahman, tangannya yang membentuk cakaran harimau seakan hendak mencengkeram dan mencabik-cabik wajah Kyai Rahman. Namun keanehan lain terjadi, sebelum tangan dengan posisi mencengkeram itu menghantam wajah Kyai Rahman, Mandau yang terpajang di salah satu dinding ruangan itu bergerak dan melesat tak kalah cepat menghalangi serangan cakaran Faqih. Akibatnya bukan hanya membuat tangan Faqih gagal mencapai wajah Kyai Rahman, tangannya justru seperti dihantam satu benda keras yang lalu membuatnya  terpental dan memaksa tubuhnya ikut berputar di udara, detik berikutnya tubuh itu meluncur deras ke arah dinding rumah papan, membuat suara gaduh dan dinding sedikit bergetar. Tubuh faqih pun luruh ke tanah dan tak bergerak lagi. Faqih pingsan seketika. “Rosyid, lekas angkat tubuh temanmu itu ke bale bambu yang di sudut ruangan itu.” Kyai Rahman memerintahkan Rosyid yang saat itu berdiri di sudut ruangan, menghindari kemungkinan buruk yang ditakutkannya terjadi tadi yang ternyata berhasil diredam oleh Kyai Rahman. Rosyid melangkah mendekati tubuh Faqih yang tergeletak pingsan, diangkatnya tubuh Faqih dan membopongnya, lalu diletakkan tepat di bale bambu yang tadi ditunjuk oleh Kyai Rahman.   Sementara itu Kyai Rahman berjalan ke arah dapur dan menyiapkan famuan yang diraciknya dengan daun-daunan berkhasiat yang tumbuh di belakang rumahnya, sengaja Kyai Rahman menanam tumbuh - tumbuhan yang berkhasiat untuk pengobatan salah satunya adalah untuk digunakan dalam momentum seperti ini. Ramuan yang berupa daun daunan yang ditumbuk halus itu dibawanya ke ruang depan. "Bagaimana ini, Kyai? Apakah temanku terluka parah? Masih bisa disembuhkankah?" Rosyid mengajukan pertanyaan beruntun, sekalipun dia tak ada jkatan dadah dengan Faqih akan tetapi sejak Faqih tinggal di rumahnya dia sudah menganggap Faqih layaknya saudaranya sendiri. Kalau kini Rosyid mengkhawatirkannya tentu bukanlah hal yang berlebihan, Kyai Fahman sendiri tak terlihat marah mendengar pertanyaan-pertanyaan itu keluar dari mulut Rosyid. Kalau saja saat itu hati dan pandangan Rosyid tidak sedang dalam keresahan sepatutnyalah dia tak akan khawatir seperti itu, bukankah dia sudah sering kali melihat hal-hal aneh yang bahkan lebih dahsyat dari apa yang baru saja disaksikannya. Kyai Rahman menepuk pundak Rosyid pelan saja, seakan dia tahu apa yang terlintas dalam otak dan benak Rosyid. Sikap Kyai Rahman yang senantiasa tenang setidaknya tidak sampai membuat Rosyid menjadi panik. "Temanmu tidak apa-apa, selain fisiknya yang kuat dia sebenarnya juga punya darah keturunan orang-orang sakti di jaman dahulu. Akan tetapi kekuatan gelap yang tersegel dalam tubuhnyalah yang berbahaya, Faqih sepertinya tak memiliki kekuasaan atas apa yang tertanam dalam dirinya itu. "Sebenarnya apa yang ada dalam tubuh temanku ini, Kyai?" Rosyid menuntut penjelasan lebih rinci dari Kyai Rahman, karena sekalipun Rosyid sebenarnya memiliki kemampuan melihat apa yang tidak bisa dilihat oleh orang lain, akan tetapi dia tetap tak dapat melihat secara utuh apa yang ada di dalam tubuh Faqih. Selama ini dalam penglihatan mata batinnya Faqih seperti memiliki gumpalan hitam besar serupa awan yang berputar-putar di sekitar dadanya, Rosyid sama sekali tak bisa melihat ada makhluk apa yang mendampingi Faqih, atau ada sosok apa yang kini mendiami tubuh Faqih. Akan tetapi pandangan batinnya yang memang sudah lumayan itu tak bisa dibohongi bahwa sesuatu yang berwarna hitam dan beraura gelap itu senantiasa membisikan dan mempengaruhi Faqih untuk bertindak sesuatu yang mungkin saja akan disesali oleh Faqih sendiri. Sesuatu yang gelap itu memang seakan bertindak seperti melindungi Faqih dafi orang-orang yang memiliki niat buruk kepada Faqih, lebih jauh dari itu kenyataannya sosok itu akan menjerumuskan Faqih dalam kesalahan demi kesalahan  sampai tiba masanya kekuatan gelap itu akan sepenuhnya menguasai diri Faqih seutuhnya. Untuk mencegah itu terjadi maka Rosyid memutuskan untuk membawa Faqih menghadap Kyai Rahman sang guru spiritualnya, sudah pasti jika gurunya sendiri yang menanganinya tentu kemungkinan untuk berhasil akan jauh lebih besar. Rosyid merasa kasihan, betapa selama lima tahun Faqih merantau dj tanah Kalimantan kehidupan pribadinya tak ada perubahan berarti, sementara umumnya orang merantau untuk ukuran waktu lima tahun tengulah sudah dikatakan membuahkan hasil yang lumayan, setidaknya Faqih sudah bisa memiliki tanah dan rumah dari hasil kerjanya di perantauan ini. Kyai Rahman menatap muridnya tersebut dan berkata, "Nanti akan kujelaskan semuanya kepadamu, sekarang kau duduklah kembali ke tempatmu, biarkan aku mengobati temanmu terlebih dahulu, dia terluka bukan akibat bentrokan dengan Mandau Haramaungku, tetapi karena hantaman tubuhnya ke dinding itu yang cukup keras membuat dia mengalami luka dalam sampai akhirnya pingsan. Akan tetapi aku berani jamin sekalk lah kalau luka temanmu tidaklah parah." Rosyid mengangguk-anggukkan kepalanya tanda mengerti, lalu berjalan kembali ke kursi tempat semula dia duduk sebelum dia akhirnya bangkit dan merapat di sudut dinding ruangan. Dafi tempatnya duduk Rosyid menyaksikan bagaimana gurunya membuka pakaian Faqih, lalu mengoleskan ramuan tersebut ke tubuh Faqih sambil diurut-urutnya. Sepuluh menitan berlalu, Kyai Rahman pun selesai dengan tindakan pengobatannya terhadap Faqih. Dia meletakkan piring berisi tumbukan halus sisa dari pengobatannya tadi. Dia berjalan ke tempatnya duduk sebelumnya. Kyai Rahman mengambil Mandau Haramaung yang tergeletak di atas meja, setelah bentrokan dahsyatnya tadi dengan tangan Faqih Mandau Haramaung milik Kyai Rahman bergerak turun secara perlahan dan terasa geletak begitu saja di atas meja. "Kamu sendiri melihat apa dalam diri temanmu itu?" tanya Kyai Rahman. Rosyid pun menjawab, "Hanya seperti kabut atau serupa gumpalan asap mirip awan yang berwarna hitam, yang berputar di dadanya, tetapi saya dapat rasakan kalau itu sesuatu yang hitam dan sangat jahat." "Apa yang kamu lihat itu tak salah, tetapi juga gak sepenuhnya benar. Apa yang kamu lihat itu sebenarnya adalah sebuah ilmu langka dengan tujuan paling keji yang bisa dibayangkan. Itu adalah ilmu kuno yang diyakini sebagian orang telah punah, karena persyaratan untuk mendapatkannya konon sangat-sangat berat. Namun begitu bukan berarti mustahil untuk dipelajari dan dimiliki, tetapi jika tak memiliki tekad yang kuat, alih-alih mendapatkan kesaktian, nyawanya sendirilah yang akan jadi taruhan. Ada yang bilang ini adalah Ilmu Khodam Harimau Hitam, ada juga yang mengatakan kalau ini adalah Santet Harimau Hitam. Yang membuatku bingung adalah mengapa yang menjadi korbannya orang hidup? Karena setahuku biasanya ini diterapkan kepada mayat-mayat." Panjang lebar Kyai Rahman menjelaskan, tentu saja informasi yang disampaikan itu didapatkan dari gurunya sendiri, bagi Rosyid sendiri ini adalah pertama kalinya dia mendengar tentang ilmu khodam Harimau Hitam. "Maksud Kyai? Yang ada di tubuh temanku itu berwujud Harimau hitam?" Rosyid ingin lebih yakin lagi dengan menanyakannya kembali. Kyai Rahman menganggukkan kepala tanda mengiyakan. *** Bukan hanya parasnya yang cantik, tapi bentuk tubuhnya dalam balutan kain dan baju dengan motif kebaya itu benar-benar akan mempesonakan siapapun yang melihatnya, dialah Annisa Salimah, gadis desa yang menjadi bunga, pujaan banyak pemuda desa, tak sedikit pula mata-mata jalang dari para lelaki yang sudah menikah dan memiliki anak turut lula sekali mencuri-curi pandang jika Annisa lewat di hadapannya atau saat berpapasan di jalan. Kini di usianya yang kian beranjak dewasa dia benar-benar jadi sosok sempurna untuk jadi idola para pemuda desa. Bukan hanya pemuda di desanya sendiri, bahkan ada juga dari desa-desa tetangga yang sengaja datang ke desa itu semata untuk menemui dan mendekati Annisa, tujuan mereka jelas untuk memikat hatinya, memacarinya dan kalau bisa langsung dipersunting menjadi pendamping. Sayangnya, tidak satupun yang mampu menggoyahkan dan meluluhkan hati gadis bunga desa itu, hanya ada satu pemuda yang berhasil mencuri hatinya yang kini telah resmi menjadi pacarnya, yaitu Muhammad Faqih. Bukan kebetulan kalau Faqih mendapatkan keberuntungan memacari gadis itu, kedekatan mereka sudah terjalin sejak masih anak-anak, kebetulan selain rumahnya yang berdekatan antara rumah Faqih dengan rumah Annisa, keduanya juga sejak SD, SMP dan SMA memilih sekolah yang sama. Seperti pepatah lama orang jawa yang mengatakan, Teko tresno jalaran soko kulino, yang kalau diterjemahkan maka berarti datangnya cinta disebabkan karena sering berjumpa. Sejak kecil Faqih dididik beladiri oleh bapaknya, mental pemberaninya sudah terbentuk sejak kecil, dan dengan bekal keberanian dan ilmu bela diri itulah yang selama ini digunakan oleh Faqih untuk selalu membela Annisa jika ada yang berani menyakiti atau membuatnya menangis. Annisa cukup hanya dengan mendatangi Faqih, maka Faqih akan langsung menanyakan siapa yang telah membuatnya menangis. Begitu Annisa menyebutkan satu nama tanpa perlu tahu alasan kenapanya, hari itu juga orang yang membuat Annisa menangis akan langsung dipukulinya hingga babak belur. Andai Annisa mau jujur, sebenarnya dia tak terlalu suka pada Faqih, dia hanya khawatir saat Faqih mengutarakan cinta padanya, jika Annisa menolaknya maka Faqih akan meninggalkannya hingga takkan ada lagi orang yang bisa menjaganya. Menerima dengan terpaksa, Annisa sendiri berusaha untuk coba mulai tulus mencintai Faqih, tetapi cinta tak dapat dipaksakan. Sampai hari itu pun tiba, hari dimana Faqih menemuinya dan meminta restu untuk berangkat ke Kalimantan. Hal yang sama sekali tak pernah diduga-duga oleh Annisa. Dia menangis dan bersedih bukan karena berat ditinggalkan oleh Faqih tetapi bayangannya tentang siapa yang akan melindunginya nanti jika Faqih tak lagi ada di desanya? Setahun berlalu, Annisa gak merindukan Faqih, malah kini dia mulai terbiasa untuk menjadi mandiri, kalau dulu dia butuh seorang kuat yang bisa melindunginya, kini yang dia butuhkan adalah yang bisa mencukupi kemauannya. Annisa mulai melirik mana di antara para pemuda di desanya yang terlahir sebagai anak orang kaya? Itulah yang akan dipilihnya. Dan pilihan Annisa pun jatuh pada Bagas, putra tunggal dari seorang pemilik perkebunan jengkol dan pete. Annisa bukannya tak tahu kalau sejak lama Bagas sudah menaruh hati padanya, kini setelah kepergian Faqih yang tak pernah ada kabar beritanya itu, dia bisa leluasa menerima kedatangan Bagas kerumahnya. Setahun berlalu dari kepergian Faqih meninggalkan desanya, meninggalkan tanah jawa, tanpa sekalipun terdengar kabar beritanya, kini Annisa pun resmi sudah menjadi kekasih Bagas. Bahkan antara Bagas dan Annisa telah terikat oleh cincin pertunangan. Tetapi keputusan Annisa memilih Bagas selepas kepergian Faqih bukanlah keputusan yang tepat, karena itu adalah keputusan salah yang akan disesalinya seumur hidup. Apa yang Annisa lihat dari diri Bagas hanya hartanya semata, dia tak mengenal bagaimana sesungguhnya pribadi Bagas, bagaimana latar belakang kehidupannya, dan yang terpenting bagaimana tujuan hidup Bagas kedepannya.  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN