Part 14 (Galau)

1183 Kata
Setelah tiga hari berada di rumah Erik, Akhirnya Qori menempati rumah kontrakannya. Sebuah rumah tipe 36 di sebuah komplek perumahan. Erik yang membayar uang sewanya. Kepindahannya diantar oleh Erik, Rian, Bagas dan tentu saja Tas Joya. Jarak rumah kontrakan Qori sekitar setengah jam dari rumah Erik dan Tasya. " Makasih banyak ya Erik kamu udah banyak bantu aku." Ucap Qori kepada Erik tepat di depan Tasya. Tidak banyak barang yang dibawa hanya baju dan perlengkapan bayi. Di rumah kontrakan itu sudah tersedia semua perabotan. " Sama-sama, semoga kamu betah tinggal di sini." Ucap Erik singkat. Selama ini komunikasi Erik dan Qori sangat terbatas. Erik membuat jarak dengan Qori walaupun Qori selalu berusaha ingin dekat dengan Erik. " Aku ga kan ngelupain kebaikan kamu." Tutur Qori tulus. Gadis yang sedang menggendong anaknya itu menatap Erik lekat. Tatapan penuh arti dan pengharapan. Tasya merasa panas hati. Apa-apaan itu. Qori seolah sedang berusaha mencari muka dan perhatian dari Erik. " Kamu tidurin bayi kamu dulu kasihan." Ucap Tasya memotong pembicaraan Qori. " Oh ya, anak aku belum dikasih nama padahal sudah satu minggu, aku ingin ngasih nama Erika boleh kan?" Ucap Qori sebelum melangkah menuju kamarnya sambil menatap anaknya. " Apa??!! Erika! Aku ga setuju. Kenapa ga kasih nama yang lain saja." Tasya yang sejak tadi sudah kesal jadi terpancing emosinya. Enak saja ngasih nama bayi itu mirip dengan Erik. Bayi itu kan bukan anak Erik. " Sebagai kenang-kenangan saja. Aku ga punya maksud lain." Ucap Qori santai tanpa peduli perasaan Tasya saat ini. " Qori, ga usah lebay deh. Bener kata Tasya, nama anak kamu jangan Erika. Aku ga setuju." Erik sependapat dengan Tasya. Qori akhirnya mengalah ia tidak mau memaksaka kehendaknya apalagi barusan ia melihat ekspresi Erik yang berkata dengan nada tinggi. Tasya dan Erik sudah kembali berada di rumahnya. Sejak tadi Tasya memasang tampang sebalnya. " Sayang, kamu kenapa kok dari tadi cemberut terus." Erik berusaha mencairkan suasana. " Gimana aku ga kesal, aku bete tahu. Qori itu nyebelin banget ya." Ucap Tasya. " Kamu cemburu ya?" Bisik Erik menggoda istrinya. Tasya diam tak bersuara pertanda iya. " Aku ga ada perasaan apa-apa sama Qori, aku hanya nolongin dia aja. Apalagi aku hampir menabrak dia. Sudah kewajiban aku mengurus dia sebagai korban aku. Aku kan sudah menjelaskan semuanya." Ucap Erik panjang lebar. Erik sudah bersumpah tidak ada wanita lain yang ia cintai selain Tasya. Apalagi Tasya itu anak kesayangan omnya mana mungkin ia berkhianat. Tamat sudah riwayat Erik jika berani macam-macam. " Tapi kamu perhatian banget sama dia." Tasya berkata penuh emosi. " Qori juga cari perhatian terus sama kamu." Tasya terlihat cemas. " Sayang kamu jangan gitu dong, please ngertiin aku, aku ingin masalah ini segera selesai. Aku butuh dukungan kamu."Erik membujuk istrinya agar tidak cemburu. " Aku harus menemukan dulu ayah bayinya Qori, kemungkinan Rizal orangnya. Sayangnya sulit sekali menemukannya. Dia kan anak tingkat akhir lagi skripsi. Kosannya juga sudah pindah. Mana ga ada nomor kontaknya lagi. Aku janji akan segera menyelesaikan urusan Qori." Ujar Erik lagi. Tasya diam membisu, tidak ingin membahasnya lagi. Tasya sudah kembali berada di Jakarta. Pikirannya jadi kacau mengingat tentang Qori. Tasya yang jauh dari Erik merasa terancam. Tasya takut jika Qori berusaha merebut Erik darinya. Gelagatnya memang mencurigakan. " Kakak kenapa sih dari kemarin malam kelihatan bete?" Sang Mama menegur Tasya yang bersiap pergi ke kampus. Sejak pulang dari Bogor Tasya tampak murung padahal kalau sudah ketemu kekasih hatinya Tasya akan kelihatan ceria dan membicarakan perjalanannya panjang lebar. Pagi ini saja Tasya tidak ikut sarapan. Ia memilih membawa bekalnya. " Pasti gara-gara Erik ya. Kenapa? Service Erik ga memuaskan?" Dany malah menggoda Tasya. " Apaan sih Pa." Tasya mendengus kesal candaan ayahnya tidak lucu. " Terus kenapa?" Tanya ibunya yang sibuk menyiapkan bekal untuk adik-adiknya. " Ga knapa-napa." Jawab Tasya yang sudah siap berangkat. " O, iya hari ini Ehsan ikut Papa ke kantor ya." Beritahu Dany perihal anaknya Tasya. " Aduh...ntar repot lagi."Tasya tidak yakin. " Ntar jam 11 Mama jemput skalian jemput Nizam. Dulu juga Dhifa sering ikut Papa kok. Tenang aja kalau sama Papa, Ehsan anteng kok. " Ucap sang Mama lagi meyakinkan. " Ya udah. Ehsan jadi anak baik ya." Pesan Tasya kepada putranya yang tengah asyik duduk di sofa dengan mainanya. Ia mencium buah hatiya yang sudah berpenampilan rapi pakai kemeja segala " Waktu kamu KKN hampir tiap hari Ehsan ikut. Lagian Hari ini Papa santai, meeting nya nati siang." Beritahu Dany. Tasya setengah tidak percaya dengan ucapan ayah tirinya itu. Papa Dany emang idola anak-anak. Ia bahkan sudah menyulap sebagian ruangan pribadi di  kantornya menjadi mirip playground. " Ya udah Papa berangkat duluan ya, kamu jangan murung gitu." Dany pamit kepada Tasya dan juga istrinya. Dengan repotnya ia membawa 4 anak. 2 Anak SD, satu anak TK dan Ehsan yang berumur 2 tahun. Tasya dan Heni mengantarnya hingga teras depan. " Beneran Kakak ga knapa-napa? Mama siap siap kok dengerin cerita kamu." Sang Mama berusaha mengintrogasi saat suaminya sudah pergi. " Tasya baik-baik aja. Tasya berangkat dulu takut terlambat. Assalamualaikum." Ucap Tasya. Usai mencium tangan ibunya langsung berlalu karena Pak Ading sudah siap menunggunya. " Waalaikum salam. Hati-hati" Jawab sang Mama sambil masih menyimpan rasa penasarannya. *** " Kenapa nih tuan putri pagi-pagi udah manyun." Alin dan Dina mendekati sahabatnya. Tampak Tasya sedang makan sarapannya. " Udah ah sana." Tasya tak ingin diganggu. " Ayo cerita sama Kakak." Alin menggoda Tasya. " Gaya makannya sih kaya yang lagi stres. Ini bukan Tasya yang biasa. Lupa sama dietnya ya." Dina menatap Tasya. " Aku lagi kesal sama Erik." Ucap Tasya " Tuh kan dugaanku benar. Kamu kesal gegara Erik. Pasti masalah proposal pengajuan proyek pembuatan adik Ehsan ya." Ucap Alin asal. " Apaan sih, ini lebih gawat lagi." Ucap Tasya serius. " Tentang apa, pasti urusan ranjang, atau uang belanja kurang?" Dina menebak-nebak. Masalah yang dihadapi emak-emak ga jauh seputar itu. Dina sering melakukan pengamatan terhadap Mamanya. " Erik kan hampir nabrak cewek hamil yang ternyata temannya terus tuh cewek hamil ga ada suaminya alias hamil di luar nikah. Erik jadi terlibat jauh ngurusin dia mulai biaya rumah sakit, tempat tinggal sama harus nyariin bapa tuh anak. Wanita mana sih yang ga kesal lihat suaminya berjuang segitunya. Semua biaya perawstan dan biaya hidup Erik yang nanggung. Ditambah tuh cewek ga tahu malu banget, keganjenan di depan Erik dan selalu cari muka. Di hadapan aku pun dia berani banget."  Curhat Tasya panjang lebar. " Apa? Aduh hati-hati bisa jadi dia calon pelakor." Ucap Dina. " Apaan sih Dina kamu malah bikin Tasya tambah panik." Alin mencubit Dina. " Ya itu tadi Tasya nyebutin tanda-tandanya. Cewek macam itu harus diwaspadai apalagi dia lagi butuh ayah buat anaknya." Seru Dina. " Yang namanya pelakor mah bisa ngelakuin berbagai cara untuk dapatin tuh cowok termasuk cara kotor. Aduh Tasya buruan bertindak jangan sampai dia berbuat jauh." Ucap Dina lagi. Pelakor. Tidak, Tasya  tidak akan membiarkan itu ada dalam rumah tangganya. Pikirannya jadi ingat Erik. Dia sedang apa dan dimana. Tasya ingin segera kembali ke Bogor. Padahal belum 24 jam dirinya berada di Jakarta. Tasya galau, Tasya khawatir....Tasya takut jika ucapan Dina itu benar. TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN