Calon Menantu

1527 Kata
Lelaki itu pun keluar dari kamar ibunya untuk memberikan negosiasi dari ayahnya. Dia sangat tidak setuju dengan pendapat sang ayah yang tidak pernah mendengarkan usulan darinya. Namun, setelah dia melihat ke arah luar ayahnya sudah pergi begitu saja dengan secepat kilat. Lelaki itu pun menendang tembok yang ada di sampingnya. “Argh …! Papah memang tidak pernah memberikan sedikit kemauanku!” Perempuan paruh baya itu pun keluar dari kamar menggunakan kursi rodanya. Tangannya terus memutar roda yang besar itu. “Refal?” Keluh yang ada di wajahnya segera dia lap lalu memutar badannya ke belakang. Lelaki itu pun melangkah untuk mendekati ibunya. “Mamah? Maaf ya, Refal harus harus berantem sama Papah di depan Mamah.” “Kamu gak salah, Sayang. Mamah yang seharusnya minta maaf atas sikap papah kamu yang begitu. Semenjak Mamah sakit tidak bisa berbuat apa-apa untuk kalian,” keluh Rosa. Dia merasa gagal menjadi orang tua untuk anak semata wayangnya. Harta yang berlimpah ruah, bahkan materinya banyak yang tersebar, akan tetapi secuil cinta mereka pun tak memiliki sedikit pun. Hidup selalu dengan kekerasan dan keegoisan, jika siapa yang tidak mau mengikuti arahan akan mendapatkan kesengsaraan dalam batinnya. Lelaki berjambang tipis itu pun bersimpuh dengan duduk yang setengah jongkok. Jemarinya menaruh anak rambut Rosa yang menjuntai ke pipinya ke atas telinganya. “Mah, aku itu anak yang berharga bisa memiliki Ibu seperti Mamah. Mamah tidak pernah menuntut Refal apa pun. Aku selayaknya seorang anak yang selalu ditunggu kepulangannya oleh Mamah.” Perempuan paruh baya itu pun mengelus kepala anaknya itu. “Maafkan Papah ya, Nak. Suatu hari nanti, takdir akan berpihak padamu.” Lelaki itu pun sedikit mendongak lalu menatap kedua mata intens itu yang mulai berkaca-kaca. “Apa, Mamah ingin aku menikah?” “Setiap orang tua, Mamah yakin mendambakan agar anaknya bisa memiliki pendamping hidup. Tapi, semua tergantung padamu yang memiliki hati untuk menerima semuanya. Sudah, omongan Papah tadi tak perlu kamu pikirkan terlalu jauh,” tegur Rosa. Aku gak bisa kalau tidak segera mengabulkan permintaan Mamah. Apa, aku harus segera mencari calon istri? “Refal, kapan Mamah diajak ke rumah Anissa? Mamah, udah gak sabar nih,” ajak Rosa. “Bagaimana, kalau sekarang?” “Sekarang banget? Baiklah, Mamah ganti baju dulu.” Selang beberapa lama, akhirnya Rosa merasakan menikmati naik mobil yang disetiri anaknya sendiri. Terakhir kali disetiri oleh Refal sekitar satu tahun yang lalu. Kedatangan Anissa, memang perlahan demi perlahan mengubah sikap CEO yang dingin dan jutek itu. “Refal, kok gak sampai-sampai? Masih jauh?” “Sabar dong, Mah. Nah, tuh rumahnya yang cat oren,” tunjuk Refal. Baru kali ini, Refal dapat melihat senyum dan tawa gembira dari Rosa yang setiap hari berteman dengan kursi rodanya. Seukir senyum seketika membuat dirinya lebih b*******h untuk berkunjung ke rumah janda itu. Lelaki itu pun mengambil kursi roda lalu mengangkat ibunya dan mendorongnya sampai ke depan pintu rumah Anissa. Suara ketukan pintu mampu mengundang reaksi sang pemilik rumah ketika berada di kamar. “Lho, bukannya si Imel ke sininya besok ya?” Kakinya melangkah menuju ke depan. Jemarinya membuka gerendel pintu, dia sangat terkejut ketika didapati seorang perempuan paruh baya yang menggunakan kursi roda tersenyum kepadanya. “Maaf, Ibu cari siapa ya?” “Saya, cari Anissa Humairah Azzari.” “Iya, saya sendiri. Maaf, Ibu ada kepentingan apa ingin bertemu dengan saya?” Tanpa basa-basi, dia mengangkat kedua tangannya dengan kedua matanya yang berkaca-kaca. “Boleh, saya memelukmu?” Anissa mengerutkan dahi, dia begitu terkejut tiba-tiba ada seorang ibu yang menginginkan pelukan darinya. Namun, sebagai seorang perempuan menjadi penggerak semangat, Anissa pun menerimanya dengan memeluk perempuan paruh baya itu, sampai menangis di dalam pelukannya. Selang lama kemudian setelah tangisan Rosa pecah, seorang yang begitu Anissa kenal pun menunjukkan jati dirinya dari balik tembok pembatas. “Pak Refal?” Rosa pun segera melepaskan pelukan itu. “Ini Ibu saya. Namanya Rosa. Dia ingin sekali bertemu denganmu, Anissa.” Anissa pun ternganga dengan kedatangan tamu agung yang sebelumnya tidak pernah sampai terpikirkan seorang ibu dari CEO yang cukup terkenal berkunjung ke rumahnya. “Pak, Bu, ayo silakan masuk. Maaf, saya sampai lupa menawarkan masuk,” ajak Anissa. “Tidak apa-apa, Anissa. Refal yang baru cerita kalau kamu yang pemilik akun ‘Penggerak Semangat’ ya? Ibu, sangat menyukai dan menjadi penggemar akun itu,” puji Rosa. “Ibu, bisa aja. Oh iya, mau minum apa? Maaf ya, saya belum ada persiapan apa-apa,” keluh Anissa. Baginya tamu seperti Rosa seharusnya mendapatkan jamuan yang khusus. “Pisang yang di kulkas masih ada kan? Kenapa, gak buat pisang goreng aja?” tawar Refal. “Baiklah, saya akan segera buatkan. Tapi maaf kalau lama.” “Tidak akan lama. Mah, tunggu di sini ya Refal buatkan pisang goreng dulu.” “Memang, kamu bisa masak Refal?” “Bisa. Kalau rasanya enak wajib memuji anaknya.” Mereka berdua pun kini sudah berada di dapur. Sedangkan Anissa, dia sangat risi ditemani Refal yang mulai aktif membantunya. “Pak, saya gak enak masa majikan saya bantuin di dapur. Sedangkan, tamunya Pak Refal sendiri. Sudah, ini biar saya aja yang buat.” “Tidak ada yang menolak perintah saya, sekalipun saya yang mengerjakan! Sudah, kamu buat saja itu teh. Biar pisangnya saya bantuin biar cepat.” Anissa pun tidak mungkin mengusir majikannya sendiri, dia pun sampai menyenggol tubuhnya saking gemetar dan takutnya berdua di dalam ruangan yang cukup sempit. “Tidak usah gemetar begitu goreng pisangnya. Apa, mau saya ajarin goreng pisang?” Anissa menggeleng, dia pun berusaha untuk tidak memikirkan Refal yang sedari tadi mengintainya. Namun, lelaki itu cukup gemas melihat tingkah laku Anissa yang sedari tadi tidak fokus. Dia pun menuntun jemari Anissa untuk menurunkan pisang ke dalam wajan. Bahkan, hembusan napasnya begitu terdengar sempurna nyaris terkena lehernya. Ya Allah, kenapa aku jadi deg-degan begini sama Pak Refal? Duh, pasti dia sedang merencanakan sesuatu lagi. “Pak, saya bisa sendiri. Lepas gak, atau Pak Refal ini sedang modus dengan saya!” Lelaki itu pun mengerutkan dahi. “Otakmu itu picik seperti Aris. Saya ke sini tujuannya untuk ibu saya. Tapi, kalau kamu memfitnah saya seperti itu lebih baik saya pergi dari sini!” tekan Refal. Mood yang tadinya sudah membaik kini terbakar kembali dengan tuduhan Anissa. Akhirnya, Refal pun kembali menuju ke depan untuk menemani ibunya. “Dasar, CEO aneh! Semua hal yang tidak dia sukai pasti dibalas dengan kemarahan. Pantesan gak ada gadis yang mau sama dia,” keluh Anissa. Kalau saja bukan karena Mamah. Aku malas bertemu dengan dia, jika hanya mendapat tuduhan. “Lho, sudah selesai?” “Sebentar lagi, Mah. Nanti, biar Anissa yang bawa semua.” “Kamu ini kebiasaan, kalau bantuin orang itu jangan setengah-setengah.” Lima belas menit kemudian, Anissa pun membawa nampan yang berisi hidangan untuk tamu agungnya. Rosa pun segera menyambar pisang goreng buatan Anissa. “Anissa, ini enak banget. Kamu pintar buat resep pisang goreng?” “Ibu bisa aja. Saya nyontek dari internet, dan dibantuin sama Pak Refal tadi.” “Wah, berarti internetnya yang kalah sama kamu. Oh iya, boleh enggak kamu ceritakan langsung ke depan saya awal mula kamu membuat akun itu sampai pengikutnya jutaan?” Anissa pun menceritakan semua dari awal pembuatan akun yang hanya iseng-iseng untuk mencari kesibukannya, hingga tak terasa menghasilkan pundi-pundi rupiah untuk menolong sesama hingga memiliki penggemar jutaan. “Tujuan saya ke sini untuk bertemu dengan kamu, Anissa. Saya sudah hampir 2 tahun lebih menderita sakit yang entah kapan sembuhnya. Tapi, melihat video kamu saya lebih bersemangat lagi untuk bertahan hidup. Kamu itu seperti menantu yang saya dambakan.” Deg! Jantung Refal kini bertalunan, dia sangat malu secara tidak sadari ibunya ingin menjodohkan dirinya dengan Anissa. Lelaki itu pun meraih kedua tangan ibunya. “Mah, ngomong apa sih.” “Refal, sosok Anissa ini penyayang. Jadi, saya cocok jadi menantu Ibu. Bagaimana Anissa, kamu mau kan jadi istri Refal? Anak saya ini baik loh, cuma dia jutek dan dingin aja.” Anissa menatapnya dengan risi, jemarinya menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Anissa, hiraukan pertanyaan Mamah. Mah, gak baik ah katanya mau berteman sama Anissa.” “Ya, sambil menyelam kan minum s**u, Refal. Anissa, kamu jangan baper ya. Saya hanya bercanda, tapi kalau kamu menanggapinya serius, saya lebih serius lagi,” celetuk Rosa. Refal hanya bisa menggelengkan kepala, dia benar-benar dibuat malu oleh ibunya yang tadinya sempat bertengkar dengan Anissa di dapur. Perempuan paruh baya itu pun bersenda gurau dan sekarang dia menemukan tempat ternyaman untuk meminta pendapat yang baik. Malam harinya, Anissa tidak bisa memejamkan matanya sebab masih teringat ucapan Rosa yang seakan memberikan sebuah kode untuknya. “Aku sama Pak Refal itu bak bumi dan langit. Aku sangat ekstrovert sedangkan dia introvert. Ih, gak nyambung! Duh, Anissa malah mikirin dia. Ingat, fokus sama masa iddah dan karier dulu!” gerutunya yang memeluk bantal guling. 1 bulan kemudian …. Perempuan berwajah oval itu pun sedang membersihkan sawang yang ada di atap rumah bagian dalam. Namun, tak disangka kursi yang menjadi tumpuan badannya itu tidak mampu menopang tubuh Anissa saat berpindah tempat, sehingga membuat dirinya hendak terjatuh ke bawah. Seseorang yang belum terlambat melihat Anissa yang hendak terjatuh ke bawah, dia pun segera menangkap tubuh itu hingga terjatuh tepat di atas tubuhnya, hingga mata mereka saling bertemu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN