Lain Retno dan Teguh, lain pula dengan Kendra dan Clarissa.
Setelah sore itu Kendra kembali menuntut untuk di tuntaskan, malamnya dia justru harus menghadapi putrinya yang justru ngambek hanya karena perkara dia yang tidak hadir di pernikahan ayahnya.
"Tasya kesal sama Papa. Masa Papa menikah gak undang Tasya!" Kesalnya yang saat ini duduk di sudut ranjang ayahnya sedangkan Clarissa duduk bersandar di punggung ranjang dengan Kendra duduk berjongkok di depan putrinya dan sedang berusaha menenangkan bocah yang baru beranjak remaja itu.
"Pernikahan Papa itu mendadak, Tasya. Bahkan kami tidak menggelar pesta seperti yang kau pikirkan. Lagian waktu itu Tasya lagi demam, jadi gak bisa datang di pernikahan Papa." Jelas Kendra apa adanya.
"Alasan saja Papa ini. Bilang aja Papa sama Kak Caca gak mau Tasya ada di sana. Kalian gak mau photo bersama bareng Tasya. Lagian apa susahnya si Pa, bawa Tasya di pesta pernikahan kalian sekalipun Tasya nggak bawa amplop. Ingat , Tasya itu putri Papa, putri satu-satunya yang Papa punya, kalo gak ada Tasya, Papa pasti jadi Papa yang kesepian." Ucap Tasya dan Kendra hanya bisa mengangguk di depan putrinya.
"Iya. Papa minta maaf!" Ucap Kendra setelahnya tapi Tasya langsung menggeleng.
"Maaf, maaf. Gak ada maaf buat Papa. Pokonya Papa kudu menikah lagi dan kali ini jangan lupa undang Tasya!" Tolak Tasya yang menurut Kendra sangat tidak masuk akal.
"Mana bisa kek gitu, Tasya Sayang. Papa kan udah nikah sama Clarissa, masa iya Papa suruh nikah lagi, nama ada yang mau sama Papa yang udah tua ini." Balas Kendra dengan nada suara yang dia buat selemah mungkin.
"Siapa yang minta Papa menikah lagi sama wanita lain? Tasya ingin Papa kembali menikahi Kak Clarissa di depan Tasya, agar Tasya bisa menceritakan jika Papa sudah menikah dan sekarang Tasya sudah punya Mama. Sama kek teman-teman Tasya yang lainnya jadi kali ini Tasya tidak akan dibully hanya karena Tasya gak punya Mama." Ucap Tasya lagi dan Kendra langsung menatap ke arah Clarissa yang justru terlihat menghela nafas dari duduknya.
"Tasya dengarkan Papa. Pernikahan Papa sama Kak Caca itu di rahasiakan." Ucap Kendra menjelaskan masalahnya pada sang Putri yang memang sedang berada di fase ingin tahu segalanya. "Tasya tahu kan maksud Papa dengan kata rahasia itu?" Sambung Kendra dan gadis cantik itu diam sejenak sambil menatap manik mata ayahnya ketika laki-laki gondrong itu berbicara.
"Rahasia? Kenapa pake acara rahasia segala. Udah kek main detektif- detektifan aja." Tanya Tasya setelahnya dan Kendra yang kali ini terlihat menghela nafas dalam diam kemudian menghembuskannya dengan sangat pelan, kembali melakukan hal yang sama sembari menyusun kalimat-kalimat yang sekiranya bisa dia jadikan penjelasan untuk putrinya dan gadis kecil itu akan mengerti dengan penjelasan sederhananya.
"Clarissa kan masih harus kuliah, jadi dia gak boleh nikah dulu, tapi karena Tasya pengen punya Mama, jadi kami menikah diam-diam." Jelas Kendra lagi dan Tasya hanya diam menyimak.
"Jadi kalian menikah gak ada yang tau. Gitu?" Kutip Tasya mengartikan apa yang sebelumnya dijelaskan sang ayah dan iya, Kendra langsung mengangguk saat merasa jika putrinya sudah mengerti dengan penjelasannya.
"Iyes. Pinter anak Papa!" Jawab Kendra.
"Jadi siapa saja yang tau jika Papa sudah nikah lagi? Apa Omma Edis dan Tante Nena tau jika Papa udah nikah lagi?" Tanyanya lagi dan Kendra langsung menggeleng.
"Tidak. Tidak ada yang tau. Hanya Tasya dan Omma Dena juga Oppa Wil. Selebihnya gak ada yang tau. Jadi Papa minta tolong sama Tasya, jangan mengatakan apapun tentang pernikahan Papa ini. Jika sekarang Clarissa adalah Mama Tasya," ucap Kendra sambil mengeluarkan jari kelingkingnya untuk meminta gadis cantik itu menautkan jari kelingkingnya karena mereka kerap kali melakukan itu untuk membuat janji, dan iya Tasya langsung menautkan jari kelingkingnya meskipun dia sebenarnya masih sangat ragu dan bingung.
Pasalnya dia sudah sangat lama mendambakan seorang ibu dan rasanya dia juga tidak akan bisa menahan kebahagiaannya saat akhirnya dia benar-benar punya ibu meskipun hanya ibu pengganti.
"Jadi Omma Edis sama Tante Nena juga gak boleh tau? Dan ini adalah rahasia kita?" Kutip Tasya lagi dan Kendra langsung mengangguk.
"Iya. Paling tidak sampai Clarissa selesai kuliah. Dan jika suatu saat Clarissa mengatakan ingin mengadakan pesta pernikahan lagi, maka saat itu Papa akan mengabulkannya dan akan mengundangmu secara spesial." Ucap Kendra mencoba bernegosiasi dengan putrinya dan sepertinya negosiasinya kali ini berhasil dengan begitu sempurna karena setelahnya gadis cantik itu justru terlihat menarik kedua sudut bibirnya untuk membentuk sebuah senyuman lalu mengangguk setelah sebelumnya dia juga menoleh sesaat ke arah Clarissa yang masih hanya duduk diam dan bersandar di punggung ranjang.
"Baiklah. Diterima." Jawab Tasya. "Tasya harap Papa gak bohongin Tasya jika Papa akan mengundang Tasya di pesta pernikahan itu nanti, dan Tasya juga ingin duduk di samping kursi pengantinnya." Ucap gadis itu dan tentu saja Kendra langsung mengangguk dengan sangat cepat karena memang sudah sepantasnya Tasya ada di sampingnya.
Kadangkala imajinasi anak-anak itu melampaui batas imajinasi orang dewasa dan hal yang sama juga turut terjadinya pada Tasya. Tasya adalah putri satu-satunya yang Kendra miliki, dan Tasya adalah prioritas Kendra selama ini. Kendra akan melakukan apapun untuk membuat Tasya tersenyum, apapun, tanpa terkecuali.
"Siap tuan putri!" Jawab Kendra dengan membuat gerakan hormat di samping pelipisnya lalu memeluk putrinya sebagai tanda jika mereka sudah mendapatkan kesepakatan. Kesepakatan antara ayah dan anak juga antara dua orang sahabat karena Tasya dan Kendra tidak hanya berperan sebagai ayah dan anak akan tetapi Kendra juga berperan sebagai sahabat terbaik untuk putrinya.
"Kalo begitu. Apa malam ini Tasya boleh bobok sama Kak Caca?" Tanya Tasya setelahnya.
"Mama." Kutip Kendra.
"Oh iya. Mama. Tasya lupa!" Ralat Tasya dan Kendra langsung mengangguk.
"Boleh. Tasya boleh kok bobok sama Clarissa." Jawab Kendra.
"Eeeh tapi enggak deh Pa. Entar Tasya malah di dorong dari atas ranjang." Ralat Tasya untuk satu permintaan dia tadi. "Mama Caca kan suka muter ke jam weker kalo tidur. Tasya sering di dorong sampai jatuh dari atas ranjang saat bobok sama dia kalo lagi nginep di rumah Mama Nata." Sambungnya lagi dan kali ini Clarissa langsung angkat bicara.
"Tasya, mana pernah Caca kek gitu. Caca kan kalo bobok itu manis." Tolak Clarissa di belakang punggung Tasya. "Kalau nggak percaya tanya aja Om Kendra!" Sambung Clarissa tapi Tasya langsung mencerbikkan bibirnya tidak percaya.
"Ih. Gak percaya Tasya." Balas Tasya saat bangkit dari duduknya. "Udah ah. Tasya mo bobok di kamar aja. Kasian Dora dan Moura gak da temannya bobok."____"dah,," ucapnya yang langsung melengos meninggalkan kamar sang ayah, menutup pinta dan berlalu ke kamarnya.
Kendra melirik ke arah Clarissa yang sedari tadi lebih banyak diam, tidak seperti biasanya, dan Kendra berpikir, mungkin saja Clarissa masih sangat capek setelah dia gempur dengan begitu nikmat di kamar mandi sore tadi.
"Mau aku bawain makan malam mu ke sini?" Tanya Kendra karena dia berpikir mungkin saja Clarissa juga lapar mengingat wanita itu belum makan malam, terlebih lagi sebelum mereka tidur tadi mereka habis melewati sesi bercinta yang cukup berat, tapi Clarissa justru terlihat menggeleng dari duduknya.
"Enggak Om. Caca gak lapar, tapi Caca ngantuk. Benar-benar ngantuk!" Jawab Clarissa lembut yang sudah langsung menarik tubuhnya untuk merebah dengan posisi yang benar dan Kendra hanya mengangguk.
"Oh, baiklah. Kau tidur saja duluan. Aku masih ada file yang harus aku periksa, sebelum besok aku juga harus kembali meeting untuk peralihan jabatan di perusahaan." Ucap Kendra saat Clarissa menarik selimutnya untuk benar-benar menutup tubuhnya sampai leher.
Ruang pribadi Kendra memang ada di dalam kamar itu, berbeda dengan ruang kerjanya yang ada di lantai bawah rumah basarnya. Ruang pribadi itu dia gunakan untuk menyelesaikan masalah pekerjaan yang sifatnya sangat rahasia, sedangkan ruang kerjanya yang ada di lantai bawah adalah untuk dia menjamu tamu bisnis yang bisa di katakan umum untuk di bicarakan.
Entah sudah berapa lama Kendra duduk di depan layar laptopnya, dan dia benar-benar tidak bisa konsentrasi untuk menyelesaikan satu pun file yang sedari tadi dia baca. Kendra meraih ponsel miliknya yang ternyata masih padam dan lupa di charger, dan saat Kendra mencoba memaksa ponsel itu untuk hidup, ponsel itu tetap tidak bisa menyala.
Kendra meraih charger di sisi lain meja kerjanya, dan menyatukannya dengan lubang charger ponselnya, dan kembali duduk di depan layar laptopnya.
Kembali membaca barisan kata-kata yang sebenarnya dia sendiri yang membuatnya, tapi herannya sekarang dia justru kesulitan untuk memahami apa maksud dari apa yang sebenarnya dia tulis sendiri. Pikirannya hanya terus tertuju pada Clarissa, Clarissa dan Clarissa lagi. Tentang bagaimana intimnya mereka tadi sore di kamar mandi serta segala tingkah absurd bin kecentilan wanita itu, dan entah untuk apa kedua sudut bibir Kendra justru tertarik simetris untuk membentuk sebuah senyuman yang begitu manis hingga kedua pipinya ikut memerah karena ternyata diam-diam dia juga merasa malu saat harus membayangkan bagaimana jadinya jika dia justru benar-benar jatuh cinta pada wanita muda yang mati-matian dia jaga untuk tidak disentuh, tapi sekarang dia bahkan sudah menenggelami tubuh wanita itu dua kali.
Egois memang, tapi mau bagaimana lagi, hasrat Kendra tetap bangkit setiap kali melihat senyum manis wanita itu. Entah sejak kapan Kendra merasakan hal itu, rasa ingin tersenyum dan ingin tetap tersenyum setiap kali otaknya terpaksa memikirkan Clarissa. Seperti saat ini misalnya senyum Kendra tiba-tiba tertarik simetri saat bibirnya hanya melirihkan nama Clarissa.
"Clarissa,,,!" Kendra melirihkan nama itu dengan sangat lembut dan pelan, yang Kendra yakin tidak akan di dengarkan oleh siapapun, bahkan oleh semut ataupun malaikat di sampingnya, tapi ajaibnya lirihan Kendra tadi justru mendapat balasan.
"Om,,,!" Suara itu terdengar lembut dan manja dan saat Kendra menoleh ke arah sumber suara ternyata Clarissa sudah berdiri di ambang pintu dengan gaun malamnya yang begitu menggoda imajinasi Kendra. Entah sejak kapan Clarissa menggunakan gaun itu karena seingat Kendra pada saat Clarissa tidur tadi, Clarissa tidak menggunakan gaun itu.
Mata Kendra terpaku pada tubuh mungil berbalut gaun merah yang begitu tipis sebatas pahanya, gaun merah yang sialnya sangat tidak berpengaruh untuk menutup tubuh halus dan mulus milik Clarissa karena meskipun saat ini Clarissa menggunakan gaun itu, Kendra masih bisa melihat tubuh Clarissa di baliknya.
"Om. Caca , gak bisa bobo. Kelonin!" Serunya terdengar sangat manja dan menggemaskan dan Kendra tiba-tiba kesulitan untuk sekedar menghembuskan nafasnya. Tatapannya sendu, dan darahnya ikut berdesir dengan begitu hangat, rasa yang sebelumnya sempat tenang kini kembali membuncah untuk meminta di tuntaskan. 'tidak. Jangan lakukan itu lagi Kendra. Kau sudah menggempurnya sore tadi ,dan jika kau kembali melakukannya sekarang, aku yakin tubuh kecil itu akan remuk karena kelelahan menahan gairah mu yang begitu membara dan siap membakar kemurniannya. Tahan. Tahan sampai dia benar-benar sudah lebih pulih, atau kau akan membuatnya trauma dengan mu!'
"Om. Ayo bobo. Caca gak bisa bobo kalo gak di kelonin." Ucap Clarissa lagi dan baru setelah itu kesadaran Kendra kembali.
Dia langsung menggeleng dari duduknya , mengumpati dirinya berkali-kali karena telah serakah menginginkan Clarissa lagi. Kendra menutup layar laptopnya, sambil menarik nafas saat Clarissa justru berjalan ke arahnya dengan langkah yang sedikit aneh. Tidak seperti biasanya yang terkesan kecentilan, kali ini langkah Clarissa justru terlihat sedikit ngangkang.
"Ayo Om, bobo. Ini udah malam. Om gak bisa membiarkan Caca seperti ini. Ingat , Caca sekarang adalah istri Om, jadi Om harus merubah kebiasaan Om saat Om masih menjadi duda meresahkan kek kemarin-kemarin." Ucap Clarissa saat sudah berdiri di samping Kendra , dan pemandangan tubuh itu semakin memaksa Kendra untuk kembali berpikir liar, sangat liar, bahkan saking liarnya Kendra ingin menarik seluruh kain tipis dan transparan ini dari tubuh Clarissa agar Clarissa naked sekalian, tapi lagi-lagi Kendra justru menggelengkan kepalanya untuk membuat kewarasannya tetap terjaga.
Kendra langsung menarik pinggang Clarissa untuk jatuh di atas pangkuannya, mengurai rambut berantakan Clarissa di sisi pipinya untuk dia selipkan ke belakang telinganya, lalu tersenyum.
"Tapi pekerjaan ku masih belum selesai, Clarissa. Ada beberapa file yang harus kembali aku periksa sebelum,,,!"
"Enggak. Om kalo mau kerja ya besok, di jam kerja aja. Kalo udah malam gak ada kerja kerja. Karena Om bukanlah penulis n****+ yang lagi kejar tayang dan butuh begadang untuk menyelesaikan naskah n****+ Om. Om juga bukan kumbang malam yang harus begadang untuk melayani pellanggan Om. Om adalah seorang suami dan Papa, jadi kalo udah di rumah, ya Om jadi milik Caca atau gak Tasya." Potong Clarissa terdengar sangat dewasa, dan Kendra justru tersenyum menanggapinya.
"Oh. Dari mana kau tau hal itu? Siapa yang mengajari mu bicara seperti itu, ah?" Tanya Kendra dan kali ini Clarissa yang tersenyum.
"Hehehe. Itu anu,, Caca sering denger Mama ngomel kek gitu ke Papa kalo Papa bawa kerjaan kantor ke rumah. Mama gak suka itu!" Jawab Clarissa terkekeh dan Kendra balas tersenyum, kemudian menarik gaun Clarissa tepat di bagian dadanya, melihat daging menyerupai gunung kembar di d**a Clarissa.
"Lalu gaun ini? Dari mana kau mendapatkannya?" Tanya Kendra untuk gaun merah tranparan yang Clarissa gunakan dan Clarissa langsung nyengir sambil memamerkan barisan giginya yang rapi.
" Caca beli di online shop. Ini rekomendasi dari teman Caca. Bagus gak Om?" Tanya Clarissa yang tidak tau jika gaun itu justru menjadi ancaman bagi dirinya sendiri. Kenapa? Karena setelahnya Kendra justru mengangkat tubuh kecil Clarissa untuk dia bawa ke atas ranjangnya kemudian menaunginya dengan hasrat yang begitu membara dan liar.