Federic sudah lebih baik, dia sudah keluar dari kamar dan ikut sarapan bersama dengan sang cucu. Melihat Arthur yang focus bicara dengan Felix selama sarapan, membuat Federic menghela napas berat. “Kakek, kenapa?” tanya Arthur.
“Kau sudah diumur yang pantas untuk menikah.”
Arthur terkekeh mendengarnya, dia memberi isyarat supaya Felix melangkah pergi dari ruangan tersebut. “Kenapa Kakek tiba-tiba berfikiran seperti itu? Lihat Felix, dia lebih tua dariku tapi belum menikah juga.”
“Jangan bercermin darinya. Perusahaan sudah stabil, kau mapan, tinggal mencari pasangannya saja.”
“Kenapa harus mencari pasangan disaat Arthur punya kekasih?”
“Dari dulu kalian selalu putus dan menyambung. Dia juga baru mengawali karirnya. Kakek berharap kau menemukan wanita rumahan, yang diam dirumah mengurus anak saja. Kau butuh wanita seperti itu, bukan wanita yang bekerja.”
“Kakek, menikah itu butuh persiapan.”
“Kakek ingin melihatmu menikah sebelum meninggal.”
Ekspresi Arthur menjadi berubah. Dia menatap sendu sang Kakek. “Jangan berfikiran seperti itu, Kakek akan panjang umur. Bahkan sampai aku memiliki anak.”
“Maka dari itu, lakukan secepatnya.”
“Aku mencintai Nancy, dan akan berusaha menariknya ke dalam pernikahan. Kakek tunggu saja kabar bahagianya,” ucap Arthur mencoba menenangkan sang Kakek.
Karena kenyatannya, sangat sulit mengajak Nancy menikah. Bahkan itu sebuah kemustahilan untuk saat ini. “Bukannya Kakek mau ke Italia dulu setelah sehat?”
“Entahlah, Kakek belum merasa sehat sekarang.”
“Ingin pergi ke Rumah sakit?” tanya Arthur.
Sebelum Kakek menjawab, ponsel Arthur berdering. Itu dari Maury. “Hallo?”
“Tuan, bolehkah Nona Anna keluar dari kamarnya? Saya yang bertanggung jawab atasnya. Hanya mengajaknya untuk membuat kue saja.”
“Ajak saja. Dan belikan dia ponsel juga.”
“Maaf, Tuan?”
“kau mendengarku, Maury.”
“Baik, Tuan.”
“Siapa?” tanya Kakek. “Siapa yang ingin kau belikan ponsel?”
“Pembantu baru.”
“Kenapa kau membelikannya ponsel?”
“Dia miskin,” ucap Arthur malas membahasnya lagi. “Hari ini Kakek mau kemana?”
“Bertemu teman-teman. Kau mau tidak dipertemukan dengan salah satu cucu teman Kakek?”
“Tidak, terima kasih. Aku berangkat sekarang,” ucapnya bergegas pergi dari sana.
Sementara itu, untuk pertama kalinya Anna keluar dari kamar secara bebas. Bersama dengan Maury yang mendampingi, Anna melihat istana yang begitu megah. Dia juga melihat beberapa pelayan yang menatapnya dengan tajam seolah tidak menyukainya.
“Maury, apa tidak apa mengajaknya keluar?” tanya sang supir yang sebelumnya mendapatkan luka saat Anna hendak kabur.
“Tidak apa, Tuan sudah mengizinkannya.”
Pria itu menatap tajam Anna. “Awas kalau kau macam-macam.”
“Hentikan itu, dia milik Tuan Arthur.”
“Tuan Arthur sendiri menyebutnya peliharaan,” ucap sang penjaga yang akan ikut malam ini. mendekat dan menatap tajam pada Anna.
Membuat perempuan itu menunduk dan bersembunyi dibelakang tubuh Maury. “Tidak apa, Nona. Mereka memang seperti itu.” maury bahkan memberikan tatapan tajam pada mereka supaya tidak memojokan Anna lagi.
Berada dirumah ini, jiwa Anna rusak. Banyak ketakutan dan kekhawatiran dalam pikirannya. Saat di mobil pun, Anna menggenggam tangan Maury terus. “Kita akan makan malam diluar sembari mencari ponsel untuk anda, Nona. Anda pasti akan menyukainya.”
“Terima kasih, Maury.”
Melihat megahnya kota Verona, mata Anna sampai terbelalak. Dia bahkan baru pertama kali naik mobil mewah.
“Dengar, jangan berani kabur atau kau akan menjadi gelandangan. Paham?” sang bodyguard memberi peringatan sebelum turun dari mobil.
“Hentikan itu, Nona Anna tahu apa yang harus dia lakukan,” ucap Maury kesal. Dia membawa Anna masuk ke dalam mall.
***
Masuk ke dalam mall untuk jalan-jalan dan mencari makan malam. pengawasan sang bodyguard tidak pernah lepas dari Anna. Khawatir perempuan itu kabur lagi. “Nona Anna, mana yang anda sukai?”
“Semuanya enak, Maury. Terima kasih sudah mengajakku kesini.”
“Anda suka juga ponsel barunya?”
Dibelikan ponsel baru. Anna langsung tahu untuk apa nanti. Semalam saja, dia dipaksa melakukan hal yang tidak senonoh. Dihadapan kamera tanpa busana. “Suka, terima kasih, Maury.”
“Bagaimana kalau nanti kita jalan-jalan? Mencari makanan untuk Nona dikamar supaya tidak bosan.”
Anna mengangguk. Kali ini dia benar-benar dibebaskan meskipun dalam pengawasan. Anna membeli beberapa makanan untuknya menonton film di istana besar Arthur. sambil melangkah, sambil bicara dengan Maury.
“Jadi…. Dia punya kekasih di Chicago?”
“Ya, kekasihnya seorang influencer. Mereka sudah cukup lama bersama.”
“Apa Arthur akan rutin datang ke Italia?”
“Biasanya satu bulan sekali di akhir bulan nantinya. Hanya beberapa hari.”
“Tapi kemarin dia berminggu-minggu disini.”
“Mungkin karena Nona masih baru disini.”
Anna menghela napasnya dalam. “Belum pernah ada wanita sepertiku?”
“Tidak ada, Nona. Anda yang pertama kali.” Maury mengalihkan perhatiannya. “Bagaimana dengan snack ini, Nona? Ini sangat enak.”
Anna mendapatkan banyak makanan sore ini. Pulang ke mansion dengan bodyguard dan supir yang kesulitan membawa barang ke kamar Anna. “Masuk duluan, Nona. Diluar dingin, saya akan ke gudang penyimpanan dulu,” ucap Maury.
“Sana masuk,” perintah sang penjaga.
Melangkah sendiri ke dalam, Anna yang haus langsung pergi ke dapur. Dia menuangkan air untuk dirinya sendiri. Namun, sepertinya Anna ingin teh hangat, tapi dia tidak tahu dimana letak tehnya. “Permisi, bisa tolong buatkan aku teh manis?” pada salah satu pelayan disana.
“Kau tidak bisa membuatnya sendiri?”
“Aku tidak menemukan tehnya.”
Yang lainnya ikut datang. “Cari. Kau bukan majikan kami, kau hanya w************n yang dipakai Tuan Arthur. Jangan mengira kau adalah Nyonya disini.”
Anna diam sejenak. “Aku tidak masalah membuatnya sendiri. tapi tolong bantu aku mencarikan tehnya.”
“Maury bersikap baik padamu karena kasihan. Tuan saja jijik padamu, apalagi kami.”
“Perhatikan ucapan kalian!” teriak Maury yang baru masuk. “Beraninya kalian mengatakan itu pada Nona Anna! Tuan bahkan memberikannya salah satu kamar terbaik, dan kalian berani menghinanya?!”
“Maury….” Mereka menunduk saat sang kepala pelayan datang. “Kami tidak bermaksud seperti itu. hanya saja… dia hanya wanita yang menghangatkan ranjang Tuan.”
“Lalu? Kalian berhak menghinanya?! Mari kita telpon Tuan dan liat reaksinya jika kalian merendahkannya."
“Tolong jangan lakukan itu, Maury! Kami hanya bercermin dari tindakan, Tuan.”
“Tolong maafkan kami.”
Mereka berbondong-bondong minta maaf. Panic jika harus berurusan dengan majikannya. Maury menghembuskan napas kasar. “Perhatikan ucapan kalian dan hormati Nona Anna. Sekarang, buatkan teh hangat.” Begitu menatap Anna, tatapannya langsung lembut. “Mari saya antar ke kamar, Nona. Semua makanan anda sudah ada disana.”
Namun, Anna juga sadar siapa dirinya. “Terima kasih, Maury,” ucapnya saat menaiki tangga.
“Tidak perlu berterima kasih. Anda memang seharusnya dihargai disini, nanti saya akan mendisiplinkan mereka.”
Kembali ke kamar yang didesain untuk seorang Ratu, dengan interior yang mewah. Anna ditinggalkan sendiri, dengan pintu yang kembali dikunci. Ponsel ditangannya tidak banyak berguna. Hanya ada dua kontak, yaitu milik Maury dan Arthur.
Anna mencoba menghubungi kekasihnya lagi, tapi tidak terhubung. “Dia mengotak-atik ponsel ini. Tidak banyak membantu,” gumam Anna melemparnya pelan.
Namun begitu ponselnya berdering, Anna langsung mengangkatnya. Panggilan video call dari Arthur. Anna langsung panas dingin. “Tuan….”
“Lakukan seperti semalam.”
Anna menahan tangisannya. “Tuan, bisakah… malam ini aku beristirahat?”
“Tentu, kau juga akan istiraahat di ruang bawah tanah. Tanpa makanan.”
Anna langsung diam.
“Minum obatnya. Aku suka melihatmu menjadi liar.”
Tanpa berkata apa-apa lagi, Anna mengambil obat yang ditinggalkan Arthur. Obat yang membuat gairahnya naik, kemudian membuat Anna menggila sendiri. Arthur benar-benar menyiksanya.
***
Hari demi hari terlewati. Arthur sudah tiga minggu berada di Chicago. Memasuki minggu ke empat, Anna kembali dilanda rasa takut. Dia akan tidur di lantai lagi, mendapatkan kekerasan dari Arthur. walaupun selama tiga minggu itu Anna masih mencari cara untuk keluar dari sini. Tapi rasanya mustahil, karena pengawasan dimana-mana.
Namun, hampir tiap malam Anna diminta melakukan hal yang tidak senonoh. Itu merusak mental dan hidupnya. Membuat Anna takut juga menghadapi hari yang akan datang.
“Nona?” Maury yang masuk saja, tidak disadari oleh Anna. “Kenapa belum siap? Bukannya hari ini akan ke mall? Ayok bersiap.”
Meskipun Anna dibebaskan keluar dari kamar, tapi tidak sepenuhnya bebas. Jika Maury memiliki rencana atau jadwal lain, maka dia harus tetap dikamar dengan posisi terkunci juga.
“Ayok? Saya bawakan mantelnya ya?”
Anna mengangguk saja, dia dipakaikan baju hangat oleh Maury sebelum dibawa keluar. “Hei, ambilkan sarung tangan Nona di kamar,” perintah Maury pada bawahannya.
“Baik.”
Meskipun mereka tidak berani lagi bicara tajam, tapi tatapan yang mereka lemparkan tetap ada. Anna masuk ke dalam mobil didampingi Maury. Kembali ke mall yang sama. Kali ini, mereka membeli baju untuk Anna. “Tidak perlu membelikanku baju bagus, Maury. Aku tidak pergi kemanapun.”
“Anda harus memakainya, Nona. Ini baju santai, tapi bermerk. Tuan membebaskan anda memakai semua uangnya. Jika anda ingin mobil, Tuan bahkan bisa membelikannya.”
“Tapi nantinya aku tidak bisa memakainya.”
“Bisa, dihalaman rumah saja.”
Benar kata Maury, semakin dia menurut maka Arthur aakan lebih baik. Namun, menurut pada semua perintah Arthur itu cukup mengerikan. Anna takut, apalagi tentang kekerasannya.
Rasa ingin kabur kembali datang. Tapi mana bisa, ketika ke toko pakaiannya saja, Anna tetap diawasi oleh penjaga.
“Maury, aku ke kamar mandi dulu.”
Dan apakah ini jawaban Tuhan? Karena sang penjaga tiba-tiba pergi ke kamar mandi.
“Maury, aku akan mengambil baju yang tadi. Bisa kau bawakan yang disana? aku takut orang lain mengambilnya.”
“Tentu, Nona. Tunggu sebentar ya.”
Dan ini… kesempatan Anna untuk lari.