Bab 19

1080 Kata
"Buat cewek gue!" ujar Raja, pria itu kemudian pergi begitu saja meninggalkan Andreas. "Apa dia bawa pacarnya menginap?" gumam Andreas, dia sudah tahu siapa Raja, di kampus dia terkenal playboy yang secara terang-terangan memiliki banyak pacar dalam waktu bersamaan. "Bu Vivi harus tau ini," gumam Andreas, pria itu kemudian mengeluarkan ponselnya dan mengirim pesan pada Bu Vivi, pemilik kos-kosan yang jelas melarang membawa teman beda jenis atau pasangan menginap. Sementara itu di kamarnya, Raja baru saja menyerahkan mukena yang ia bawa pada istrinya. "Tuh, bikin orang netink sama gue tau gak?" ujar Raja kesal, pria itu kembali merebahkan tubuhnya ke kasur dan kembali tidur. Kanaya menghampiri suaminya, ia goncang bahu pria itu agar Raja kembali bangun. "Ck, apa sih?" tanya Raja kesal. Kanaya langsung menggerakkan tangannya menunjukkan gerakan salat. 'Mas Raja gak sholat?' "Gak, gue gak sholat, lagi M," ujar Raja. Kanaya mengernyitkan dahinya. 'M, apa?' tanya Kanaya dengan bahasa isyaratnya. "M, males, lo ingat kita gak boleh usik privasi kita masing-masing, dah gue mau tidur lagi!" Raja kembali tidur memunggungi istrinya. 'Dia gak pernah sholat?' batin Kanaya penasaran. Kemudian, Kanaya menghela napasnya panjang, ia lalu pergi ke kamar mandi untuk mengambil wudhu sebelum melaksanakan salat subuh di kamar itu. Sementara Andreas, pria itu baru saja kembali ke kamar kosnya. Ia kembali mengingat tentang apa yang dikatakan Raja padanya, di mana Raja mengatakan jika pria itu mengambil mukena untuk kekasihnya. Andreas pun penasaran, ia lalu melihat ke arah depan pintu kamar kos Raja. Pria itu melihat ada sebuah sepatu yang berada di depan pintu. "Jadi benar dia bawa cewek ke kamar kosnya?" gumam Andreas, pria itu menggeleng, lalu masuk ke kamar kosnya, ia akan menunggu Bu Vivi, biarkan Bu Vivi saja yang menegur dokter tengil itu, begitu pikir Andreas. Pukul setengah enam pagi, Kanaya mulai gelisah karena ia belum mendapatkan baju gantinya yang sudah ia minta pada sang Ibu, tetapi belum ada orang suruhan orang tuanya yang mengantarkan baju ganti untuknya. Kanaya memegang perutnya yang sudah terasa lapar, dia tidak mungkin memakan sisa makanan semalam, kan? Kemudian Kanaya mencoba membangunkan Raja, meminta pria itu untuk segera membeli sarapan. Namun, Raja tidur begitu lelap membuat Kanaya kesal. 'Ih, kebo banget sih tidurnya,' batin Kanaya. Hingga kemudian, tiba-tiba sebuah ketukan pintu yang cukup keras mengagetkan Kanaya juga Raja yang langsung terbangun. Pria itu mengerjapkan matanya, sementara Kanaya, dia kebingungan dengan apa yang terjadi. "Apaan sih, berisik banget?" tanya Raja. Kanaya menggeleng, lalu dia menunjuk pada pintu. "Siapa sih, pagi-pagi gedor pintu, gak sopan banget?" Raja pun kesal, pria itu bangkit lalu membuka pintu kamar kosnya. "Hei, apaan sih berisik tau, pagi-pagi ganggu aja!" ujar Raja dengan kesal. "Mas Raja!" bentak Bu Vivi. Seketika mata Raja membulat saat melihat dengan jelas siapa yang berada di depannya. "Bu Vivi?" Wanita dengan dandanan menor yang memakai dress merah terang, juga bunga mawar besar yang menancap di sanggul wanita itu. "Bu Vivi, ada apa?" tanya Raja heran, apalagi ekspresi Bu Vivi seperti singa yang siap menerkam. "Mana, mana perempuan itu?" tanya Bu Vivi. "Mas Raja kan tahu, ada larangan membawa pacar menginap di sini," ujarnya. "A-apa?" tanya Raja, ia masih sedikit bingung. Sampai kemudian, Bu Vivi melihat Kanaya di dalam kamar Raja. "Oalah, Mbak Kanaya toh?" Kemudian Bu Vivi memindai penampilan Kanaya yang hanya mengenakan kemeja milik Raja. "Astagfirullah, Mbak Kanaya pacaran sama Mas Raja? Dan menginap di sini? Habis enak-enak?" tanya wanita itu. Kanaya langsung menggelengkan kepalanya. Namun, mata elang Bu Vivi bisa melihat ada jejak tanda merah di leher Kanaya, ia pun tidak percaya. "Ini apa? Kalian habis zina ya di sini?" tanya Bu Vivi menunjuk pada leher Kanaya. Kanaya mengernyitkan dahinya, hingga ia teringat dengan tanda merah di lehernya yang ia kira digigit serangga. Kanaya langsung merasa marah, ia mengerti sekarang. 'Mas Raja, awas nanti,' batin Kanaya menahan emosinya. "Aduh, bisa santai nggak sih, biasa aja kali, semua bisa dijelaskan!" ujar Raja. "Apa, jelasin apalagi, Mas Raja? Kan Mas Raja sudah tahu jelas di awal sudah saya beberkan apa saja peraturan di kos ini, cukup ketat loh, dilarang berduaan yang bukan muhrim," ujar Bu Vivi. "Mahram Bu, mahram, bukan muhrim, mahram!" kata Raja. Kanaya mengernyitkan dahinya, ia pikir Raja cukup banyak tahu tentang aturan agama, tetapi kenapa suaminya itu tidak salat? Begitu pikir Kanaya. "Naya?" Kanaya menoleh ke arah pintu, Andreas berdiri dengan tatapan tidak percaya ke arahnya. 'Mas Andreas," batin Kanaya, ia cukup terkejut dan mulai bingung. Sekarang, apa yang harus ia jelaskan pada Andreas? "Duh Bu, semua bisa dijelaskan," ujar Raja. Pria itu kemudian menunjuk Andreas. "Dia, dia dokter Andreas kemarin juga bawa cewek nginep di kosnya, gue lihat. Beneran deh," ujar Raja dengan yakin. "Apa?" tanya Andreas, dia cukup panik. 'Apa, Mas Andreas bawa cewek ke kosnya?' batin Kanaya tak percaya. "Kemarin Bu, baru beberapa hari yang lalu, apa kemarin ya? Duh, pokoknya itulah, dia bawa cewek nginep di sini!" ujar Raja dengan yakin, pria itu mengingat gadis yang dipanggil Ranti oleh Andreas. "Oh maksud Mas Raja itu Ranti? Yah kalau itu sih sepupunya Mas Andreas, enggak apa-apa, masih saudara," kata Bu Vivi. Raja langsung menggeleng. "Bu, Bu Vivi nggak paham apa ya? Kalau sepupu itu bukan mahram, jadi harus pisah, gak boleh sekamar!" ujar Raja. "Alah, yang penting saudara," kata Bu Vivi. "Eh, mana bisa gitu," ujar Raja tak terima. "Dia aja boleh, masa gue nggak, lagian Bu, gue sama Kanaya itu—" Kanaya mulai panik, ia segera menutup mulut suaminya dengan telapak tangannya. Ia menggeleng, tak mau Raja mengungkap pernikahan mereka. Apalagi ada Andreas di sana. "Apaan sih," ujar Raja kesal, dia langsung melepas paksa tangan istrinya dari mulutnya. Kanaya menggeleng, dia berharap Raja mengerti maksudnya agar Raja tidak mengungkapkan pernikahan mereka. Kanaya menggeleng, kemudian dia menghampiri Bu Vivi dan mengetik sesuatu di ponselnya untuk ia tunjukkan maksudnya. [Maaf Bu Vivi, semalam, saya mau pulang ke kos, tapi ternyata Luna tidak di kos, dia lagi pulang kampung, saya gak bawa kunci.] Begitu kata Kanaya di dalam pesan text-nya. "Duh, ya kan Mbak Kanaya bisa telepon saya, minta kunci cadangan," ujar Bu Vivi. Mendengar itu, sesal langsung Kanaya rasakan, ia baru ingat jika itu bisa ia lakukan. 'Bodohnya aku,' batin Kanaya. "Nay, jadi kamu ...," ucap Andreas tak percaya. "Duh, kalian boleh berpikir buruk tentang gue, apapun itu, tapi jangan berpikiran buruk tentang Kanaya!" ujar Raja. Kanaya langsung menoleh ke arah Raja, dia cukup terkejut dengan pernyataan suaminya. "Semua ada penjelasannya, dan kami nggak melakukan kesalahan, kalaupun kami memang melakukan sesuatu semalam, nggak ada hak kalian buat menjudge kami begitu buruk!" tegas Raja. "Gue sama Kanaya, kami ...."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN