ketahuan juga

880 Kata
sudah beberapa hari aku meletakkan hadiah itu di dalam laci tanpa ada keinginan untuk memakainya. karna fikiranku masih belum menemukan jawaban atas pertanyaan yang selalu muncul tentang hadiah itu. teringat kejadian setelah pulang sekolah, putra mengatakan aku harus memakai kalung itu hari minggu nanti, karna om yasa ingin melihat ku memakainya. ya om yasa tau kalau aku bekerja di stand mie setiap hari minggu dan tanggal merah. jadi dia pasti akan melihat ku disana karna dia akan mengantar jemput mba asih. aku menghela nafas panjang sambil melihat hadiah ini sampai kakak ku menepuk bahuku pelan. "ngapain bengong aja?" tanyanya. aku terlonjak karna kaget dengan tepukannya. "enggak, cuma lagi bingung aja." "bingung kenapa?"tanyanya lagi aku berfikir apakah harus ku ceritakan kejadian ini atau cari alasan lain. "bingung aja, sebentar lagi ujian sekolah. apa aku harus terus kerja part time atau berhenti? karna waktu belajar cma hari minggu aja buat ujian, sedangkan hari minggu aku harus kerja. menurut kakak gimana? akhirnya aku cari alasan yang lain agar kakak tidak curiga, bukan tidak mau memberitahu kakak masalah yang sebenarnya, karna memang begitulah sifat ku, tak ingin membuat orang susah dengan kesusahan ku. selagi aku bisa menghadapinya sendiri tak seorangpun akan mengetahui kesulitanku, meskipun itu orang tua ku sendiri. "ya kalau kamu gak punya waktu mending kamu ijin aja untuk satu hari, kan gak masalah. coba aja bilang sama teteh nanti pasti teteh kasih tau bisa libur atau enggak." jelas kakak ku "iya deh, minggu ini aku coba bilang sama teteh minta ijin buat minggu depan." kata ku sambil mengangguk kan kepala. setelah mendengar ucapanku lalu kakak membaringkan tubuh di kasurnya, ya aku tidur satu kamar dengannya tapi beda kasur. lalu ku balikkan badan ke arah meja belajar lagi sambil berkata dalam hati, 'maaf ya kak, aku gak bisa bicara yang sebenarnya.' hari ini pun tiba, sekarang hari minggu dimana aku harus memakai kalung pemberian om yasa. yah walau pun kalung ini terlihat cantik karna ada jalinan bunga didepan yang nampak begitu manis, tapi aku risih menggunakannya, sepertinya terlalu mewah jika di pakai setiap hari dan terlihat tidak pantas untuk ku. tapi aku harus memakainya walau berat hati. ku kenakan kalung itu dengan jalinan bunga ku tempatkan di belakang leherku. jadi seperti kalung polos tanpa liontin. dan aku sengaja menggunakan baju berkerah untuk menutupi jalinan bunga yang ada di belakang leherku. tanpa aku sadari ibuku memperhatikan ku dari balik pintu. ketika aku sudah siap dan tepat berada di depan pintu kamar, tiba-tiba ibu langsung bertanya. "kalung dari siapa ani? kok besar sekali?" tanya ibu. "mmm...dari.." aku kaget dan bingung mau jawab apa. "mmm...dari...om yasa bu." kataku pelan karna takut nanti ibu bertindak yang aku tidak bisa fikirkan. "ooohh..." hanya itu jawaban dari ibu. "iya bu, ani pamit kerja dulu ya bu." ucapku tak ingin berlama-lama di hadapan ibu sambil mencium punggung tangannya san memberi salam padanya. setelah ibu membalas salam ku segera kulangkahkan kaki dengan cepat karna tak ingin ibu mengataka apapun yang bisa menahan ku di sana dengan berbagai macam pertanyaan. aku berjalan ketempat kerjaku sambil berbicara sendiri dalam hati, 'ini baru ketahuan sama ibu jantungku udh kaya orang lari maraton, gimana kalau mba asih yang tanya? apa yang harus aku jawab?'. aku terus berjalan sambil memikirkan jawaban apa yang harus ku katakan pada mba asih. setelah sampai di tempat kerja, aku bergegas merapikan stand ku dan membantu teteh membersikhan toko. mba asih belum datang jadi aku bisa tenang bersih-bersihnya. ketika mba asih datang aku sedang didalam jadi om yasa tidak melihatku, jadi perasaanku agak sedikit tenang. tinggal menunggu hari ini apakah mba asih akan bertanya atau tidak. dari pagi sampai siang aku sangat sibuk, karna hari ini tempat wisata sangat ramai pengunjung. jadi aku tidak memikirkan tentang masalah kalung ini. sampai menjelang sore saat aku sedang istirahat dan duduk di belakang etalase mie, tiba-tiba mba asih mengagetkanku dengan ucapannya. "kalungnya bagus ni, kenapa bunganya di taruh di belakang?" tanya mba asih. deg. jantungku tiba-tiba berpacu kencang saat mba ani berkata seperti itu. seperti pencuri yang ketahuan mengambil barang tubuhku tangsung tegang. apa dia tau kalau kalung ini pemberian dari suaminya?. perasaan ku gak karuan, apa yang harus aku katakan? "he he he...iya mba." kataku gugup tanpa menoleh padanya. "loh kenapa emang kenapa kan bagus bunganya." kata mba asih lagi. ku tarik nafas dalam dan ku hembuskan perlahan sambil berbalik menghadapnya. "bagus sih, tapi gak pantas buat saya." jawabku singkat. "kenapa gak bagus?, bagus kok, coba di putar bunganya." ucap mba asih lagi "enggak ah mba, biar gini aja." tolakku sehalus mungkin. "oh ya udh, padahal bagus loh kalungnya." ucapnya lagi. aku tak menjawab hanya senyum padanya. walau sebenarnya untuk senyum pun sangat sulit ku lakukan apa lagi menjawab pertanyaannya. rasanya ingin ku katakan yang sebenarnya pada mba asih dan mengembalikan kalung ini padanya. tapi aku takut kalau nanti mba asih bertengkar dengan om yasa. tapi aku tak bisa memakainya setiap hari. tanpa aku sadari om yasa sudah memperhatikanku dari atas sepeda motornya yang terparkir tak jauh dari tempatku duduk saat ini. ingin aku langsung melepas kalung ini dan mengembalikan langsung padanya, tapi aku takut. ya perasaan takut selalu menghantuiku saat menerima kalung ini. tapi aku tak bisa berbuat banyak, hanya diam saja yang selalu aku lakukan untuk saat ini. 'semoga om yasa tidak menghampiriku sampai jam pulang kerja tiba.' doaku dalam hati.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN