Meja Kerja Baru

1488 Kata
Setelah jam makan siang berakhir, Titan sedang sibuk membersihkan meja kerjanya. Mulai besok dia akan pindah di lantai para petinggi perusahaan. Tadi pagi Titan mendapatkan pesan dari HRD jika Direktur Utama menerimanya menjadi Sekretaris keduanya. Titan termasuk karyawan yang banyak membawa barang-barang ke kantor. Di atas mejanya dia menaruh bingkai foto yang berisi foto Mamanya di waktu mengandung dirinya. Dia juga membawa beberapa hiasan meja yang ada di kamarnya. Tak lupa Titan juga membawa foto bersama Oma dan Eyang Uti. Foto Ihsan tidak Titan pajang karena dia tidak mau temannya tahu dia itu anak siapa. “Titania, aku akan merindukanmu,” ucap Marsha dengan sedih. “Aku kira berita pemindahan dirimu hanya gosip saja ternyata HRD tidak sedang bercanda.” “Setiap jam istirahat aku janji akan datang ke Divisi Keuangan, Kak. Aku ‘kan harus memasarkan jualanku.” “Dasar kamu ini! merusak suasana haru saja, Tan. Aku ini sedih kehilangan junior yang cekatan dan juga teliti seperti kamu bukannya aku sedih kehilangan Titan si penjualan dessert.” Titan terkekeh mendengar gerutuan dari seniornya yang baik hati. Sebenarnya dia sudah nyaman berada di Divisi Keuangan namun dia tidak bisa menolak tawaran HRD. Selain dia bisa meningkatkan kemampuannya dalam bekerja, Titan akan semakin dekat dengan Om Dudanya. Selesai mengemas semua barang yang dia bawa. Titan pamit dengan teman-temannya tapi tidak dengan Managernya. Semua seniornya mengatakan jika dia tidak perlu berpamitan dengan Nenek Lampir. “Bye, Titan. Harus sering kesini buat bawa dagangan ya.” “Jangan lupa besok bawa macaroni schotel lagi.” “Jika ada kesulitan jangan sungkan datang pada kami, Tan. Dan masih banyak lagi pesan-pesan dari para temannya. Setelah berpamitan, Titan bergegas menuju ke lantai atas. Dia tadi sudah di telepon HRD agar segera menata barang di meja barunya. Sesampainya dia di depan ruangan Direktur Utama. Sekretaris lama Ammar langsung menyapanya dengan ramah. Titan memang beruntung mendapatkan banyak teman yang baik saat dia magang. “Bu Rina, meja Titan kenapa besar sekali?” “Memang harus besar, Tan. Akan banyak dokumen yang transit di meja kerja kita.” “Owh, begitu. Ok ok.” Titan menata berbagai macam hiasan meja yang dimasukkan ke dalam kardus. Rina terkekeh melihat kesibukan rekan kerja barunya yang cantik sekaligus imut itu. “Selesai,” ucap Titan. “Tugas pertama Titan apa, Bu?” Rina mengajari Titan jobdesk sebagai Sekretaris Direktur Utama. Meskipun Titan hanya sekretaris kedua yang hanya bertugas membantu mengerjakan pekerjaan Rina jika sedang menumpuk. Ammar tetap ingin Titan mengerti apa saja yang harus dilakukan ketika sewaktu-waktu dibutuhkan saat meeting di luar kantor. Menjadi sekretaris Direktur Utama perusahaan besar seperti Zufar memang tidak mudah namun Titan tidak akan mudah menyerah begitu saja. “Sudah saya catat semuanya, Bu. Nanti kalau ada yang masih tidak saya mengerti Titan boleh tanya lagi?” “Tentu saja boleh, Titan. Tanya saja jangan pakai sungkan ataupun malu-malu.” “Siap!” jawabnya dengan semangat. Titan mulai mengerjakan pekerjaan yang diberikan oleh Rina. Hari ini tidak ada jadwal meeting di luar. Jadi, untuk sementara waktu dia aman. Tidak terasa sudah waktunya jam pulang kerja. Titan yang saking asiknya menyelesaikan pekerjaan terakhirnya tidak sadar jika Rina sudah pulang sejak tadi. Sebenarnya, pekerjaan terakhirnya tidak begitu mendesak jadi masih bisa diselesaikan besok. Tapi, Titan tidak mau menunda-nunda apa yang seharusnya dia kerjakan hari ini. Jadinya, dia rela pulang kerja sedikit terlambat ketimbang besok harus berangkat pagi terburu-buru mengerjakan sisa pekerjaan. “Kenapa kamu belum pulang?” “Ini mau pulang, Pak.” “Sengaja nungguin saya?” Titan menggelengkan kepala. Kedua tangannya masih sibuk mematikan komputer lalu mengemas barangnya ke dalam tas. “Titan tuh baru selesai mengerjakan dokumen yang Pak Ammar berikan. Bukannya sengaja menunggu Bapak pulang. Tapi, kalau kebetulan barengan pulangnya itu berarti rizky karyawan rajin seperti Titan.” Titan mengulum senyum dengan menaik turunkan kedua alisnya. Dia itu tidak ada keinginan untuk menggoda Ammar pada awalnya. Salah sendiri calon Duda di depannya itu memancingnya agar dia goda. “Ini kotak bekalmu,” Ammar menaruh kotak bekal makan siang milik Titan pada meja. “Macaroni schotel masih?” “Habis, Pak. Titan saja nggak kebagian.” Ammar hanya mengangguk kemudian pergi meninggalkan Titan yang masih membersihkan meja kerjanya. Titan menyapa OB yang baru mulai membersihkan lantai dimana dia sekarang bekerja. Gadis itu, sangat ramah dengan setiap orang yang dia jumpai. “Lah, Pak Ammar kok belum pulang. Nungguin Titan ya? Atau mau anterin Titan pulang?” “Kamu tidak lihat tulisan di depan lift,” tunjuknya pada kertas yang menempel. “Owh, rusak ternyata.” Titan melihat lift karyawan. “Itu ‘kan Lift para karyawan, Pak. Memangnya Pak Ammar boleh naik?” “Memangnya ada larangan saya tidak boleh naik lift karyawan?” Titan menggelengkan kepalanya. “Sepertinya tidak ada.” Keduanya menunggu lift itu naik ke atas. Tapi lift itu terus saja berada di lantai 2 membuat Titan tidak sabar memutuskan turun melewati tangga. “Kamu yakin mau turun lewat tangga?” “Iya, Pak. Kelamaan kalau nungguin lift. Jangan-jangan Pak Ammar lupa bayar listrik ya? Jadinya lift kehabisan daya.” Ammar melotot ke arah Titan. Bisa-bisanya karyawan magangnya memiliki pikiran lift rusak karena dia lupa tidak membayar listrik. “Zufar adalah perusahaan besar Titan, kamu pikir seperti rumahmu yang sering lupa bayar listrik.” “Mana pernah Papa Love telat bayar listrik? Meskipun sedang terkena pemadaman listrik bergilir rumah Titan tetap akan terang benderang soalnya punya diesel.” “Apa itu diesel?” “Mesin buat nyalain lampu kalau sedang mati listrik.” “Bukan diesel tapi genset, Titan!” “Tapi tulisannya diesel.” “Itu merk!” Ammar sudah tidak tahan jika harus berdebat dengan sekretaris barunya. Dia memutuskan untuk turun lebih dulu melewati tangga. Titan mengikuti dari belakang. Langkah Ammar cepat karena kedua kakinya panjang. Berbeda dengan Titan yang memiliki kaki minimalis. “Ah, capeknya ...” keluhnya saat sampai lobby. “Lift sedang rusak semuanya, Mbak. Karyawan yang belum pulang harus lewat tangga,” ucap Satpam yang bertugas. “Iya, Pak. Mana tinggi sekali lantainya. Sampai mau pingsan Titan.” Satpam terkekeh melihat wajah cantik karyawan magang yang penuh dengan keringat. Jelas saja Titan kelelahan karena selain tas dia juga harus membawa container box tempat dia membawa dagangannya. Titan berjalan menuju ke depan kantor untuk menghampiri supirnya yang sudah menunggu sejak tadi. “Non Titan sakit?” “Nggak, Pak. Aku habis turun lewat tangga lift sedang rusak.” Titan meminta tolong agar supirnya menaruh container box yang dia bawa ke bagasi belakang. Dia akan meminta supirnya mampir ke cafe untuk membeli gelato kesukaannya. *** “Mbak Titan,” panggil Beng-Beng ketika melihat bosnya masuk ke dalam cafe. “Selamat sore Beng-Beng. Kangen banget aku sama kamu.” “Mbak Titan sibuk banget sampai nggak pernah mampir ke cafe.” “Iya, Beng-Beng. Aku tuh lagi sibuk magang sekaligus jualan dessert.” Beng-Beng yang tahu tujuan bosnya datang ke cafe langsung memesankan gelato kesukaan Titan. “Memangnya Mbak Titan jualan dimana?” “Kantor.” “Boleh ya jualan di kantor?” “Iya, boleh. Asal tidak mengganggu ketenangan dan kenyamanan rekan kerja.” “Luar biasa sekali!” seru Beng-Beng. Titan meminta gelato miliknya di bungkus saja. Dia akan memakannya saat perjalanan pulang karena Ihsan sudah memasak makan malam untuknya. Perjalanan pulang menuju ke arah rumahnya macet total karena sedang ada perbaikan jembatan penyeberangan orang. Untung saja Titan membungkus cemilan untuk mengganjal perutnya yang sudah lapar. Dia juga tadi membungkus untuk supirnya jadi keduanya kini sedang makan camilan di tengah kemacetan. Titan membuka jendela ketika ada anak kecil mengetuknya. “Jualan apa?” “Kerupuk, kacang goreng dan juga minuman dingin, Kak.” “Tinggal segitu saja?” “Iya, Kak. Alhamdulillah hari ini laris. Berkat kemacetan yang terjadi.” “Semuanya berapa?” Anak kecil itu berhitung menggunakan kalkulator kecil yang dibawanya. “80 ribu, Kak.” Titan mengambil uang seratus ribu dari dalam tasnya. Dia meminta anak kecil itu untuk membungkus semua dagangannya. “Kembalinya buat kamu saja.” “Terima kasih, Kak.” Titan menutup kembali kaca mobilnya ketika anak kecil yang berjualan tadi sudah pergi. Dia membagi makanan yang baru saja dibelinya dengan Pak Supirnya. “Titan mana, Pak?” “Non Titan ketiduran, Tuan.” “Sudah lama?” “Lumayan, mungkin sekitar 20 menitan.” Ihsan membuka pintu mobil bagian belakang. Dia melihat putrinya tidur dalam keadaan masih memegang kacang goreng. Sepertinya, dia kekenyangan karena kebanyakan ngemil. Tidak tega membangunkan Titan yang sedang nyenyak dalam tidurnya. Ihsan menggendong tubuh mungil putrinya menuju ke kamarnya. Dia juga meminta supir agar membawa barang-barang beserta camilan Titan. Sesampainya di kamar Titan, ihsan membaringkan anaknya dengan perlahan. Sebenarnya jika di banting juga Titan tidak akan terbangun jika tidurnya sudah sangat nyenyak. “Papa sudah masak banyak kamunya malah boboh. Dasar anak baik!” Ada suara pesan masuk dari ponsel milik Titan. Ihsan mencari keberadaan ponsel milik putrinya. Ternyata Titan menaruhnya di kantong celana belakangnya. AYANG DOSBING “Kamu bisa masak rendang?”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN