Sepanjang malam setelah pesta itu berakhir, Kendra benar-benar membawa Clarissa bersamanya.
Sudah lebih dari sepuluh kali Kendra menghubungi nomer ponsel Retno, tapi Retno sama sekali tidak menjawab panggilan telpon dari Kendra , hingga malam itu setelah pesta usai, Kendra terpaksa menyusul Retno ke rumah sakit dengan membawa Clarissa bersamanya, dan Kendra langsung melihat Retno yang terduduk lemas di depan ruang IGD dengan laki-laki yang juga merupakan suami wanita itu.
"Bagaimana kondisinya?" Tanya Kendra saat sudah berdiri tepat di depan Retno yang sudah penuh dengan air mata dan hidung merahnya, dan Clarissa juga tampak dengan wajah sembab kerena tadi saat di perjalanan, Kendra sudah mengatakan jika kedua orang tua Clarissa mengalami kecelakaan dan sudah dari tadi gadis itu menangis.
Retno melihat keberadaan Clarissa di belakang Kendra dan langsung bangkit untuk memeluk gadis itu, keponakannya.
"Tante,,,!" Suara Clarissa terdengar tersendat-sendat.
"Tetap bersama Tante, Sayang. Tetap bersama Tante!" Balas Retno yang justru terdengar ambigu di telinga Clarissa.
"Mama. Papa Caca , Tante!" Kembali Clarissa melirih dan Retno semakin mengeratkan pelukannya di tubuh kecil gadis itu. Bingung bagaimana cara mengatakan jika saat ini Clarissa sudah kehilangan ibunya.
"Caca. Tetap bersama Tante. Tetap bersama , Tante!" Hanya itu kata yang bisa keluar dari mulut Retno, karena sebenarnya dia juga masih belum bisa menerima apa yang sedang terjadi saat ini.
Semua terjadi begitu cepat, dan rasanya memang tidak mudah untuk sekedar di terima logika saat kemarin mereka masih bisa bersama orang yang mereka kasihi, akan tetapi semua itu berganti dengan sebuah kehilangan.
Kendra pilih bicara dengan Teguh , suami Retno, dan Teguh menceritakan semua yang sebelumnya polisi jelaskan padanya juga tentang Renata yang meninggal di lokasi tempat kecelakaan itu terjadi, sementara Joan Mahesa selamat , tapi masih dalam kondisi kritis.
Sepanjang malam Clarissa tidak bisa menghentikan tangisannya.
Kabar kecelakaan semalam juga langsung memenuhi seluruh cenel televisi lokal dan nasional, dan kecelakaan itu turut membawa serta seorang CEO perusahaan besar, Joan Mahesa dan sang istri, Renata.
Berita itu juga menyampaikan kabar duka jika Renata meninggal di kecelakaan itu, sementara Joan Mahesa masih dalam keadaan kritis.
Keesokan harinya, jasad Renata akhirnya di bawa pulang untuk di kuburkan. Bela sungkawa datang dari semua partner bisnis juga kerabat dan sahabat mereka.
Clarissa seharian itu tidak bisa berhenti menangis, sampai tubuh ibunya di timbun dalam tanah pun dia masih saja tidak percaya jika ibunya kini sudah meninggal dan Retno tidak sekalipun meninggalkan Clarissa untuk menenangkan gadis itu, meskipun sebenarnya dia juga tidak bisa tenang karena kehilangan saudara perempuannya, sementara Kendra tetap stand by di rumah sakit untuk menunggu perkembangan Joan Mahesa.
Tiga hari berlalu.
Hari itu Retno berganti jaga dengan Kendra, karena Kendra mengatakan harus pulang dan berganti pakaian juga melihat kondisi putrinya yang semalam demam dan harus dia titipkan pada neneknya, ibu dari Kendra, saat tiba-tiba Joan Mahesa tersadar dari komanya dan langsung mencari keberadaan istrinya, Renata.
"Aku di sini , Mas. Aku disini!" Ucap Retno sambil menggenggam tangan kakak iparnya dengan Teguh yang juga ada di samping Retno.
"Di mana Renata?" Tanya Joan dengan nafas terbata, dan Retno terlihat mengusap pipinya.
"Dia,,, di__a,,,!" Suara Retno terputus putus dan tiba-tiba air mata Joan ikut mengalir di kedua sudut matanya, karena sepertinya dia tau jawabannya.
"Clarissa,,,!" Ucap Joan lagi dengan sangat lirih dan Retno langsung menjawab jika Clarissa baik-baik saja.
"Dia ada. Dia baru saja pulang dari sini. Aku memintanya untuk istirahat di rumah, karena beberapa hari ini dia kesulitan tidur karena harus menjaga, Mas Joan!" Jawab Retno dan Joan langsung mengangguk dengan sangat lemah.
"Terima kasih sudah menguatkannya!" Ucap Joan parau dan Retno kembali mengangguk.
"Dia putriku juga." Balas Retno lembut sambil terus menggenggam tangan Joan.
"Kendra!" Ucap Joan setelahnya. "Panggil Kendra sekarang juga. Aku ingin bicara dengannya!" Ucap Joan setelahnya, masih dengan suara yang terdengar lemah, dan detik yang sama Retno langsung keluar dari ruang ICU itu dan menitipkan Joan pada Teguh, suaminya.
Retno langsung menghubungi Kendra selaku kuasa hukum keluarga juga perusahaan Joan Mahesa. Pikirnya, Joan ingin membuat surat tuntutan atas kecelakaan yang merenggut nyawa Renata , istrinya. Maka Retno buru-buru meminta Kendra untuk datang ke rumah sakit dan mengatakan jika Joan sudah sadar dan ingin bertemu dengannya.
Selain itu, Retno juga menghubungi sopir keluarga Joan, untuk segera membawa Clarissa ke rumah sakit, karena ayahnya sudah sadar dan ingin bertemu.
Kurang dari tiga puluh menit, Kendra sampai di rumah sakit JA, dan segera menemui Joan Mahesa seperti yang Joan minta sebelumnya.
Kendra berbicara berdua di ruangan ICU itu bersama Joan, karena dokter memang membatasi pengunjung untuk masuk ke ruangan itu, sementara Retno dan Teguh menunggu di luar ruangan karena Clarissa masih belum sampai di rumah sakit.
"Tolong aku Kendra. Tolong aku,,,!" Suara parau dan berat Joan saat Kendra merapatkan wajahnya untuk mendengar apa yang ingin Joan bicarakan.
"Iya. Aku akan selalu ada untukmu. Aku akan selalu membantu, bukankah kita memang selalu seperti itu!" Balas Kendra lembut dan Joan langsung mengangguk.
"Tolong jaga Clarissa untukku. Tolong aku Kendra. Tolong!" Ucap Joan dengan sangat lirih dan kembali Kendra mengangguk.
"Dia adalah satu-satunya harta paling berharga yang pernah aku miliki, dan aku tidak bisa meninggalkannya begitu saja tanpa penjagaan atau jaminan jika hidupnya akan baik-baik saja tanpa aku di sampingnya!" Ucap Joan lagi dan Kendra kembali mengangguk.
"Tenanglah. Dia akan baik-baik saja, karena kau juga akan baik-baik saja!" Balas Kendra lembut tapi Joan justru terlihat menghela nafas dengan sangat berat lalu menggeleng.
"Tidak Ken. Aku tidak yakin jika aku akan tetap bisa bersamanya. Aku tidak,,,!"
"Hust,,, tenanglah. Semua akan baik-baik saja. Jangan terlalu berpikir keras!" Potong Kendra dengan sikap menyerah sahabatnya, tapi lagi-lagi Joan terlihat menggeleng lemah dari rebahnya.
"Tidak Ken. Jangan menghiburku sekarang. Aku,,, ak__u,,!"
"Papa,,,!" Sapa Clarissa yang sudah masuk ke ruangan itu dan sudah menggunakan pakaian steril yang perawat berikan padanya.
"Caca. Putri Papa. Harta Papa!" Ucap Joan sangat lirih dan nyaris tidak terdengar. Clarissa langsung mendekat untuk memeluk ayahnya lalu membubuhkan ciuman di pipi dan kening sang ayah.
"Papa. Mama sudah pergi. Mama sudah meninggalkan kita. Mama jahat sama kita, Mama tega ninggalin kita!" Ucap Clarissa sambil menangis di bahu ayahnya dengan sebelah tangannya yang memeluk d**a Joan dan Joan hanya mengelus punggung kecil putrinya.
"Maafkan Papa." Ucap Joan dengan sangat lirih, tapi cukup untuk Clarissa dengar dan Clarissa langsung mengangguk berkali-kali untuk permintaan maaf ayahnya. "Maafkan Papa karena Papa gak bisa jagain Mama Caca. Papa gagal menjaga Mama!" Sambung Joan tapi Clarissa hanya semakin menghapus air matanya, lalu mengangguk lemah.
"Clarissa, putri kesayangan Papa. Apa kau masih menginginkan, Om Kendra?" Tanya Joan dengan sangat lirih dan Clarissa langsung mengangguk tapi juga menggeleng bingung.
"Katakan pada Papa, apa kau masih ingin memiliki Om Kendra kamu?" Tanya Joan sekali lagi dan kali ini Clarissa langsung mengangguk meskipun sebenarnya dia masih belum mengerti kemana arah pembicaraan ayahnya.
"Iya, Papa!" Jawabnya serak dan kali ini Joan juga ikut mengangguk saat mendengar jawaban putrinya.
"Kendra,,,!" Panggil Joan untuk Kendra dan Kendra langsung beringsut merapatkan diri agar bisa mendengar lebih jelas ucapan Joan.
"Aku di sini!" Jawab Kendra dan kali ini Joan terlihat menarik nafas sebanyak yang bisa di tampung rongga dadanya. Berat, bahkan Joan kesulitan untuk mendapatkan nafasnya kali ini.
"Tolong aku, tolong jaga Clarissa untuk ku!" Ucap Joan kembali mengatakan hal yang sama seperti sebelumnya dan Kendra langsung mengangguk dengan sangat cepat.
"Tolong jaga dia untuk ku. Aku serahkan Clarissa untuk kau jaga secara penuh. Tolong nikahi dia agar tidak ada batasan di antara kalian, dan untuk menghindari Clarissa dari sesuatu yang seorang Papa takutkan pada anak gadisnya. Aku tidak bisa mempercayakan Clarissa pada siapapun kecuali kepadamu."______"jadi tolong, menikahlah dengan Clarissa agar kau bisa menjaganya, jika bukan untuk ku, maka kau akan menjaganya untuk dirimu sendiri!" Ucap Joan dengan susah payah.
"Apa yang kau bicarakan, Joan. Kau akan baik-baik saja, dan aku tetap bisa menjaga Clarissa untukmu, tanpa harus menikahinya!" Tolak Kendra secara halus tapi Joan justru terlihat menggeleng.
"Tidak. Aku tidak yakin akan bisa bertahan, dan aku tidak yakin kau bisa menjaga Clarissa sebagai seorang Om ataupun Papa. Tapi aku yakin kau bisa menjaga Clarissa dengan lebih leluasa jika kau menikahi Clarissa. Jadi tolong,,, tolong kabulkan satu permintaan ku ini. Jangan menolak ku dengan alasan apapun. Tolong." Balas Joan sambil menggenggam tangan Kendra dan Clarissa sudah sedari tadi tidak bisa menghentikan tangisnya.
"Joan,,,!" Kendra.
"Nikahi Clarissa, atau aku tidak akan bisa pergi dengan tenang!" Potong Joan dengan sisa nafasnya dan kali ini Kendra benar-benar tidak bisa menolak keinginan sahabatnya, terlebih lagi saat melihat dekat jantung Joan semakin tidak stabil di layar monitor di atas tempat tidurnya.
"Aku mohon, Kendra!" Ucap Joan sekali lagi dan mau tidak mau Kendra langsung mengangguk, meskipun dia merasa ini benar-benar sangat konyol.
"Iya." Jawab Kendra pasrah.
"Nikahi dia sekarang juga, karena aku tidak ingin pergi sebelum menyaksikan putriku sudah bersama orang yang tepat dan bisa menjaganya dengan sangat baik!" Ucap Joan dengan sisa nafasnya dan Kendra kembali mengangguk.
Kendra pilih keluar dari ruang ICU dengan Clarissa yang masih menangis, karena dokter memintanya seperti itu, sebab detak jantung Joan Mahesa semakin tidak stabil dan mereka harus menenangkan sang pasien lebih dulu.
Sementara itu, Kendra menceritakan permintaan Joan tadi pada Retno dan Teguh selaku satu-satunya keluarga Clarissa yang masih tersisa , dari pihak ibunya.
Retno tentu saja tidak setuju dengan semua itu , tapi Clarissa justru membenarkan cerita Kendra yang baru saja di minta oleh ayahnya untuk menikahinya, tapi Retno tetap menolak. Pasalnya , keponakannya baru berusia delapan belas tahun , dan baru tamat SMA , sementara Kendra sudah tua, usiannya tahun ini mungkin akan masuk empat puluh satu tahun, lalu bagaimana Retno akan bisa membiarkan keponakannya menikah dengan laki-laki dewasa yang seumuran dengan ayahnya.
"Tidak. Itu tidak benar, Ken!" Tolak Retno. Mereka masih di luar ruangan ICU dan tengah membahas permintaan Joan tadi.
"Kau pikir aku juga membenarkan hal ini? Aku juga sudah mengatakan jika aku tidak bisa menikahi Clarissa, karena aku sudah menganggap Clarissa seperti putriku sendiri. Aku bahkan berjanji untuk menjaga Clarissa seperti putriku sendiri tapi Joan menolaknya mentah-mentah dan tetap memaksaku untuk menikahi putrinya. Lalu apa yang harus aku lakukan?" Balas Kendra yang jadi frustasi , menjambak rambutnya dan duduk dengan segala kebingungannya. Kendra juga sama bingungnya dengan Retno dan Retno langsung terdiam memperhatikan ekspresi stress Kendra .
Bagaimanapun Retno juga tau Kendra laki-laki yang baik, dan bertanggung jawab, hanya saja Retno tidak bisa membayangkan jika keponakan satu-satunya itu harus menikah dengan laki-laki dewasa seperti Kendra.
"Tante. Caca gak apa-apa kok. Caca mau kok nikah sama Om Kendra. Jadi please, jangan salahkan Om Kendra karena ini memang permintaan Papa Caca!" Timpal Clarissa saat melihat perdebatan Retno dan Kendra, lebih tepatnya Retno menolak ketika Kendra mengatakan akan menikahi Clarissa hari ini juga.
"Tapi Caca,,,!" Retno.
"Terlepas dari permintaan Papa tadi, Caca juga sudah lama menyukai Om Kendra. Jadi tolong jangan membuat bingung Om Kendra. Kami memang harus menikah hari ini juga seperti permintaan Papa, dan Caca menyetujuinya." Potong Clarissa dan setelahnya Retno benar-benar tidak lagi bisa mendebat ucapan Kendra juga keinginan Joan karena di sini Joan masih berhak sepenuhnya atas putrinya.
Mengangguk. Retno kali ini mengangguk, dan menit berikutnya, Kendra menghubungi seorang rekannya untuk membawa seorang pendeta ke rumah sakit. Seperti permintaan Joan Mahesa, mereka harus melangsungkan pernikahan hari ini juga dan di saksikan oleh Joan Mahesa.
Mereka tidak bisa membawa Joan Mahesa keluar dari rumah sakit, maka dari itu mereka pilih mendatangkan pendeta untuk memberkati pernikahan Kendra dan Clarissa yang terkesan mendadak dan tanpa persiapan.
Dengan di saksikan Retno dan Teguh, juga dua orang asisten rumah tangga Joan dan Joan yang juga di jaga ketat oleh dua orang dokter, Kendra resmi menikahi Clarissa di ruang ICU dan di berkati oleh pendeta dan bibi merekam momen tidak biasa itu dengan ponselnya, akan tetapi beberapa menit setelah Kendra melakukan ciuman pertama sebagai tanda jika dia sudah menikahi Clarissa, Joan Mahesa justru menghembuskan nafas terakhirnya dengan perasaan tenang.
Di hari yang sama, Joan Mahesa di bawa pulang dan dimandikan, untuk di doakan dan selanjutnya di kuburkan dengan baik di samping kubur Renata, istrinya.
Sama seperti kemarin, saat Renata di kuburkan, kali ini Clarissa juga kembali mendung, air matanya mengalir tidak henti-hentinya, dan Retno dari tadi terus memeluk gadis itu dan menenangkannya.
Malam semakin larut dan Clarissa sudah kembali ke kamarnya, masih dengan tangis kesedihannya, sementara Retno dan sang suami pamit pulang setelah Kendra mengatakan akan menginap di rumah itu untuk menjaga Clarissa. Menjaga Clarissa ya, bukan untuk malam pertama. Catat.