Akhirnya kegiatan KKN Erik dan Tasya berakhir sudah. Semua yang terjadi selama KKN di tempat Tasya tidak berbuntut panjang karena Haris tidak mengganggu Tasya lagi. Nampaknya ia merasa jera. Sampai usai KKN semua berjalan normal.
Erik dan Tasya menikmati sisa liburannya dengan tenang selama sepekan ini.
Keduanya menghabiskan liburan dengan mengasuh anaknya yang ditinggal cukup lama bersama Oma dan Opanya.
Ehsan sudah berumur 2 tahun dan sudah pandai bicara segala tingkahnya sangat lucu dan menggemaskan.
Tidak ada acara ke luar kota hanya mengunjungi tempat-tempat wisata sekitaran Jakarta saja.
Hari ini adalah hari terakhir Erik berada di Jakarta. Esok ia harus kembali ke kampus untuk acara ospek mahasiswa baru. Kegiatan kuliah sendiri baru dimulai pekan depan.
Sebenarnya ia malas pulang ke Bogor makanya sudah lewat jam 7 malam ia belum berangkat. Apalagi Ehsan belum tidur, jika tahu Erik pergi bayi itu pasti rewel.
" Bobo....bobo...." Ehsan mengajak Erik tidur. Matanya sudah tampak lelah.
" Ayo sayang..." Erik memangku putranya menuju kamar Ehsan.
Erik pun segera menidurkannya. Untung hanya 5 menit saja sudah terlelap. Padahal biasanya butuh wajtu setengah jam untuk membuat pangeran kecilnya pergi ke alam mimpi. Membaca sebuah dongeng adalah hal wajib.
Jika Erik ada di rumah Ehsan sangat manja tidak mau dengan siapa pun kecuali Erik ayahnya.
" Jadi berangkat sekarang?" Tasya mendekati Erik yang sudah siap dengan ranselnya.
" Iya, soalnya besok jam setengah tujuh harus sudah di kampus." Jawab Erik.
" Kenapa ga shubuh aja deh perginya" Tasya berusaha membujuk Erik. Gadis itu sebenarnya masih ingin berlama-lama berada di samping orang yang dicintainya.
" Ntar kesiangan." Jawabnya.
" Ya udah, hati-hati di jalan." Tasya tidak bisa memaksanya.
" Hari Rabu jadi ke Bogor kan?" Tanya Erik
" Iya. InsyaAllah" Tasya mengangguk.
" Kalian baik-baik di rumah ya. Nginep di rumah Mama aja selama Oma dan Opa ga ada." Pesan Erik.
" Oke." Tasya mengangguk lagi.
Keduanya berjalan menuju luar rumah.
" Hati-hati nyetirnya jangan ngebut." Pesan Tasya saat melepas kepergian suaminya.
Erik memeluk dan mencium sang istri sebelum berpisah.
" Ih Ayah apaan, ada kamera CCTV, malu kan adegan kita terekam." Tasya tersenyum malu. Tingkah Erik berlebihan apalagi mereka berada di luar walaupun sudah malam tetap saja bakalan terlihat.
Erik hanya tersenyum.
" Assalamualaikum." Pamit Erik.
" Waalaikumsalam." Tasya melambaikan tangannya.
Gadis itu masih berdiri mematung hingga mobil yang dikendarai Erik menjauh. Ada perasaan aneh yang dirasakannya. Cemas, takut dan sedih. Semoga di perjalanannya Erik baik-baik saja.
Pukul 10 malam Erik mengendarai mobilnya dengan kecepatan lumayan. Ia baru pulang dari Jakarta. Kebetulan jalanan mulai srpi.
cekittt...
Erik mendadak mengerem mobilnya. Hampir saja ia menabrak seorang perempuan.
Erik langsung ke luar dari mobil dan memburu wanita yang kini terduduk di tengah jalan.
Pemuda itu kaget begitu sadar siapa wanita yang hampir ditabraknya.
" Qori, kamu ga kenapa-napa?" Tanya Erik kepada gadis bernama Qori itu.
" Perutku sakit." Gadis itu meraba perutnya yang buncit. Erik memperhatikannya.
Qori hamil!!! Batin Erik.
" Astaghfirullah, ayo kita ke rumah sakit." Erik kaget saat di bagian kaki gadis itu mengalir darah segar.
Wanita muda yang hampir tertabrak itu adalah Qori. Erik lumayan kenal dengannya karena dulu ia adalah kecengan Rian, namun Rian kalah saing dengan Rizal. Sehingga mahasiswa bernama Rizal lah yang berhasil menjadi kekasih Qori.
Beberapa bulan ini Qori memang menghilang. Menurut info ia sedang cuti. Hubungannya dengan Rizal juga sudah berakhir. Erik tidak menyangka jika Qori sedang hamil besar. Apa mungkin terjadi sesuatu padanya. Entahlah. Ini bukan saat yang tepat untuk mewawancara gadis itu. Keselamatan gadis itu dan bayinya lebih penting.
" Anda suaminya? Bu Qori harus segera dioprasi." Ucap dokter yang memeriksanya.
" Bukan. Saya...saya temannya." Ucap Erik mengatakan yang sebenarnya.
" Keluarganya di luar kota." Beritahu Erik.
Dalam kondisi seperti ini seharusnya keluarga Qori ada bersamanya namun Erik bingung. Bagaimana menghubunginya. Ia kan tidak terlalu kenal dengan gadis itu. Keluarganya ada di Tanggerang.
" Bu Qori harus segera dioperasi dan harus ada yang bertanggung jawab." Ucap dokter wanita itu serius.
" Lakukan yang terbaik, saya yang bertanggung jawab." Ucap Erik tanpa pikir panjang lagi. Jika terjadi sesuatu pada Qori dirinyalah yang merasa bersalah.
Erik segera menghubungi Rian dan Bagas untuk menyusulnya ke rumah sakit. Ia butuh kedua sahabatnya itu.
Bagas dan Rian langsung menuju tempat dimana Erik berada.
" Ada apa sih Rik? Gua tadi lagi tidur si Bagas bangunin gua. Gua pikir lo yang masuk rumah sakit." Rian ngomel-ngomel. Namun tampak lega karena Erik sehat walafiat.
" Iya ada apaan, siapa yang kecelakaan?" Tanya Bagas penasaran.
" Tadi gua hampir nabrak orang, wanita hamil. Sekarang ada di dalam." Erik mengusap wajahnya kasar. Masih kaget.
" Apa?" Keduanya melotot.
" Please, Jangan hubungi Tasya." Erik memohon.
" Tenang aja kita bakalan jaga rahasia kok." Ucap Rian sungguh-sungguh.
" Wanita itu Qori" Beritahu Erik kepada kedua sahabatnya.
" Qori hamil....!!?" Rian dan Bagas serempak berujar dengan nada kaget.
" Jangan-jangan ini alasan dia menghilang, tapi kok bisa sih hamil kapan nikahnya, siapa suaminya?" Rian bertanya polos.
" Dasar b**o. Bikin cewek hamil tanpa nikah bisa kali." Ucap Bagas.
" Apa mungkin si Rizal ayah bayinya, tapi mereka kan udah putus." Ucap Rian.
" Si Qori diputusin gara-gara hamil kali." Bagas menduga-duga.
" Udah ah kalian jangan asal nuduh. Nanti kita cari tahu kebenarannya." Erik menenangkan situasi.
Ketiganya kini duduk menunggu di bangku depan ruang operasi. Tentunya dengan perasaan was was.
" Oprasinya sudah selesai, bayinya perempuan. Ibu dan bayi selamat dan sehat. "Dokter menemui Erik.
" Alhamdulillah." Erik bernafas lega.
Erik tidak tahu harus bagaimana apalagi Bagas dan Rian. Hanya kalimat itu yang bisa diucapkan.
Kini Qori sudah ada di ruang perawatan bersama bayinya.
Erik langsung menengoknya sementara Bagas dan Rian barusan pamit ke toilet dulu.
" Makasih banyak ya Rik, kamu udah nolongin aku." Ucap Qori tersenyum bahagia.
Di samping ranjangnya, bayi perempuannya tertidur nyenyak di box bayi. Bayi mungil yang cantik mirip dengan dirinya.
" Sama-sama, aku juga minta maaf hampir menabrak kamu." Erik yang merasa bersalah bernafas lega karena ibu dan bayi selamat dan sehat. Namun ia penasaran dengan misteri kehamilan Qori.
Erik mendekati box bayi menatap bayi itu, ia jadi ingat dulu saat Ehsan lahir. Ia tak ingin jauh dari anaknya.
" Kalau boleh aku tahu ayah bayi itu mana?" Tanya Erik penuh rasa ingin tahu.
deg
Raut wajah Qori berubah sedih. Ia tidak bisa menahan tangisnya.
Ayah? Semua pasti bertanya hal itu. Qori sendiri tidak tahu harus menjawab apa. Selama 6 bulan ini ia merahasiakan kehamilannya. Bahkan orangtua dan keluarganya pun tidak tahu.
Erik sudah bisa menduga jika Qori hamil di luar nikah.
" Maaf, Kalau kamu tidak mau mengatakannya tidak apa apa." Erik jadi merasa bersalah. Ia tidak mau memaksanya.
" Pasti si Rizal kan?" Tiba-tiba Rian yang baru datang berujar.
" Iya, bilang aja. Kamu ga usah takut Qori biar kita seret si Rizal buat tanggung jawab." Bagas menimpali.
" Udah, mending soal itu nanti kita bicarakan lagi. Kamu jangan nangis kasihan bayi kamu." Erik tidak mau melihat Qori terus bersedih.
" O iya aku yang akan menanggung semua biaya rumah sakit. Aku pamit dulu nanti sore aku balik lagi ke sini. Aku harus ke kampus pagi-pagi." Erik pamit meninggalkan Qori.
Kondisi Qori tampak baik-baik saja makanya Erik ingin segera pergi meninggalkannya.
" Kalau ada apa-apa panggil suster. Oh iya ini kartu nama aku." Ucap Erik lagi. sambil memberikan kartu nama berisi nomor kontaknya.
" Makasih." Ucap Qori lirih.
Bagas dan Rian pun mengekor Erik. Waktu menunjukkan pukul 4 Pagi. Mereka tampak lelah khususnya Erik yang belum memejamkan matanya.
Ketiganya langsung meluncur menuju kediaman Erik. Bagas mengendarai motornya sementara Rian mengemudikan mobil Erik karena yang punya malah langsung tertidur.
TBC