TUJUH

1048 Kata
Lima hari berlalu. Malam nanti akan diadakan pesta pertunangan Airin dan Aldi. Siang ini Airin tengah berada di dalam kamarnya. Tiba-tiba, terdengar bel rumahnya berbunyi. Dia pun membukakan pintunya karena memang ia di rumah sendirian. Setelah pintu itu terbuka, tak terlihat seorangpun disana. Hanya ada sebuah amplop biru muda di lantain Airin mengambilnya dan membaca surat itu di dalam kamar. Ternyata surat itu dari Rama. Rama mengajak Airin bertemu di taman malam ini. Dan Rama berkata jika ia akan menunggu kedatangan Airin  tak peduli seberapapun lamanya ia harus menunggu. Dengan linangan air mata, Airin meremas surat itu dan membuangnya. “Maaf, Ram. Tapi aku lakuin ini juga demi kebaikan kamu. Aku nggak mau kamu terlarut dalam kesedihan nantinya.” lirih gadis itu. ***   Waktu menunjukkan pukul 19.30. Kini Airin telah berdiri di sebuah mimbar kecil, berdampingan dengan seorang pria yang membawa sebuah kotak merah. Dia adalah Aldi. Kotak di tangannya berisi sepasang cincin yang akan mengikatnya dengan Airin. Waktu yang dinantikan telah tiba. Waktunya bagi Aldi menyematkan salah satu cincin itu di jari manis Airin. Aldi memegang tangan Airin. Namun ketika hendak memasangkan cincin itu, Airin menarik kembali tangannya. Semua tamu undangan berbisik tentang kejadian itu. “Ada apa Airin? Kamu sakit?” panik Aldi. Airin menggeleng. Air matanya menetes. Seperti ada peperangan dalam hatinya. Namun sepertinya Rangga mengerti tentang apa yang di rasakan Airin. Pria itu menghampiri adiknya lalu membelai rambut panjangnya seakan ia mendukung apapun yang akan menjadi keputusan adiknya. “Maaf Kak, aku sudah mempermalukan kalian.” ucap Airin kemudian pergi dari ruangan itu.             Aldi memandang bingung ke arah Rangga. Sementara para tamu undangan asyik bergunjing tentang gagalnya pertunangan itu. Rangga tersenyum kemudian berkata, “Maaf pertunangan antara Aldi dengan adik saya, Airin terpaksa di batalkan.” Aldi menatap Rangga dengan ekspresi kesalnya. Dalam hati, ia tak ingin pertunangannya dengan Airin dibatalkan. Ia terlanjur mencintai gadis sederhana itu. “Airin memilih untuk memperjuangkan kebahagiaannya di sisa hidupnya. Kamu tidak keberatan kan?” Rangga. “Maksud kamu, aku tidak bisa membahagiakannya?” Aldi. Rangga menggeleng. “Ayo kita lihat, apa yang Airin pilih untuk kebahagiaannya!” ujar Rangga pada Aldi. Kemudian kedua pria itu berjalan keluar dari ruangan. Rangga melangkah mendahului Aldi. Ia tak sabar melihat kebahagiaan yang akan di raih adiknya malam ini. “Apapun pilihanmu, kakak akan selalu mendukungmu”lirih pria itu Airin berlari menuju taman dimana Rama ingin menemuinya. Ia seakan tak peduli dengan penyakitnya. Yang ia tau hanya ingin segera bertemu dan minta maaf pada Rama. Hatinya tak dapat berbohong, jika memang Rama-lah kebahagiaannya. Ia tak sanggup berpisah dengan Rama. Sampainya di area taman, Airin menghentikan langkahnya. Ia menatap taman itu dengan kecewa. Suasana taman sangat sepi dan gelap. Sepertinya Rama sudah pergi. Gadis itu terus menyesali kebodohannya selama ini yang telah pergi dari pria yang sangat di cintainya itu. Ini semua adalah salahnya. Tak seharusnya ia melepaskan pria itu pergi. “Aku memang bodoh, Ram. Aku bodoh karena telah melepaskanmu begitu saja”sesalnya Dengan langkah hampa, Airin melangkahkan kaki pergi dari taman itu. Namun baru beberapa langkah, ia dikejutkan dengan sebuah suara. “Aku tau kamu akan datang.” Airin kembali berbalik. Dan ia mendapati Rama berdiri beberapa langkah di depannya. Disaat itu pula, ratusan lampu berwarna-warni menyala. Gadis itu menitihkan air mata kemudian berlari ke arah pria itu. Airin memeluk Rama dengan erat. “Maafin aku, Ram! Aku bodoh karena telah melepaskanmu.” Airin. Rama membalas pelukan mantan kekasihnya itu dan tersenyum manis. Setelah beberapa saat, Rama menggandeng tangan Airin dan membawanya mendekati sebuah meja yang telah di hiasi. Setelah keduanya duduk, Rama menggenggam jemari Airin. “Kamu mau kan kembali sama aku?” tanya Rama. Tanpa ragu, Airin mengangguk. Keduanya terlihat sangat bahagia. Kehangatan kembali terlihat pada pasangan muda itu. Beberapa langkah dari mereka, terlihat dua orang pria yang tersenyum melihat kebahagiaan pasangan muda itu. Mereka adalah Rangga dan Aldi. “Kamu nggak papa kan Al?” tanya Rangga. Aldi menatap sahabatnya itu kemudian berkata, “Aku nggak akan pernah ragu melepaskan Airin untuk kebahagiaannya.” Rangga tersenyum mendengar ucapan sahabatnya itu. Kemudian mereka pergi dari tempat itu. Membiarkan pasangan kekasih itu melepas rindu atas perpisahan mereka kemarin. Satu tahun berlalu. Rama, Airin dan Dea telah selesai menghadapi Ujian Nasional. Tiga hari lalu, Dea berangkat ke Jepang untuk persiapan kuliahnya disana. Rama pun tak dapat menahan kepergian sahabatnya itu. Karena ia tau, itu semua demi kebaikannya sendiri. Beberapa menit sebelum keberangkatannya, Dea mengungkapkan perasaannya pada Rama. “Ram, aku pengen jujur sama kamu sebelum aku pergi.” ujar gadis itu serius. Rama tersenyum. “Jujur soal apa? Memang ada yang kamu sembunyikan dari aku?” Rama. Dea mengangguk. Dengan ragu, ia berkata, “Sebenarnya, aku suka sama kamu bukan sekedar sebagai sahabat, tapi lebih dari itu. Aku cinta sama kamu, Rama.” Awalnya Rama shock dan sedih, karena ia tak mungkin dapat membalas perasaan sahabatnya itu. Ia tidak tau harus berkata apa pada Dea. Ia takut kata-katanya akan melukai Dea dan merusak persahabatan mereka. “Sudahlah jangan terlalu di pikirkan! Aku tau kok, hati kamu cuma buat Airin. Aku ngerti banget, Ram. Saat melihat kamu terluka karena Airin memutuskan hubungan kalian, aku ikut sakit, Ram. Lebih baik aku sendiri yang terluka karena melihat kebahagiaan kalian. Dari pada aku harus kembali melihatmu seperti waktu itu. Jadi setelah kejadian itu aku belajar buat melepaskanmu bersama Airin. Karena aku cuma mau kamu bahagia.” ujar Dea yang seakan mengerti yang Rama pikirkan. “Sepulangnya dari Jepang nanti, aku yakin perasaan itu hilang. Aku akan membawa pria yang membuatku mampu menghapus perasaanku itu ke hadapanmu.” lanjutnya sembari tersenyum. “Tapi kita tetap bersahabat kan?” tanya Rama. Dea mengangguk. Sesaat kemudian Rama memeluk erat sahabatnya itu. “Maaf ya De, selama ini aku sudah menyakiti kamu. Aku sudah jahat sama kamu. Tapi kamu selalu peduli sama aku. Baik-baik di sana ya! Jaga kesehatan! Dan jangan lupa selalu kabari aku! Aku nggak mau kamu ilang-ilangan setelah ini. Karena aku tidak akan bisa mencarimu lagi seperti dulu setelah ini.” Rama. Sementara Aldi, kini ia telah kembali bersahabat dengan Rama. Keduanya bersahabat dekat, dan sama-sama ingin membahagiakan Airin. Ternyata Aldi pria yang sangat baik. Keputusan Airin untuk meninggalkannya demi Rama tak menjadikan pria itu memiliki dendam ataupun niatan buruk. Dia tetap menyayangi Airin dan ingin selalu menjaganya walau mungkin hanya sebagai sahabat.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN