Tinggal dua hari lagi proses magang Var di kantor perusahaan Æthernal Corp. akan berakhir. Sedikit atau banyak ia telah berhasil dapatkan beberapa informasi. Namun, bukan informasi yang ia inginkan. Hubungan antara Æthernal Corp. dengan perusahaan ayahnya masih belum jelas. Jenis bisnis gelap yang sejatinya Æthernal Corp. jalankan juga belum terungkap.
Yang paling penting: informasi mengenai Naryama Martaka, CEO alias pimpinan tertinggi Æthernal Corp.
Sudah beberapa kali ia mengobrol dengan Leonardo. Sejauh ini Naryama Martaka memang sangat jarang datang ke kantor. Berbeda dengan CEO macam Mark Zuckerberg atau Larry Page yang menjadi wajah perusahaannya. Pegawai kelas bawah seperti dirinya tak bisa mengetahui apa alasannya. Ia mencurigai ada hubungan tertentu antara Naryama Martaka dan GM Jin Ma. Var bertanya, hubungan yang seperti apa ya, Mas? Leonardo menggelengkan kepala. Leonardo adalah satu-satunya pegawai Æthernal Corp. yang bersedia ceritakan banyak hal mengenai perusahaan mencurigakan itu. Sayang karena posisinya. Ia tak menyimpan banyak informasi yang Var butuhkan.
Kalau begini mau tak mau ia harus mendekati orang-orang posisi atas seperti kepala divisi atau manajer. Hanya mereka yang miliki akses menuju informasi yang ia inginkan.
“Semua informasi benar-benar dijaga dengan ketat,” Var berkomentar sambil mengutak-atik komputer kerja. Akses informasi dari komputer pegawai magang sepertinya bisa dipastikan sangat terbatas. Kalau begini ia harus nekat caritahu dari komputer pegawai yang lebih punya kuasa. Contohnya Kiranti.
“Bu Kiranti, ini laporan yang Ibu minta,” kata Var menyodorkan pekerjaannya.
“Hmm hmm hmm,” dehem Kiranti beberapa kali sambil serius amati hasil kerja Var.
“Apa saya punya kesempatan untuk direkrut, Bu?” tanya Var dengan tatapan penuh harap.
“Itu bukan kewenangan saya,” jawab Kiranti acuh tak acuh. Menghempas pekerjaan Var ke permukaan meja. Pluk.
Var pun kembali ke mejanya. Jika rekruitmen pegawai bukan kewenangan Divisi Personalia, lalu divisi mana lagi? Seawam-awamnya ia akan pekerjaan buruh kantoran macam ini. Ia paham betul bagaimana pembagian tugas divisi maupun departemen.
Ini adalah… dunia yang berbeda.
“E,amg segitunya ya kamu pengen direkrut?” tanya Rendi, staf tetangga kubikel.
Dengan senyum pasta gigi Var menjawab, “Iya, Mas. Kerja di sini sangat menarik. Dari awal kerja saja hampir semua tugas saya menyangkut jaminan kesejahteraan pegawai.” Di antaranya jaminan kesejahteraan ketersediaan minuman dan makanan instan. Huh.
“Kamu anaknya Pak Val, ‘kan? Dari perusahaan Val Kan-. Untuk apa kerja di sini?” tanya Rendi.
“Sebenarnya apa hubungan antara kantor Val Kanpeki dan kantor Æthernal Corp.?” tanya Var balik.
“Kamu aja nggak tau. Bagaimana dengan saya,” jawab Rendi dengan masuk akalnya.
“Apa yang harus saya lakukan agar direkrut? Ke mana saya harus cari muka?” tanya Var semakin antusias.
“Kujelasin, ya, hirearki Æthernal Corp…”
Posisi tertinggi di Æthernal Corp. adalah CEO. Lalu, Presdir. Setelah itu GM. Pegawai biasa sepertinya tak bisa mengetahui lebih dari itu. Khusus untuk posisi general manager Æthernal Corp. yang ingin Var ketahui.
Pertama-tama akan dilihat apa fungsi general manager secara umum: menetapkan kebijakan perusahaan. Mengkoordinir dan mengawasi aktivitas perusahaan. Membantu peraturan internal perusahaan. Memperbaiki serta menyempurnakan penataan tujuan organisasi dengan efektif dan efisien. Perantara komunikasi ide, gagasan, dan strategi antara pimpinan dan staf. Membimbing bawahan dan mendelegasikan tugas-tugas yang dapat dikerjakan bawahan. general manager harus mampu mengatur dan mengevaluasi pekerjaan yang sudah selesai
Di luar itu pun masih banyak tanggung jawab seorang general manager.
Jin Ma juga seperti itu. Selain itu ia juga memegang peranan penting sebagai satu-satunya orang kepercayaan Presdir.
Anggapan pegawai Æthernal Corp. pada Jin Ma: Jin Ma tipe atasan yang disukai. Bahkan panggilan Jin Ma dari kata Gen- Ma- ia ciptakan untuk mengakrabkan diri dengan pegawai. Tak ada yang tau siapa nama asli, usia, latar belakang keluarga, pendidikan, maupun gelar yang ia miliki.
Penjelasan Rendi terasa semakin random. Bagaimana bisa mereka tidak tau hal-hal standar tentang general manager mereka sendiri. Yang terpenting mengapa itu harus disembunyikan. Sebagai pemimpin suatu badan usaha ayahnya tentu juga miliki seorang general manager. Namanya Soekarno Putra Bangsa Utama. Panggilannya Pak SPBU. Sarjana Teknik Sipil ITB. Magister Hukum UI. Istri satu anak empat. Rumah Cengkareng. Sangat jelas. Var yang bukan pegawai saja bisa tau. Sementara Jin Ma. Nama asli tidak ada yang tau. Catatan pendidikan terakhir apalagi.
“Mas nggak penasaran apa?” tanya Var.
“Ini kantor, Dek. Tempat para orang dewasa bekerja untuk cari uang agar tetap bisa pertahankan hidup mereka. Sudah bukan tempat untuk lakukan hal kekanakan seperti itu,” jawab Rendi, lagi-lagi, masuk akal.
Dunia berisi orang-orang yang hidup dalam sistem dan tak memikirkan bagaimana atau karena apa sistem itu berjalan. Mereka mengikuti sistem seolah itulah kebenaran. Mata mereka ditutup. Mulut mereka ditutup. Bukannya tak bisa. Keingintahuan mereka telah dihentikan kewenangan suatu kekuasaan.
Var tidak ingin turut terjebak di dalam penjara tak kasat mata itu.
*
Semua sudah jelas. Pemegang kekuasaan tertinggi yang dicintai dan dipercaya oleh para pegawai adalah Jin Ma. Var harus cari muka pada Jin Ma. Tapi, itu sudah tidak mungkin. Apalagi setelah peristiwa tempo hari.
“Mana ada general manager yang mau ngangkat pegawai magang yang pernah nodong dia.” Var terkekek sendiri dengan pikirannya. Pakai cara halus macam itu memang takkan mempan. Demi sebuah kenyataan. Ia rela menjadi sedikit nakal.
“Variya,” panggil sang ayah tepat di belakang tengkuknya.
Langsung ia tutup laptop tempat ia merencanakan suatu aksi jahil. “Ayah kapan masuk?” tanyanya. Ia tak merasakan hawa keberadaan Val sama sekali.
“Mungkin kamu tidak sadar. Karena terlalu serius dengan pekerjaanmu. Apa yang kamu kerjakan?” tanya Val.
“Biasa. Tugas kantor,” jawab Var.
“Coba laptopnya dibuka lagi!” pinta Val.
“Maaf, aku reflek nutup laptopnya karena kaget.” Lupa memperhitungkan berapa lama Ayah di belakang. Semoga dia nggak liat apa-apa. “Lihat? Nggak ada apa pun. Cuma kerjaan pegawai biasa.”
“Baguslah. Ayah pikir kamu main game dan bukannya kerja. Kamu harus bertanggung jawab, okey?” pintah sang ayah bijaksana.
Var menyahut sambil acungkan jempol, “Siap, Yah.”
“Ayah nggak mau punya anak yang merugikan perusahaan tempatnya bekerja. Mau kerja di perusahaan atau jadi PNS. Kamu harus tetap berdedikasi,” nasihat Val.
“Kuharap dedikasi jadi hal pertama yang Ayah wariskan sama aku,” sahut Var yakin.
Dari ambang pintu Val berpesan, “Jangan berpikir untuk melakukan hal buruk sama Æthernal. Atau Ayah sendiri yang akan jadi musuhmu.”
Val pun pergi. Var tertegun sendiri. Apakah harus ia lanjutkan rencana ini. Atau sesuatu harus terjadi sebagai tindak lanjut suatu tragedi.
“Apa hubungan kalian sebenarnya?” tanya Var penasaran.