" Selamat Pagi sayang, gimana udah baikan?" Tasya baru selesai shalat subuh. Ia sengaja tidak buru-buru membangunkan Erik. Kondisi Erik cukup mengkhawatirkan walaupun tidak separah Haris.
" Lumayan. Badan pegel semua." Ucap Erik seperti menahan rasa sakit.
" Ya udah kamu sholat dulu terus istirahat lagi." Ucap Tasya sambil membantu Erik bangkit. Saat keningnya diraba suhunya normal.
Seharusnya pasangan muda ini saling melepas rindu karena dua minggu tidak berjumpa. Ini malah terjadi musibah. Malam minggu jadi terlewatkan begitu saja.
" Kamu ga ada apa-apa kan sama Haris?" Erik mendekati istrinya yang sedang membereskan tempat tidur.
Pemuda itu baru saja usai menunaikan ibadah wajib.
" Ayah masih cemburu?" Tasya menatap suaminya yang kembali berbaring.
Setelah kejadian kemarin Tasya pikir Erik tidak akan membahasnya lagi.
" Gimana ga cemburu, aku lihat kalian berduaan di warung." Erik membayangkan kembali dimana istrinya sedang berduaan dengan Haris. Si playboy kacamata.
" Serius, Aku ga suka sama dia. Aku berusaha ngehindar, dia malah deketin aku terus. Soal di warung itu kita cuma minum doang. Biasanya kalau ke SD, aku bareng Nana tapi dia lagi mudik. Si Haris maksa-maksa nemenin aku. " Tasya memberi penjelasan.
" Beneran? Tapi dia mirip mantan kamu. Kali aja kamu tertarik." Ucap Erik dengan nada sebal.
" Aku cuma cinta sama kamu. Ga ada cowok lain di hati aku. Haris emang mirip Rangga, tapi aku udah lupa sama yang namanya Rangga. Kamu harus percaya sama aku." Tasya meyakinkan Erik.
Tidak ada pemuda lain yang lebih baik dari Erik. Erik Tampan, baik, pintar, soleh dan punya segalanya. Kurang apa lagi. Hanya wanita bodoh yang akan menghianati pria seperti Erik.
Tasya lalu mendekati suaminya. Walaupun ada lebam di wajahnya, ditambah wajahnya yang mulai ditumbuhi cambang Erik tetap ganteng.
" Kamu harus percaya sama aku." Ucap Tasya sekali lagi.
Erik malah menarik lengan Tasya. Hingga Tasya terjatuh menghantam tubuh Erik.
" Aduh..." Tasya kaget.
" Jangan pernah berpaling dariku, Aku ga mau kehilangan kamu. Aku ga rela kamu deket sama cowok mana pun. Kamu cuma milik aku." Ucap Erik lalu memeluk Tasya posesif.
" Katanya sakit badan." Tasya berkata setengah berbisik. Saat Erik mulai bertindak yang bukan-bukan.
" Siapa tahu jadi sembuh." Tawa jahil Erik.
Semalam Erik langsung terkapar tak berdaya di atas tempat tidurnya usai dibalur dengan minyak rempah.
" Ha...ha..." Tasya tak kuasa menahan tawanya.
" Ayo...." Erik menarik selimutnya.
Nih cowok lagi sakit juga masih m***m aja.Batin Tasya tersenyum.
" Ayo....yang sakit kan cuma badan" Erik seperti bisa membaca pikiran Tasya.
Kalau sudah seperti ini Tasya tidak bisa berkata apa-apa.
"Ayah.... Bunda.....lihat nih ada anak ganteng." Terdengar suara di depan pintu kamar.
" Kayanya itu suara Mama....." Tasya terkejut. Segera bangun. Sejak tadi ia memang belum keluar kamarnya.
" Baru jam 7, emang mereka dari jakarta jam berapa? Cepetan sana mandi, aku yang bukain." Erik segera berpakaian dan membereskan tempat tidurnya yang acak-acakan.
Tasya sendiri segera melarika diri ke kamar mandi. Malu kalau sampai kepergok.
" Ma..ma... Apa kabar?" Erik membuka pintu kamar. Menyapa ibu mertuanya.
" Alhamdulillah baik. Erik kamu kenapa? kok wajah kamu biru-biru gitu. Abis berantem ya?" Heni menatap menantunya penuh selidik.
" Ayah...." Ehsan langsung meminta digendong. Dan Erik langsung meraihnya. Anak itu sudah sangat merindukan ayahnya, sebaliknya Erik pun demikian.
" Sayang, ayah kangen banget. Kamu udah gede ya. muach..muach..." Erik menciumi anaknya.
" Kamu kenapa?" Sekali lagi Heni bertanya.
" Jatuh dari motor." Bohong Erik. Ia tidak mungkin menceritakan kejadian di Desa Cijeruk.
" Beneran?" Heni masih tidak puas dengan jawaban Erik.
" Iya." Erik mengangguk.
" Terus, Tasya ga knapa-napa?" Wanita itu langsung menanyakan putrinya.
" Alhamdulillah Ngga. Yang jatuh hanya Erik aja, di jalan pas mau jemput Tasya" Erik kembali berbohong.
"O ya, Kok pagi-pagi udah nyampe." Tanya Erik.
" Dari sana jam 5 biar ga macet. Anak- anak juga pada belum mandi." Seru wanita yang masih tampak muda di usianya yang hampir 45.
" Kak Erik.......!!!" Tiba - tiba muncul pasukan Adik Tasya diikuti ayah mereka.
Dhira, Dhifa, dan Nizam berhamburan memburu Erik.
" Tasya kemana?" Tanya Dany.
" Lagi mandi." Jawab Erik.
" Kalian pada mandi dulu yuk. Ehsan juga." Heni langsung memberi perintah kepada anak-anaknya.
" Dingin...." Teriak Nizam.
" Kok males gitu sih." Erik menggelengkan kepalanya.
" Itu muka kenapa Rik?" Dany menatap sang keponakan yang juga menantunya.
" Kemarin jatuh dari motor." Jawab Erik persis seperti yang dikatakannya krpada Heni.
" Ya udah Mama siapin sarapan dulu ya. Mama bawa makanan banyak. Pasti kalian sudah pada laper kan. Ntar habis sarapan harus pada mandi. Kita jalan-jalan." Heni segera meninggalkan mereka.
Usai sarapan Dany langsung mendekati Erik.
" Ini bukan sembarang luka, kalau jatuh dari motor pasti motornya knapa-napa." Dany memeriksa kondisi Erik dan juga motornya.
" Hmmm,..." Erik kehilangan kata-kata.
" Kamu bohong kan, bilang aja habis berantem. Berantem sama siapa?" Dany menatap keponakannya penuh selidik.
Erik jadi bingung. Haruskah ia jujur. Jujur sama dengan membuat pria itu turut campur urusan pribadi antara dirinya dan Haris yang ujung-ujungnya masalah bertambah panjang. Masalah Tasya sama dengan masalah Dany.
" Tadi malam dikroyok preman Pa." Tasya membantu Erik memberi jawaban.
" Kok bisa." Dany heran. Erik kan pandai beladiri masa sampai kalah.
" Mereka berusaha malak kita. Ada banyak premannya. Untung Erik berhasil mengalahkan mereka, walaupun Erik sendiri terluka." Bohong Tasya lagi.
" Lain kali hati-hati. Jangan pakai motor segala. Buruan periksa ke dokter takutnya ada apa-apa" Dany sok perhatian.
" Cuma sedikit lecet dan pegel aja." Jawab Erik.
" Nanti minta Mama urut bagian yang sakitnya." Saran Dany. Istrinya itu memang pandai kalau soal urut mengurut dan pijat memijat.
" Thanks Bunda sayang, aku bingung harus ngomong apa sama papa kamu yang galak itu." Erik berterima kasih kepada istrinya.
Erik tidak ingin masalahnya diketahui orang tua Tasya. Apalagi Dany yang selalu turun tangan jika ada masalah serius.
" Kamu balik ke desa ntar aja ya hari selasa. Sekarang istirahat dulu. Nanti bareng lagi berangkatnya. Aku nanti izin sama ketua." Ucap Tasya.
Tasya sendiri tidak tahu kabar teman-teman KKN setelah peristiwa kemarin sore. Ia berharap Haris baik-baik saja, karena kalau kondisinya parah dan sampai diketahui warga desa atau terdengar pihak kampus urusannya bisa rumit. Semoga Haris tidak mempermasalahkan kasus ini.
Erik sendiri tidak peduli apapun yang terjadi semua kan berawal dari mahasiswa kedokteran itu yang berani-beraninya mengganggu istrinya.
" Erik...ayo ikut Mama sini." Ibunya Tasya memberi perintah agar Erik mendekat ke arahnya. Wanita itu sudah siap dengan semangkuk ramuan khususnya.
" Ayo sayang, kamu diberi perawatan dulu sama Mama. Mudah-mudahan sakitnya segera sembuh." Tasya menuntun suaminya.
" Aku belum mandi nih." Erik baru sadar jika dirinya belum ke kamar mandi.
" Ga apa-apa mandinya nanti siang aja ya." Tasya tersenyum.
Erik diurut dan dipijat Heni di ruang tengah. Tangan ajaib ibu mertuanya membuat otot-ototnya yang tegang dan kaku menjadi kendur. Rasa sakit di badannya sedikit berkurang.
Sementara Tasya, Dany dan para krucil asyik bermain di halaman belakang menikmati pemandangan sekitar. Tentu saja mereka tampak senang karena selain ada bunga-bunga dan sayur-sayuran, di sana ada banyak hewan ternak juga. Ada kelinci, sapi, kambing, kalkun, ayam dan bebek. Belum lagi ada taman bermain untuk anak. Siapapun pasti betah.
TBC