Paginya Rangga melahap roti selai kacang dengan sedikit enggan, matanya terus memandangi tubuh Rianti yang dibalut seragam biru muda dengan list putih disetiap sisinya. Sungguh tubuh yang mempesona, apalagi seragam itu melekat ketat, wajarlah bila banyak lelaki yang menggoda.
Tapi, heeyy, kenapa Rianti mengenakan seragam yang lebih ketat dari hari-hari biasanya, tidak salah lagi itu adalah seragam yang telah lama dikeluhkannya karena sudah terlalu kecil untuk membalut tubuhnya yang semakin montok. Seragam itu telah lama tidak digunakan.
Bahkan rok yang sudah terlalu kecil itu berhasil mencetak dengan indah segitiga celana dalam yang membalut bongkahan panttat yang padat, dan lebih tinggi beberapa sentimeter dari rok yang biasa dikenakannya.
“Mas, sebenarnya aku tidak yakin bisa mendapatkan cuti untuk liburan besok,” suara Rianti mengagetkan lamunan Rangga,
“Memangnya kenapa?”
“Ya, kau tau sendiri bagaimana sikap dan tingkah laku Pak Santo, aku tidak mau dia mengambil kesempatan atas permohonan cutiku ini,” ucap Rianti sambil mengangkat roknya lebih tinggi untuk mengenakan stocking, hingga Rangga dapat melihat celana dalam yang dikenakan istrinya, dengan cepat birrahinya terbakar.
“Ayolah sayang, aku rasa kau bisa sedikit menggodanya untuk mendapatkan izin itu, dan aku yakin kau dapat melakukannya,” kalimat itu mengalir dari mulutnya dengan dadda yang bergemuruh, paha jenjang yang mulus siapa yang tidak tergiur bila kaki indah itu melenggang dengan seksi. Rangga bingung dengan perasaan yang menyesak didaddanya, entah kenapa dirinya kini justru ingin sekali memamerkan keindahan itu kepada teman-temannya.
“Baiklah sayang, semoga aku bisa melakukannya, tapi kau harus tau aku melakukan ini semua hanya untukmu,” ucap Rianti yang telah siap dengan sepatu hak tinggi. Jemari lentiknya mengambil kunci mobil Yaris yang tergeletak di samping tv.
* * *
Di kantor Rangga tidak dapat bekerja dengan tenang, pikirannya dihantui berbagai misteri yang akan disuguhkan dalam liburan mereka nantinya. Di ruang sebelah, dari dinding pemisah ruangan yang keseluruhan menggunakan kaca, Rangga tersenyum melihat Raditya, keponakan Pak Wisnu yang tampak asyik berbincang dengan Mulan.
Tampaknya pemuda yang masuk dalam lingkungan kerjanya dengan jalan KKN itu mulai berusaha menggoda Mulan, wajar saja karena dalam liburan nanti dirinya memiliki kebebasan penuh untuk mendapatkan tubuh bahenol dari simpanan pamannya itu. Pukul 15.30, Rangga yang melirik jam di ruangan, merasakan waktu berjalan dengan sangat lambat.
“Heeii,heii,heeiii,Apakah kalian sudah siap dengan liburan esok,” teriak Niko ketika melewati pintu kacanya yang terbuka.
Rangga mendapati sesosok tubuh semampai terbalut jilbab putih di belakang Niko. Melemparkan senyum termanis dengan lesung pipit yang mengapit dikedua pipinya, matanya berbinar indah, dengan raut muka yang penuh keramahan dan keakraban. Ya, sebuah senyum yang selalu saja membuat hati Rangga tak berkutik.
Cut Zahra, dokter muda istri sahabatnya itu memang memiliki sejuta pesona bagi dirinya. Rangga sendiri tidak habis pikir, bagaimana mungkin gadis kalem dan lembut itu justru memilih Niko yang terkadang urakan, untuk menjadi teman hidupnya.
“Untuk liburan besok, Aku dan Zahra telah mempersiapkan semuanya, dan aku harap kau dan istrimu juga begitu,” ucap Niko sambil memeluk pundak istrinya.
“Aku harap kau mengajak Rianti, karena liburan ini pasti akan sangat menyenangkan,” sambung Zahra, Niko mengedipkan matanya ke arah Rangga sambil menyeringai.
“Ya pasti liburan ini akan sangat menyenangkan,” balas Rangga yang tersenyum kecut.
Seandainya Zahra tau, Niko suaminya telah mempersilahkan kepada mereka untuk berlomba mendapatkan tubuh indahnya.
“Apa kau benar-benar merelakan wanita alim itu disantap oleh teman-temanmu,” bisik Rangga, setelah Zahra meninggalkan mereka untuk mengambil beberapa barang di ruang kerja Niko.
“Justru itu, aku sangat ingin melihat semuanya terjadi, tentunya tanpa membuatnya marah, dan aku rasa kau bisa membantuku,” Rangga tercengang dengan jawaban sahabatnya sejak di bangku SMP itu.
Dengan langkah santai Niko menggamit pinggul Zahra melangkah keluar. Tepat didepan pintu, tanpa diduga Niko meremas panttat istrinya yang dibalas tatapan tajam Zahra yang marah atas ulah suaminya.
**