Salju

1506 Kata
Menurut pengakuan Sien. Hari itu Ariy mendatangi dirinya untuk menanyakan keberadaan Var. Jika seorang SUP yang mulia sampai melakukan hal semacam itu. Bukankah berarti cukup mendesak? Kenapa setelah itu ia malah menjaga jarak dari Var? Ia benar-benar tidak memahami apa yang ada di balik alasannya. Var telah memutukan untuk tetap mencari tahu segala sesuatu tentang SUP mencurigakan (tidak juga sih sebenarnya) itu tak peduli apa pun resikonya. Pertama-tama ia mencaritahu tentang latar belakang Ariy. Tidak seperti di kebanyakan cerita fiksi di mana anggota organisasi eksklusif itu orang kaya. Ini kenyataan, brer. Ariy adalah seorang siswa yang mendapat beasiswa. Seorang siswa kalau tidak susah (harusnya) tidak akan dapat beasiswa, ‘kan? Dengan kemampuan hacking Var yang (sebenarnya) tidak seberapa. Ia berakhir berusaha menelusuri data diri anak remaja laki-laki itu. File not found. File not found. File not found! Cih, s**l sekali. Identitas para siswa yang bergabung dengan SUP ternyata dilindungi. Semua informasi mengenai mereka tak ada dalam deretan daftar siswa biasa. Identitas yang ada dalam data kelasnya, kelas 10 A, pun hanya nama. Semua data tentang SUP benar-benar misterius serta dilindungi oleh sekolah. Gila, ini organisai macam apa, sih. Aku merasa sedang berusaha membobol sistem keamanan organisasi keamanan misterius suatu negara didaya, batin Var. “Tidak diduga ya, Ariy. Kamu seperti perempuan. Semakin tersembunyi semakin menarik untuk ditelusuri,” pikir Var dengan tatapan penuh “gairah”. ……. Di salah satu gazebo SMA Swasta Spebius saat jam istirahat. “Masa lo nggak tau apa-apa soal mereka, sih?” tanya Var dengan intonasi gemas pada Sien. “Weits, SUP itu organisasi elit sekolah kita ya, bestie. Kalau informasinya bisa siswa biasa aja kayak gue dapet semudah itu. Kesnnya bakal jadi agak gak elit lagi, dong,” jawab Sien berusaha selogis mungkin. “Mereka lebih kayak organisasi kejahatan timbang organisasi inti siswa sekolah buat gue,” balas Var datar. “Lu inget gak sama dua orang yang berantem di gedung Valentina Pierrepont kemaren?” tanya Sien dengan tatapan serius mengamati kondisi sekitar mereka. Seolah sedang waspada. “Inget, lah,” jawab Var pendek bersuara lirih. “Sejak hari itu mereka belum masuk, lho. Bisa jadi organ dalam mereka semua udah rontok dijual ke serikat p***************n internasional!” beritahu Sien dengan intonasi berlebihan. “Lebay banget lo anjir. Paling juga habis berantem dan bikin keributan gitu dapet skorsing, ‘kan? Udah tau sekolah aturannya kayak demit gini,” respon Var selogis mungkin. “Itu kasarannya aja, bro. Gampangnya gini ya… SUP itu selalu menyelesaikan masalah yang terjadi diantara para murid tanpa bacot langsung bacok. Si Kak Ariy aja tuh lu tau gak, sih? Di antara para siswa dia lebih terkenal sebagai tukang pukulnya Kak Auriv,” bisik Sien. Var menoleh tak bercaya. Bertanya, “Benarkah?” ……. Keesokan harinya. Sien tidak masuk sekolah dan keberadaannya tidak diketahui sama sekali oleh para teman maupun guru. Var mulai merinding. Ini bukan cerita dengan genre horror thriller, WOY! Kenapa pakai acara ada murid yang menghilang segala, sih? SUP semakin seperti masyarakat golongan dunia belakang yang rela melenyapkan siapa pun demi keuntungan mereka. Lucifer! Illuminati! Freemason! Masyarakat dunia bawah! “Ariiiy!” teriak Var saat melihat Ariy di depan ruang guru. SUP elit sepertinya pasti gengsi berlarian di lorong. Tapi, ia tidak… punya malu. Ariy langsung menoleh ke kiri dan kanan dengan wajah gugup. Var membatin dengan percaya diri, huh, begini begini aku sabuk putih PSHT (Perguruan Setia Hati Terate). Sekalipun kamu pernah melumpuhkan musuhmu dengan one punch. Tangan kecil seperti itu saja sih aku yakin belum bisa mengalahkanku. “Apa yang SUP lakukan sama Sien?” tanya Var langsung tanpa basa-basi atau prolog pembuka yang menunjukkan sikap sopan serta apresiasi terhadap anggota organisasi penanggung jawab para siswa tersebut. “Lepasin gue!” perintah Ariy pelan. “Malu ya lo kalau sampai kelihatan lagi sama siswa rakyat jelata kayak gue? Gue tanya sekali lagi, Riy. Kalian apain Sien?” tanya Var lagi. “Jangan cari gara-gara sama gue! Apalagi sama SUP!” peringat Ariy berwajah serius. “Lo pikir gue bakal takut?” tanya Var santai. “Ekhm, ekhm, ekhm!” Var mendengar suara batuk dari belakang tubuhnya. Suara yang tak ia kenali. “Dilarang melakukan k*******n di gedung ini!” peringat Kak Eliz, SUP gedung Musidora Durand. Luar biasa. Baru juga beberapa detik Var di sini. Sudah ketahuan saja. Awalnya ia pikir kalau cepat bisa lolos dari pantauan SUP gedung. Ariy langsung memegang pundak var. “Dia nggak melakukan k*******n, Kak Eliz. Hanya butuh sedikit penyesuaian,” ucapnya sopan. “Penyesuaian macam apa?” tanya Kak Eliz datar. Gadis itu mengerikan sekali di mata Var pribadi. Dia sangat cantik, tapi juga terlihat mematikan serta slit ditaklukkan. Tidak heran lah ya. Namanya juga anggota organisasi SUP yang super bergengsi. “Sebenarnya dia teman SMP saya di SMP Negeri A1, Kak Eliz,” beritahu Ariy. Var membatin, gini, dong. Solidaritas satu angkatan. Cihuy. Jangan kabur lu! “Kenapa kamu terus yang menjawab? Kamu,” tunjuknya ke arah Var, “ikut saya ke ruangan!” perintahnya. Ariy menahan lengan Var. Dengan sok kerennya berkata, “Biar saya yang bertanggung jawab untuk semua ini, Kak Eliz.” Ariy pun pergi bersama Kak Eliz. Kedua tangan di belakang punggungnya mengacungkan jari tengah. Pih! Aku tidak butuh bantuanmu, batin Var kesal sekali. ……. Sementara itu beberapa saat kemudian di ruangan para SUP’s. Auriv di balik meja menghadap si pendosa. Ia bertanya, “Lu pikir gue b**o? Lo gerakin mulut tanpa suara aja gue tau lo ngomong apa. Lu mau coba lindungin anak itu apa bagaimana?” “Pria yang datang kemarin adalah kolega penting atasan saya,” beritahu Ariy dengan sorot mata serta raut wajah datar tanpa ekspresi. Sama sekali tak terpengaruh pada tekanan yang berusaha anak remaja di hadapannya berikan. “Pak Naryama dan Pak Kayana, ya. Oke, kali ini lu akan gue maafin. Sekarang lo urus begundal satu itu,” perintah Auriv merujuk pada Var. “Speerspitze,” jawab Ariy sebelum meninggalkan ruangan Auriv. Auriv tertinggal bersama sekretarisnya dan seorang SUP. “Kita nggak bisa membiarkan pola pikir dengan rasa ingin tahu yang besar seperti ini terus berkembang tidak terkontrol,” kata Kir. “Gue rasa kita harus mengubah beberapa aturan,” usul Tonio. “Nggak bisa. Kita menerapkan aturan buat mereka. Kalau diubah seenaknya hanya karena segolongan kecil siswa. Bisa berpengaruh sama kehidupan semua siswa Spebius,” tolak Kir. “Kir, Tonio,” panggil Auriv. “SMA Swasta Spebius adalah pot yang disiapkan sebagai penyemai bibit-bibit unggul untuk Æthernal Corp.” “Dengan kata lain… semua murid di sini adalah sandera mereka,” sambung Eliz yang baru tiba. “Jaga mulut lo! Nggak pantas seorang SUP gedung ngomong kayak gitu,” bentak Tonio. “Kita hanya dapat dua anak tahun ini,” kata Kir, “Gue harap para SUP senior nggak harus buat masalah jadi semakin besar dengan berusaha mendorong perpecahan, yah.” “Gue ngomongin kenyataan. Bukan berarti berkonotasi negatif. Jangan nyolot, dong!” balas Kak Eliz ngegas. Auriv, Kir, dan Tonio membatin, yang nyolot itu elo, Liz. “Kalian kerjain aja tugas kalian masing-masing. Semua masalah biar gue yang urus,” putus Auriv. “Aku mohon tolong jaga dirimu selalu, Oppa, sarangheyoo,” rajuk Eliz manja. ……. Dua hari kemudian. Sien kembali dengan wajah tanpa dosa. Var buru-buru menanyakan apa yang membuat anak itu sampai tidak masuk. Ia pasti sudah diancam agar tidak mengatakan apa pun soal yang baru ia alami. Hmm… Tenang saja, Sien, ada Babang Variya Alkander di sini. “Gue habis bolos, anjir,” jawab Sien santai. Jawaban yang sangat menyayat hati. “Jangan bo’ong lu! Mana bisa bolos di sekolah demit ini. Baca tuh ukiran peraturan di prasasti motto sekolah!” amuk Var. “Bisa kok, anjir. Lunya aja yang kurang up to date dalam memperbaharui informasi. Ada syarat yang harus lo penuhi sebelum memutuskan untuk bolos dan itu kita sebut sebagai ujian SMB (Syarat Mutlak ‘tuk Bolos). Yang diujikan dalam ujian tersebut sendiri merupakan semua materi yang bakal lo lewatin kalau sampai beneran gak masuk. Kalau mau izin buat nggak masuk dengan alasan lain juga ada tes-nya,” beritahu Sien. Di kepala Var langsung terbayang SMS (Syarat Mutlak ‘tuk Sakit), SMAK (Syarat Mutlak ‘tuk Acara Keluarga), SMK (Syarat Mutlak ‘tuk Kondangan), dll. Var merasa bahwa ia benar-benar salju. Salah jurusan. Tanpa terasa sebentar lagi sudah waktunya untuk ujian semester. Ia tidak bisa menghadapi sekolah salah jurusannya ini dengan beberapa cara lama. Ia harus berubah menjadi Var yang baru! Var yang jauh lebih tangguh! “Sekarang rambut lo pink gitu, ya. Bagus, deh,” komentar Var akan warna rambut baru Sien sambil membelai beberapa helainya yang sangat lembut. Sien mendadak perasaannya melambung tinggi menggapai mimpi. Ia merespon pujian itu, “Keren, ‘kan? Katanya warna seperti ini sangat cocok sama kulit gue,” ucap Sien ceria. Ia jadi merasa mirip dengan Rap Monster dari boyband BTS. “Hari Minggu nanti gue minta tolong dong buat anterin ke tempat lo ngewarnain rambut ini,” pinta Var. Segera Sien acungkan salah satu jempolnya dengan semangat. “Ashiyaaap, bosquee.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN