TUL 23 - Ngawur!

1521 Kata
Acara gathering sudah selesai. Savira dan beberapa rekannya yang lain membereskan villa yang mereka sewa untuk acara yang berlangsung selama tiga hari dua malam tersebut. Meski tema yang dibuat adalah acara motivasi employee, nyatanya mereka juga melakukan kerja bakti dengan mengunjungi sebuah desa yang berada tak jauh dari villa mereka. Desa tersebut banyak dihuni penduduk yang sudah berusia lanjut dan beberapanya hanya tinggal sendirian. Anak-anak mereka merantau ke kota, menikah dan akhirnya menetap. Pulang hanya beberapa kali dalam satu tahun. Banyak diantaranya yang mengajak serta para orangtua di desa tersebut untuk tinggal bersama di kota. Namun karena sudah terbiasa hidup dan tinggal di desa, kebanyakan enggan pindah atau akhirnya tidak betah setelah mencoba tinggal di kota dan akhirnya kembali ke desanya lagi. Meski begitu, suasana di desa tersebut sangat harmonis. Satu sama lain saling peduli dengan tetangga yang tinggal sendiri atau membutuhkan pertolongan. Rata-rata pekerjaan mereka di desa tersebut adalah petani sayur dan buah-buahan. Ada juga yang memelihara ternak babi atau ayam. Beberapa di antaranya bahkan ada yang masih bekerja sebagai nelayan pencari ikan. Karena tingkat polusi rendah dan lingkungan yang sangat sehat, rata-rata umur hidup penduduk di sana di atas delapan puluh lima tahun. Meski begitu, usia yang sudah lanjut tentu tetap harus mendapatkan layanan kesehatan yang memadai. Sayangnya klinik dan rumah sakit yang menjangkau cukup jauh dari desa mereka tinggal. Karena itu, kehadiran tim rumah sakit dari tempat Savira bekerja membuat penduduk desa senang dua hari belakangan ini. Untuk menghormati dan sebagai bentuk ucapan terima kasih pada Savira dan timnya, penduduk desa membuat jamuan makan bersama sebelum mereka kembali ke kota. “Tidak ada yang tertinggal ‘kan? Semua sudah dicek?” “Sudah, Sensei,” jawab semuanya hampir bersamaan. “Bagus. Hari ini kita akan melakukan pemeriksaan kesehatan terakhir untuk yang belum sempat dan beberapa yang kondisinya agak berat sebelum ditutup dengan jamuan makan-makan dan kita semua kembali ke kota.” Semua orang mengangguk, lalu berseru senang sambil bertepuk tangan. “Hah… sepertinya aku akan merindukan tempat ini,” ucap Kujira di samping Savira. “Aku juga.” “Bagaimana kalau lain waktu kita pergi ke sini lagi bersama?” ide Kujira tiba-tiba. “Ide bagus.” Savira membalas. Kujira tersenyum senang. Namun hanya sekejap begitu Savira menambahkan kalimat, “Kalau cuti kita dipermudah,” katanya lalu terkekeh. Kujira berdecak ketika Savira sendiri sudah berlalu meninggalkannya. “Kita cari hari libur. Lagi pula ‘kau kan sekarang memiliki mobil dan pengawal yang mengantar jemputmu ke manapun. Bukankah itu memudahkan?” Kujira mengekori Savira. Membuat Savira hanya bisa berdecak dengan ucapan sahabat sekaligus rekan kerjanya itu. Ya, meski Savira mengikuti acara gathering, pengawalnya tetap saja ikut sekaligus membantu Savira dan timnya selama berada di sana. Namun ada satu pemandangan yang menganggetkan ketika Savira dan timnya tiba di desa tersebut. Seorang yang Savira kenali dan beberapa laki-laki lainnya tampak cekatan dan terlihat riangan tangan membantu para tetua yang sedang menyiapkan sajian untuk jamuan makan siang mereka hari ini. Tatapan mereka bertemu. Savira dan Kujira membungkukkan badan kompak sebelum pria itu menghampiri keduanya. “Anda sedang apa di sini?” tanya Savira. “Bibiku tinggal di sini. Aku biasa mengunjunginya satu bulan sekali. Dan kemarin adalah jadwalnya,” terang Kagawashi. Savira memandang Kagawashi dengan tatapan yang masih tak percaya sekaligus kaget. Meski berwajah seram, namun Kagawashi rupanya memiliki kepedulian yang tinggi terhadap keluarganya. Hanya saja, Savira masih belum bisa melupakan kejadian malam itu. Malam di mana di depan matanya Kagawashi menghabisi nyawa adik ipar yang menjadi dalang penculikannya dan Langlang dengan tangannya sendiri. Membuat buluk kuduk Savira tiba-tiba berbaris rapih. Karenanya, Savira masih merasa canggung saat harus berdekatan dengan Kagawashi. Bahkan ketika tangan mereka tak sengaja bersentuhan saat menata meja makan, Savira tampak terlihat menjenggit dan gugup. Hal itu tak luput dari pandangan Kagawashi. Kagawashi lantas berdeham sebelum beranjak ke tempat lain. Savira menatap punggung pria itu dengan lega. “Kau kenapa? Wajahmu tegang sekali?” tanya Kujira. Savira menggeleng seraya menghindarkan kecurigaan orang-orang tentang hubungannya dengan Kagawashi. Sambil membantu Savira, Kujira kembali bertanya padanya. “Kau kenal dengan orang itu?” unjuk Kujira dengan mengendikkan dagunya ke arah Kagawashi. “Kalian terlihat akrab.” “Kami tidak akrab. Aku juga tidak terlalu mengenalnya. Kakakku yang mengenalnya karena mereka punya urusan bisnis,” terang Savira diangguki Kujira. Kujira tahu yang dimaksud Savira dengan kakak ada Zaki. Pria yang notabene adalah seorang pengusaha Indonesia yang sedang menetap sementara sambil membangun bisnis bersama keluarganya di Jepang. Hanya saja dari tampang Kagawashi dan anak buahnya, Kujira tahu pria itu bukan pebisnis biasa seperti Zaki. Batinnya semakin bertanya-tanya ketika Kagawashi mendekat dan memberikan sebotol jus pada Savira. “Terima kasih.” Pria itu tak mengangguk ataupun membalas dengan bahasa tubuhnya. Kagawashi hanya menatap Savira dalam untuk sejenak sebelum kembali menyibukkan diri membantu para tetua dan ponduduk desa bersama anak buahnya. Seorang perwakilan dari desa juga perwakilan dari rumah sakit lantas menyampaikan sepatah dua patah kata sebelum jamuan makan siang itu akhirnya dimulai. Suasana yang begitu ramai membuat acara makan siang itu terasa menyenangkan. Rasa makan yang begitu nikmat karena disajikan dengan bahan yang diambil dari kebun mereka sendiri membuat mereka begitu lahap. Kagawashi yang terlihat sukar berbaur dengan telaten melayani beberapa orangtua yang duduk di dekatnya. Membuat Savira tak sadar menatapnya cukup lama hingga Kujira yang duduk di samping Savira menyengol lengannya. “Jangan dilihat lama-lama. Nanti kau jatuh cinta.” “Bicaramu ngawur sekali.” “Pegang ucapanku.” Savira berdecak lalu mereka menyelesaikan makan siang sebelum berpamitan pada semua penduduk desa. “Kenapa?” tanya Savira karena pengawalnya terlihat mengeluh kesal. “Sepertinya ada yang harus diperbaiki. Tapi bagaimana dengan Nyonya?” Sebelumnya Savira pergi bersama rombongan dan pengawalnya mengikuti dengan mobil yang biasa mereka gunakan. “Tidak masalah. Jangan cemaskan saya. Tapi bagaimana denganmu jika dia ikut denganku?” tanya Savira menunjuk kedua pengawalnya bergantian. “Nyonya tidak perlu mencemaskan itu. Saya akan kirim rekan yang lain untuk membantu.” “Baiklah.” Savira lantas menghampiri minibus yang mereka tumpangi. Namun tiba-tiba saja ketua tim rombongan meminta Savira kembali ke mobilnya. “Kenapa?” “Penduduk desa membawakan masing-masing dari kita oleh-oleh hasil kebun dan ternak mereka. Alhasil mobil jadi penuh. Kau, Kujira dan Minara bisa pulang dengan pengawalmu saja tidak?” “Tidak bisa. Mobil pengawalku juga rusak. Makanya salah satu pengawalku ini akan ikut dengan kita,” terang Savira. “Bagaimana ini?” keluh Kujira memijat keningnya. “Gunakan saja mobilku.” Suara Kagawashi dari arah belakang membuat semuanya menoleh ke arah pria itu serempak. “Akan kukosongkan satu mobil untuk kalian berempat. Kau minta pengawalmu yang mengemudi saja. Bagaimana?” imbuhnya dengan suara datar dan tatapan yang dingin. “Lalu anak buah anda bagaimana, Tuan?” “Tidak usah pikirkan itu. Saat ini kalian harus pulang lebih dulu.” Savira menatap Kujira, Minara dan pengawalnya bergantian. Mereka bertiga menganggukkan kepala tanda setuju dengan ide yang dilontarkan Kagawashi. Toh, di dalam mobil itu hanya ada mereka berempat. Tidak ada Kagawashi maupun anak buahnya yang akan membuat mereka merasa tidak nyaman. Savira pun mengangguk setuju sebelum semuanya kompak mengucapkan terima kasih pada pria yang memiliki luka dalam di pipi kanannya tersebut. Savira kira Kagawashi akan memberikan mobil yang ditumpangi anak buahnya yang lain. Setidaknya yang paling jelek menurut Savira. Namun di luar dugaan Kagawashi malah memberikannya mobil yang semula ditumpanginya pada Savira. “Kenapa?” tanya Kagawashi heran. “Kenapa tidak mobil yang lain, Tuan? Ini kan mobil yang anda gunakan.” “Sama saja. Pakailah. Sebelum hari bertambah petang. Kau bisa mengembalikannya nanti.” Kagawashi berlalu meninggalkan Savira begitu saja setelah mengatakannya. Pria itu terlihat masuk ke dalam mobil van hitam yang diisi beberapa anak buahnya juga kemudian. Savira jadi merasa tak enak. Namun, bagaimanapun ia dan teman-temannya harus segera pulang. Maka, dengan perasaan yang sedikit canggung Savira akhirnya naik ke dalam mobil dan meninggalkan desa tersebut untuk kembali ke rumah. “Kamu pakai mobil siapa, Vira?” tanya Zaki begitu Savira tiba di rumah setelah selesai mengantarkan teman-temannya. Satu satu pengawal lainnya membantu pengawal Savira mengeluarkan hadiah yang diberikan penduduk desa sebagai oleh-oleh. “Mobil Tuan Kagawashi, Mas. Mobilku katanya rusak. Tapi dia bilang udah kirim temannya yang lain buat bantu pengawal yang kita tinggal di desa tadi,” terangnya. Zaki dan Caroline saling menukar tatapan heran. “Kok bisa?” tanya Zaki. “Ceritanya panjang. Tapi aku bisa minta tolong nggak, Mas?” “Apa?” “Mobilnya tolong dicek dulu sebelum dicuci dan dikembalikan. Nanti biayanya aku ganti.” “Nggak perlu. Nanti Mas minta mertua kamu.” “Mas!” Caroline melayangkan pukulan ringan di lengan sang suami yang sedang tertawa lepa. Zaki pun mengangguk. Sedang Savira yang sebelumnya menggelengkan kepala malas masuk ke dalam rumah dan Caroline menyusulnya. “Kalian liburan bareng?” tanya Caroline sambil mensejajari langkah Savira. “Hah? Maksud, Mbak, aku sama Tuan Kagawashi?” Caroline mengangguk. Savira tertawa suram lalu menggeleng keras sambil berkata, “Mbak ngelindur, ya?” “Ya, kalau gitu nanti Mbak bangun aja, biar jadi kenyataan.” Savira menatap horor Caroline yang malah menertawainya puas itu sebelum berlalu ke kamar, membersihkan diri dan tidur sambil memeluk putra semata wayangnya yang sudah terlelap ketika ia tiba di rumah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN