BAB 7 - Pemaksaan

1132 Kata
Seperti di hari pernikahan kedua orangtua mereka. Ara kembali mengulang hal yang sama, menginjak salah satu kaki seorang Agra Dhanurendra yang notabene menjabat sebagai Ceo sekaligus Pemimpin perusahaan utama Tanuwidja di Amerika Serikat. Tak peduli mencoreng nama sang kakak di depan semua pegawainya. Agra yang mulai duluan! Menatap berani lelaki itu. Sang Dhanurendra pun hanya berusaha menahan diri agar tidak berteriak sakit, menahan kesal. “Kau ada masalah dengan kaki-ku?!” tukas Agra cepat. Ara membusungkan d**a berani, “Masalahku itu sama bibirnya Kak Agra! Tidak bisa direm!” jawabnya tegas. “Aku bicara kenyataan, air liurmu memang hampir netes tadi,” “Agh!!” Ara menghentikan kalimat Agra seketika berniat menginjak kaki lelaki itu sekali lagi. Tapi sang Dhanurendra sudah lebih dulu menghindar, dalam beberapa detik pertemuan mereka. Suasana yang Ara kira akan canggung dan awkward malah berakhir penuh dengan suara berisik mereka. Keduanya sampai tidak sadar dengan semua pandangan di sekitar, Agra yang pertama kali sadar. Lelaki yang awalnya merasa senang karena berhasil membuat gadis itu kesal langsung sadar, mendehem singkat. Senyuman Agra menghilang dalam sekejap, Kembali memasang wajah dingin, menatap Samuel yang sejak tadi masih diam di belakang Ara. Lelaki paruh baya itu nampak tersenyum tipis, Agra mendesah kecil. Mencoba mengabaikan Ara, lelaki itu menghampiri Samuel. Memberikan sebuah kartu hitam yang hanya dimiliki oleh beberapa orang saja, “Kuserahkan semua keperluan anak itu padamu, Samuel. Belikan apa yang dia perlukan, tapi ingat tetap awasi.” Memberi perintah singkat. Samuel langsung paham, “Baik, Tuan.” Sekilas lelaki itu terdiam, “Apa anda meminta kami datang ke sini hanya untuk memberikan saya kartu ini saja, Tuan?” tanya sang butler sekali lagi. Alis Agra tertekuk sekilas, “Apa maksudmu,” Masih tersenyum kecil, Samuel menatap wanita-wanita di depan resepsionis dan sekertaris Agra. Sosok itu berdiri di belakang Agra, masih dengan senyuman anggun. “Nona Merry, kalau boleh saya tahu apa rapat tuan Agra masih berlanjut sampai sore nanti?” tanya Samuel tiba-tiba. Merry mengerjap sekilas, wanita itu langsung melihat data di layar tab miliknya. “Mm, untuk hari ini sepertinya tuan Agra ada makan siang dan makan malam dengan beberapa klien executive. Ada apa memangnya?” Menatap balik Samuel. “Tuan Agra bukannya lebih baik anda menghabiskan waktu beberapa saat saja dengan nona Ara setelah lama tidak berjumpa? Bagaimana kalau makan siang bersama?” Tiba-tiba memberikan saran. Oke, Ara melongo tak percaya. Lah, dia baru saja datang dari restaurant super terkenal di kota ini dan menghabiskan jutaan rupiah hanya untuk makanan ringan. Sekarang Samuel meminta dia makan siang bersama Agra?! “Samuel, aku ‘kan baru saja selesai makan tadi,” tukas Ara mengerutkan dahinya, jujur saja dia lelah dan ingin segera istirahat, nah ini malah disuruh makan bersama Agra, yang ada dia tambah lelah. Mentalnya. “Tapi anda belum makan siang, anda hanya mencari cemilan saja tadi.” Samuel menatap Agra, “Bagaimana, Tuan? Apa anda sibuk hari ini.” Bahkan setelah semua jadwal yang dijabarkan Merryola. Tapi Samuel seolah beranggapan Agra tidak sibuk. “Tuan Samuel, bukannya sudah saya bilang tuan Agra ada acara makan siang dan makan malam hari ini. Jadi sudah pasti tuan sibuk,” tukas Merry mulai tak setuju dengan keputusan sang butler. Sementara Agra masih bungkam, manik abunya menatap fokus ke arah Ara. “Nah kan, kak Agra pasti sibuk. Lebih baik kita pulang saja, aku mau istirahat. Ayo.” Berjalan mendekati Samuel dan dua bodyguard di dekat lelaki itu, “Aku bisa makan nanti, lagipula ‘kan ada mereka yang menjagaku,” lanjut Ara. Setelah dilihat lebih detail. Berbeda dengan Samuel, dua bodyguard asing yang bersama lelaki itu sebenarnya memiliki wajah cukup tampan, di atas rata-rata malah, usia mereka terlihat tidak jauh berbeda dari Agra. Rambut pirang tertata rapi, kacamata hitam, tubuh tegap berbalut pakaian bodyguard khusus. Sebagai seorang gadis remaja yang belum punya pacar, melihat wajah dua orang tampan di hari pertama ke negara ini merupakan hal yang beruntung. “Aku bisa makan bersama mereka nanti,” Tanpa sadar tersenyum tipis, Ara mengerjap sekilas. Tidak buruk juga, tolong diingat walau Ara polos-polos begini juga, gadis itu tetap suka dengan yang namanya laki-laki tampan! “Iya ‘kan?” Menengadahkan wajah, kedua bodyguard di dekat Samuel tersenyum dan mengangguk kecil. “Tentu saja, Nona Arabella.” Pertama kali mereka berbicara! Ara hampir meleleh. ‘Astaga, kalau Rena dan Helen bertemu dua bodyguard ini pasti mereka berteriak kegirangan,’ batin Ara yakin. Gadis itu sama sekali tidak sadar dengan pandangan yang sejak tadi menatapnya tajam. Ekspresi sang Dhanurendra semakin menekuk, seolah tahu dengan segala pikiran Ara. Ia mendesah panjang. “Tuan Agra, kita ada beberapa pertemuan hari ini. Jadi untuk makan bersama, saya rasa tidak bisa.” ucap Merry menyentakkan Agra kembali. Sang tuan hanya berdiri dengan wajah tertekuk, tanpa basa-basi mengangkat salah satu tangan, “Cancel untuk semua makan bersama klien hari ini. Atur kembali jadwal makan bersama mereka,” Tegas tanpa bantahan, “A-apa? Tapi baru kemarin saya infokan kalau jadwal ini tidak bisa diubah, Tuan.” Tanpa basa-basi mengubah jadwal, sangat jauh dari sikap Agra selama ini. “Tolong dipikirkan lagi.” lanjutnya. “Adikku baru saja datang hari ini, jadi tidak ada salahnya jika aku meluangkan waktu untuknya.” Tersenyum tipis, semua sontak terpesona melihat ketampanan seorang Agra Dhanurendra. Sementara kedua manik Ara memicing curiga. Kakak laki-laki yang tidak biasa tersenyum padanya sekarang mengumbar senyum kemana-mana. Tubuh Ara mendadak merinding, ‘Dia mau apa?’ Menekuk alis tak percaya. Melihat lelaki itu berjalan mendekatinya, Ara reflek memundurkan langkah. Bersembunyi di balik tubuh dua bodyguard tampan miliknya. Oke, dia masih tak percaya dengan laki-laki itu, “Ka-kalau kakak masih ada acara, jangan dipaksakan! Aku bisa pulang dengan mereka kok!” tukas Ara cepat. Senyuman Agra masih tercetak, tidak ada yang mengira tindakan laki-laki itu selanjutnya. Bagaimana tangan besarnya menarik tangan Ara keluar dari persembunyiannya. Mereka kembali berhadapan, “Dibandingkan menghabisi waktu dengan bodyguard kaku seperti mereka, bukannya lebih baik menghabisi waktu dengan kakak tampanmu ini, hm?” Satu ucapan terlontar santai. Ara melongo, jarak wajah mereka sangat dekat. “Tidak mau-hmph!” Agra langsung menutup bibir gadis itu cepat. Menggenggam jemari Ara erat, “Tolong diatur kemarin schedule besok Merry.” ucap Agra lagi. Untuk kali ini Merry mendesah panjang, tahu bahwa semua keputusan Agra tidak bisa diganggu gugat, dia menyerah. “Hh, baiklah. Tapi saya harus ikut, Tuan. Jangan sampai semua jadwal anda kacau hanya karena ini.” tegas sang sekertaris singkat. “Terserahmu saja, ayo.” “E-eh, tunggu dulu!” Tidak bisa menahan tubuhnya sendiri, tarikan Agra seolah begitu berat. Mereka keluar dari sana, hanya karena ucapan Samuel tadi. Kedua manik Ara langsung menatap Samuel tajam, ‘Ini semua gara-gara dia!’ batinnya kesal. Sementara itu, Samuel masih tersenyum hangat, seolah tatapan amarah Ara tidak mempan untuknya. Mungkin karena dia sudah terlalu terbiasa menghadapi sikap jutek Agra. *** ‘Tolong aku!!’
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN