DELAPAN

1443 Kata
Sembari menunggu pembagian ijazah, Rama dan Airin sering menghabiskan waktu bersama. Mereka sering mengunjungi berbagai wisata alam dan mengabadikan momen kebersamaan mereka. Rangga, dia sepenuhnya mempercayakan Airin pada Rama. Ia melihat kebahagiaan Airin saat gadis itu tengah bersama Rama. Dan memang hanya itu keinginan Rangga, melihat adik kesayangannya itu bahagia. Sejak pagi tadi, Rama dan Airin berada di sebuah panti asuhan. Rama dan Airin bermain beberapa permainan anak-anak dengan mereka. Senyuman tak pernah lepas dari bibir keduanya, terlebih Airin. Bagaimanapun juga, ini pertama kalinya ia berbagi kecerian bersama anak panti asuhan. Setelah berjam-jam bermain dengan anak panti, Rama merasa lelah. Ia duduk di bawah pohon yang cukup rindang. Matanya terus tertuju ke arah gadis cantik yang tengah asyik bermain dengan anak-anak panti. Gadis itu terlihat sangat bahagia berada disana. Dia adalah Airin. Bibir Rama pun melukis senyum melihat kebahagiaan gadis yang sangat dicintainya itu. Kemudian, pria itu memanggil seorang anak laki-laki dan membisikkan sesuatu di telinganya. Ketika Airin asyik bermain dengan anak-anak panti, seorang anak laki-laki datang dan memberinya mawar putih. “Ini Kak, dari Kak Rama.” ujar anak itu. “Terima kasih sayang.” balas Airin. Airin tersenyum kemudian melangkahkan kakinya ke arah pemuda yang tengah duduk santai di bawah pohon. “Terima kasih ya.” ujar Airin. Rama membalasnya dengan tersenyum. Kemudian ia menepuk rerumputan di sampingnya, memberi isyarat agar Airin duduk di sana.  Mereka asyik bercanda bersama melihat anak-anak panti itu bermain. Waktu menunjukkan pukul 16.30. Rama dan Airin berada dalam perjalanan pulang. Rama yang tengah menyetir terus tersenyum melihat pancaran kebahagiaan di wajah kekasihnya itu. “Ram, makasih ya sudah mengingatkanku untuk selalu bersyukur.” Airin. Pria itu hanya tersenyum mendengarnya. “Ini adalah hari yang paling indah bagiku. Aku sangat bahagia hari ini. Dan itu semua karena kamu.” ujar Airin yang kemudian bergelanyut manja di lengan Rama. Rama membiarkan gadis itu tetap dengan posisinya. Ia tak ingin mengganggu kenyamanan gadis itu meskipun ia kini merasa sedikit kesusahan dalam menyetir. “Tapi aku akan membuat hari esok lebih baik dari hari ini, begitupun seterusnya agar kamu selalu nyaman dan senang berada di sampingku.” Rama. Airin menanggapinya dengan senyuman. “Terima kasih, Ram.” ujar Airin. Pukul 19.00, Airin dan Rangga baru saja selesai makan malam. Airin pamit ke kamar karena ia merasa lelah malam ini. Sementara Rangga memilih menonton TV di ruang keluarga karena memang ini masih begitu dini untuk dirinya tidur. Airin duduk di kursi meja belajarnya kemudian menuliskan keindahan hari ini di buku diary nya. Setelah itu, ia melihat foto-fotonya dengan Rama yang berada dalam sebuah folder handphone nya. Senyuman kembali terlukis dibibirnya. “Aku beruntung sempat mengenalmu di hidupku yang singkat ini, Ram. Terima kasih untuk semuanya.” lirih gadis itu. Sementara di tempat lain, Rama baru saja masuk ke kamarnya. Ia mengambil handphone nya lalu mengirimkan pesan singkat pada Airin. Cukup lama Rama menunggu, namun tak juga ada balasan. Ia menoleh ke arah jam dindingnya. Jarum pendek menunjukkan angka sepuluh. “Mungkinkah dia sudah tidur?” pikirnya sembari tersenyum. Kemudian pria itu membaringkan badannya di tempat tidur. Namun entah mengapa rasanya sungguh tidak nyaman. Mungkinkah insomnianya kambuh? Kemudian ia kembali mengambil handphone nya. Ia kembali mengirim pesan pada Airin. Tapi lagi-lagi tak ada balasan. Perasaannya semakin tidak enak. Kemudian ia mencoba menelpon Airin, mungkin setelah mendengar suaranya Rama akan merasa tenang dan bisa tertidur. Tapi Airin tak mengangkat panggilannya. Ia mencobanya kembali berkali-kali, namun hasilnya sama. Perasaannya sungguh tak tenang. Ia segera bangkit dari tempat tidur dan melesat kencang dengan mobilnya.             Rama mengendarai mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata. Entah mengapa, ada sesuatu yang aneh di hatinya. Ia sungguh tidak tenang. Otaknya di penuhi dengan bayangan kekasihnya, Airin. Rasa khawatir menyelimuti hatinya. Ia takut, terjadi hal buruk pada gadis yang dicintainya itu. Terdengar suara bel berbunyi berkali-kali. Tidur Rangga pun terusik. Pria itu melihat ke arah sebuah jam yang ada di kamarnya. Ia mendengus kesal karena kedatangan tamu itu yang sangat larut. Rangga berjalan malas ke arah pintu. Terdengar suara orang yang sangat ia kenali. Orang itu terus memanggil nama adiknya dari balik pintu. Benar saja, dia adalah Rama. “Ngapain kamu kesini malam-malam?” Rangga. “Airin di mana Kak?” tanya Rama panik. “Dia tidur sejak jam tujuh tadi. Katanya dia capek dan ingin istirahat lebih awal. Besok lagi saja kamu kesini lagi jika ingin menemuinya!” Rangga. Jawaban Rangga sama sekali tidak membuat hati Rama tenang. Yang ada, ia malah semakin diliputi kekhawatiran karena tidak biasanya Airin pergi tidur sedini itu, selelah apapun ia. “Kak, izinkan aku buat lihat Airin ya! Aku khawatir sama dia.” Rama. “Ini sudah terlalu malam, Ram. Lebih baik besok saja! Sekarang kamu istirahat dulu saja di rumah!” ujar Rangga. “Nggak, Kak. Aku tidak bisa tidur. Hati aku nggak tenang, Kak. Please, aku hanya ingin melihatnya, aku tidak akan mengganggunya. Aku janji.” desak Rama. Rangga yang mengerti betapa kuat ikatan batin antara Rama dengan Airin pun mengangguk. Ia juga mengikuti Rama ke kamar adiknya. Pintu kamar Airin terbuka. Lampu yang biasanya mati pun ternyata masih menyala. Rama terpenjat melihat Airin yang tergeletak di samping ranjangnya dengan hidung yang mengeluarkan darah. Ia dan Rangga pun segera berlari ke arah Airin. Rama memangku kepala gadisnya itu. “Airin! Airin sayang, bangun!” Rama menggoncangkan tubuh Airin. Matanya mulai memerah. Ia terus menggoncangkan tubuh kaku itu. “Airin bangun!” ulangnya. “Kak, ayo kita bawa ke rumah sakit, Kak!” ajak Rama. Rangga tak langsung bangkit dari posisinya. Ia menyentuh bawah hidung Airin. Kemudian dengan tangannya yang gemetar, ia menyentuh pergelangan tangan Airin untuk mengecek nadinya. Ia biasa melakukannya sejak Airin sering tiba-tiba pingsan sejak beberapa bulan terakhir. Biasanya ia akan menghela napas lega setelah melakukannya. Tapi kini.... Ia menggeleng. Air matanya menetes. Rama mengerti dengan apa yang Rangga lakukan. “Kak, Kakak apa-apaan sih, Kak? Airin masih hidup. Tidak perlu Kakak memastikannya. Sekarang ayo ke rumah sakit, Kak!” bentak Rama dengan nada tinggi. Rangga menggeleng. Ia mengambil alih tubuh Airin untuk segera di peluknya erat. Air mata Rama semakin deras mengalir melihat reaksi Rangga. “Airin, jangan tinggalin Kakak, Sayang! Kakak sayang banget sama kamu. Kakak mohon jangan tinggalin Kakak sendirian!” tangis Rangga. Rama kini paham dengan apa yang terjadi. Hatinya benar-benar hancur. Ia seakan tidak bisa menerima kenyataan. "Airin," lirihnya dengan suara parau. Kedua lelaki itu benar-benar hancur dengan kepergian Airin. Tapi apalah daya. Mereka hanya manusia yang tak mampu menghidupkan kembali gadis itu. Benar, hidup dan mati seseorang mutlak di tangan Tuhan. Kita sebagai manusia hanya dapat menunggu waktunya, dan mengikhlaskan mereka yang telah pergi. Puluhan orang mengantar kepergian Airin ke tempat peristirahatan terakhirnya. Kedua pria itu, Rangga dan Rama masih tak mampu menghapus duka yang mereka rasakan. Masih sering terlihat air mata yang menetes di pipi kedua pria itu. Bagaimanapun, Airin adalah gadis paling mereka cintai. Bahkan setelah semua orang pergi dari area pemakaman, Rama tak mau di ajak pulang. Ia tetap memeluk batu nisan Airin hingga hari mulai gelap. Saat itu Aldi datang. Ia bersimpuh di samping Rama. “Aku sudah janji akan membuat hari-hari yang lebih baik untuk dia. Aku sudah janji untuk selalu membahagiakannya.” lirih Rama. “Kamu sudah menepatinya, Ram. Airin selalu bahagia saat bersama kamu. Ram, keadaan kamu yang seperti ini hanya akan membuatnya sedih.” Aldi. Rama menggeleng. Ia tetap enggan bergemin. “Ayo pulang, Ram! Kamu tetap bisa kemari setiap saat. Tapi sekarang kamu harus pulang. Lihat kondisi kamu! Bahkan kamu pasti belum makan seharian ini.” Aldi. Aldi sungguh sedih melihat keadaan Rama. Hatinya juga sakit atas kepergian Airin yang mendadak. Tapi haruskah ia menjadi hancur? “Ram, kamu bilang Airin akan selalu ada di hati kamu. Meski raganya tak dapat lagi kamu lihat, tapi jiwanya tetap di sampingmu. Dia hidup di hati orang-orang yang mencintainya. Dia tidak sepenuhnya meninggalkan kita.” lanjut Aldi. Rama menoleh ke arah Aldi. Aldi mengangguk. “Sekarang ayo kita pulang! Jangan buat Airin sedih dengan kondisimu yang seperti ini. Dia selalu melihatmu, Ram. Kamu harus yakin kalau dia tetap akan selalu mengawasi kita meskipun kita tidak bisa melihatnya.” ajak Aldi. Airin adalah gadis yang telah mengenalkan Rama pada sebuah kisah yang indah disebut cinta. Airin yang telah menemani Rama menjalani hari-hari yang indah. Dia adalah wanita yang telah masuk dan memenuhi hati Rama. Dia adalah napas bagi Rama. Tak pernah Rama merasakan cinta yang begitu dalamnya dengan seorang gadis. Bahkan, perasaan itu telah tumbuh di hari pertama mereka bertemu. Gadis sederhana itu telah membuka hati Rama untuk merasakan cinta. Dan kepergiannya dengan cara seperti ini mungkin merupakan jalan kebahagiaan baru bagi Rama. Meski kini ia sangat terpuruk dan sakit, suatu saat ia akan menjadi seseorang yang hebat. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN