Di Kejar Gadis Aneh

2242 Kata
“Tadi siapa, Bos?” “Anak dari Pak Ihsan.” “Si cantik Titan?” “Hmm ...” “Kenapa dia bisa ada di sini?” Ammar hanya mengangkat bahunya acuh, dia malas membalas pertanyaan beruntun dari sekretarisnya. Setelah Titan mengajak Om Duda kesayangannya pacaran, dia kembali ke meja kasir karena pengunjung cafe semakin ramai. Memang sudah waktunya jam makan siang, semua pekerja cafe harus bekerja ekstra keras memberi pelayanan terbaik untuk para pengunjung. “Mbak Titan tadi nyamperin siapa?” “Om Ammar.” “Saudaranya Mbak Titan ya?” Titan menggelengkan kepala. “Bukan saudara, Beng-Beng.” “Oh ... teman Pak Ihsan.” “Bukan juga.” “Terus siapa?” Titan meminta Beng-Beng untuk mendekatinya, dia akan membisikkan sesuatu pada karyawan yang sudah dianggap sebagai saudara sendiri. “Hah? Yakin mau pacaran sama Duda?” “Seribu yakin! Memangnya kenapa kalau Duda? Orang bentukannya paripurna begitu.” Beng-Beng menatap ke arah Ammar yang sedang serius menjelaskan sesuatu pada kliennya. Kedua sahabat itu kini sedang duduk di belakang meja kasir. “Iya juga sih, Mbak.” Beng-Beng menganggukkan kepala. “Eh, tapi umur berapa itu Om Duda?” “Belum terlalu tua, baru juga 35 tahun.” “Apa?!” seru Beng-Beng di dekat telinga Titan. “Gak usah pakai teriak segala kali, Beng. Sakit telinga aku,” omel Titan. Beng-Beng merasa bersalah hanya nyengir saja, dia tidak habis pikir pada anak dari bosnya. Bisa-bisanya jatuh cinta pada seorang duda, jarak umurnya jauh sekali dengannya. Padahal, kalau Titan mau bisa mendapatkan pacar yang seumuran dengannya. Banyak laki-laki yang terang-terangan mengatakan jika suka dengan Titan, bahkan ada yang langsung mengajaknya pacaran. “Habisnya Mbak Titan bikin aku jantungan saja.” “Memangnya aku kenapa?” “Jarak umur Mbak dan Om Duda itu banyak sekali. Tapi, dengan santainya Mbak Titan mengatakan ‘hanya 35 tahun’. Bukannya Pak Ihsan masih berumur 47 tahun, masak iya mau punya mantu yang umurnya tidak beda jauh?” “Gak papa dong, memangnya kenapa? Yang paling penting sama-sama single, aku juga sudah cukup umur untuk menikah. Maka dari itu, tidak ada masalah sama sekali.” “Bedanya 14 tahun Mbak! Astaghfirullah, aku gak bisa bayangin kalau Pak Ihsan sampai tahu.” “Malah bagus Beng-Beng, jadinya Titan akan dibimbing sama Om Ganteng jika menjadi istrinya. Kalau perempuan mencari suami itu memang harus cari yang matang biar bisa menjadi imam yang baik.” “Kalau itu terlalu matang, Mbak.” Titan mencebikkan bibir, dia sedikit kesal dengan Beng-Beng sejak tadi menyanggah terus ucapannya. Sepertinya, Beng-Beng harus di beri penjelasan kelebihan dari Ammar agar dia bisa menjadi tim sukses pengejaran cinta Om Duda. Titan menjelaskan pada sahabatnya jika Ammar ini baru saja menikah dengan wanita yang menjadi cinta pertamanya. Namun, baru 1 bulan menikah dia memutuskan untuk menggugat cerai istrinya karena ketahuan selingkuh dengan manajernya. “Jadi, istri Pak Ammar itu model terkenal itu, Mbak?” “Hmm ... Cecilia Amorita. Mereka dijodohkan oleh para orang tua. Sebenarnya, mereka teman masa kecil dan selalu sekolah di tempat yang sama.” “Agak berat juga, Mbak. Aku yakin pasti bakalan susah Move On.” Titan mengangguk, dia juga merasa perjuangan untuk mendapatkan cinta Om Duda tidak akan mudah. Namun, dia tidak akan menyerah begitu saja. Tekadnya sudah bulat, dia akan berusaha dengan keras agar dapat masuk ke dalam hati Om Duda kesayangannya. Setelah jam makan siang selesai, Titan memutuskan untuk beristirahat terlebih dulu. Dia akan shalat dzuhur sebelum makan siang di ruang kerja Papanya. Biasanya setelah makan siang dia akan menonton drama korea sampai tertidur. Waktu Titan akan pergi menuju ke mushola yang berada di belakang cafe, tidak sengaja dia bertemu dengan Ammar dan Sekretarisnya. Mendapatkan kesempatan emas tidak akan disia-siakan gadis itu. “Hai ... imamku. Titan sudah siap menjadi makmum.” Ammar memutar bola mata, dia menyesal kenapa memutuskan untuk shalat di cafe padahal sekretarisnya sudah mengajak untuk mencari masjid. “Non Titan sudah ambil wudhu?” tanya Devan, sekretaris Ammar. “Sudah, Pak. Ini tinggal pakai mukena saja.” Titan bergegas memakai mukena yang ada di dalam lemari kaca. Dia sungkan membuat Ammar dan Devan menunggu lama. Lagi pula waktu juga sudah menunjukkan pukul setengah 2 siang. “Titan sudah siap menjadi makmum,” ucapnya. Ammar telah menyelesaikan shalat sunnah langsung menjadi Imam untuk kedua orang yang ada di belakangnya. Selain menjadi CEO sukses, Ammar juga seorang taat beragama. “Om, mau pulang?” “Iya.” “Ke kantor atau ke rumah?” “Kantor.” “Ini ‘kan hari minggu, memangnya nggak libur?” “Tidak.” “Kasihan sekali sih, di hari libur saja masih harus bekerja.” Devan merasa mendapatkan kesempatan untuk mencibir bosnya mengatakan setuju dengan ucapan Titan. Selain menjadi sekretaris dia juga sahabat dari Ammar. Kasus perceraian Ammar memberikan dampak negatif baginya. Sahabatnya dulu selalu meluangkan waktu untuk keluarganya, kini berubah menjadi robot pekerja tak kenal lelah. Sebagai sekretaris jika melihat bosnya meeting di hari libur dengan terpaksa dia juga berangkat untuk bekerja. Meskipun, Ammar sudah memintanya untuk berlibur. “Padahal waktu untuk keluarga tidak bisa dibeli dengan uang.” “Benar sekali Non Titan.” “Ye ... Pak Devan sejak tadi kenapa panggil Non sih?! Panggil nama aja gak usah pakai embel-embel segala.” Devan terkekeh melihat wajah manyun gadis manis di depannya. Dia mengangguk, mengatakan jika akan memanggil dengan sebutan ‘Titan’ dengan syarat gadis manis itu juga memanggilnya tanpa sebutan ‘Pak’. “Baiklah, Kak Devan.” “Oke, Titan.” Ammar tidak ikut dalam percakapan antara sekretaris dan gadis yang dengan terang-terangan mengejarnya. Wajahnya datar, meskipun begitu dia masih terlihat tampan. Aura sultan memang beda. Tanpa mau menunggu kedua orang di depannya bicara, Ammar berjalan keluar dari cafe lebih dulu. Dia masih ada beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan, jadi harus segera kembali ke kantor. “Kalau begitu aku pulang dulu ya, Titan.” “Okay, Kak. Terima kasih informasi pentingnya, nanti kalau butuh bantuan boleh Titan hubungi Kak Devan?” “Tentu saja, kapanpun kamu butuh bantuan sebisa mungkin akan aku usahakan buat bantu.” Titan mengangkat kedua jempolnya, dia tersenyum bahagia. Sahabat sekaligus sekretaris Om Dudanya sudah menjadi tim sukses misi pengejaran cinta Ammar. *** “Sayang,” panggil Ihsan, saat putrinya sedang memasak. “Hai, Papa. Sudah selesai zoom sama klien?” “Iya, baru saja. Maaf ya, jadinya anak Papa harus masak makan malam sendiri.” “Gak masalah, Pa. Hanya masak sederhana saja, lagian Bibik sudah siapkan bahan-bahannya sebelum pulang kampung. Titan hanya perlu masukin saja lalu kasih bumbu, jadi deh ...” Ihsan membantu menata masakan yang sudah di siapkan di piring saji oleh putrinya. Rutinitas yang selalu dia lakukan setiap kali libur bekerja. Sebisa mungkin Ihsan akan meluangkan waktunya untuk putri semata wayangnya, dia tidak mau melewatkan momen saat Titan beranjak dewasa. Setelah semuanya siap, Titan dan Ihsan memulai makan malam mereka. Keduanya makan dengan mengobrol santai mengenai kegiatan di kampus Titan. Semester depan dia sudah mulai magang, jadi mulai dari sekarang harus sudah mencari perusahaan dimana dia akan magang. “Gak mau magang di kantor, Papa?” tawar Ihsan. Titan menggeleng dengan cepat, dia ini jurusan bisnis masak magang di kantor Firma Hukum yang benar saja! “Gak nyambung sama kuliah Titan dong Papa.” “Kenapa gak nyambung? Di kantor Papa ada anak magang jurusan sama kayak kamu, dia bergabung di divisi keuangan.” “Pokoknya Titan gak mau! Pengennya di perusahaan lain, biar putri Papa ini tidak mendapatkan perlakuan istimewa.” “Sudah tahu mau magang dimana memangnya?” Titan meneguk minuman yang ada di gelasnya sampai habis, dia sudah selesai dengan makan malamnya. “Sudah, Pa. Rencananya minggu depan bakal kirim surat lamaran buat magang. Doakan lancar gak pakai ditolak, Pa.” “Iya, Sayang. Papa akan selalu mendoakan yang terbaik buat putri kesayangan Papa.” Titan membereskan piring habis mereka makan, Ihsan tidak bisa membantu mencuci piring karena ada telepon dari sekretarisnya. Dengan cekatan Titan mencuci semua peralatan makan yang ada di wastafel, menatanya di rak piring bersih. Selesai dengan kegiatannya di dapur, Titan memutuskan untuk masuk ke dalam kamarnya. Sejak pulang dari cafe tadi dia belum sempat mengecek ponselnya, pasti saat ini sudah menumpuk ratusan chat dari grup berisikan kedua sahabatnya. Group Princess Fairy Tale Titan : “Ada apa manggil-manggil orang cantik?! Berisik banget!” Titan membalas pesan di grup tanpa mau membaca deretan chat sudah menunjukkan angka 500+. Biasanya jika ada informasi penting mengenai tugas kuliah chat tidak akan sebanyak itu. Nam-nam : “Dari mana saja kamu, Tan? Ada gosip terhot-hot pop di kampus.” Titan : “Aku habis masak makan malam. Lanjut makan malam sama Papa Love. Ada gosip apa?” Liliput : “Besok saja di kasih tahu, Nam-nam. Biar Titan bisa tidur dengan tenang.” Titan : “Oh tidak bisa, sudah terlanjur penasaran. Kalau, tidak cepat dikasih tahu bisa-bisa aku ngreyog jadi biduan dangdut nih ...” Liliput : “Goyang dong, Neng. Nanti bakal aku sawer pakai intan permata.” Titan : “Ngebor nih aku, jangan sampai berubah jadi ngecor rumah! buruan kasih tahu.” Nam-nam : “Putri kampus pacaran sama ketua BEM Universitas. Baru saja officially tadi sore, mereka memposting foto sama di IG.” Liliput : “Tidak hanya itu saja, mereka juga memposting saat acara surprise yang diberikan sama ketua BEM saat menembak putri kampus.” Titan : “Pakai pelet apa tuh si putri kampus? Perasaan kemarin masih di tolak mentah-mentah sama pak ketua BEM.” Liliput : “Sepertinya pakai pelet Semar Mesem sama Jaran Girang.” Nam-nam : “Bukan itu peletnya, kalau dari gosip yang beredar sih. Pakai pelet dimasukkan di botox wajah.” Titan terpingkal-pingkal membaca deretan pesan yang dikirimkan oleh kedua sahabatnya. Namira dan Ellyana adalah sahabat sejak Titan masuk ke sekolah TK. Mereka bertiga selalu sekolah di tempat yang sama hingga mereka kuliah. Yang baru saja mereka gosipkan adalah teman satu kelas Titan bernama Franda. Dia itu suka membuat masalah dengan Titan tanpa alasan. Sikapnya, kecentilan dan merasa paling cantik menjadikannya mendapat julukan 'Putri kampus'. Keesokan harinya ... “Nanti pulang di jemput sama supir kantor, Sayang. Papa ada persidangan sampai nanti sore.” “Gak usah di jemput, Pa. Titan mau ke perpustakaan bareng sama Nam-nam dan Liliput setelah selesai perkuliahan.” “Naik apa?” “Pakai mobilnya Nam-nam.” “Namira pakai supir?” “Iya, Papa Love. Tenang saja,” jawab Titan dengan memeluk lengan Papanya. Ihsan membawa putrinya ke dalam pelukannya, dia mengecup kening Titan cukup lama. Karena, tiba-tiba saja dia teringat mendiang istrinya. “Titan masuk ke kampus dulu ya, Pa. Gak boleh ngebut, lancar-lancar buat semua sidang hari ini.” “Terima kasih, Sayang.” Titan melambaikan tangannya sebelum dia benar-benar masuk ke dalam kampusnya. Dia langsung menuju kelas, karena kedua sahabatnya sudah menunggunya. Tidak sabar ingin membahas persoalan semalam belum usai juga. “Titan.” Merasa ada yang memanggilnya dari belakang, Titan menghentikan langkahnya. “Eh, Kak Erik. Ada apa?” “Gak papa, mau bareng saya menuju kelas. Kuliah di lantai 6 ‘kan?” “Hmm ...” “Kalau begitu barengan saja, aku juga ada mau ke sana.” Titan mengangguk dia melanjutkan langkahnya menuju ke arah lift dengan Erik ketua BEM universitas. Awalnya, dia akan menolak karena feeling Titan tidak baik. Dia merasa jika berjalan berdua dengan Erik akan terjadi badai tornado. “Titan duluan ya, Kak. Sudah ada janji sama teman.” Erik menarik tangan Titan agar dia tidak buru-buru meninggalkannya. Gadis itu dengan cepat menepisnya. “Maaf Kak, sebaiknya kita tidak perlu bicara ketika sedang berduaan seperti ini. Takut kalau ada yang marah.” “Tidak akan ada yang marah, jika kamu maksud adalah Franda. Dia pengertian dan selalu bersikap dewasa. Kalau hanya bicara begini tidak akan cemburu dia.” Titan mendengkus, bisa sekali putri kampus itu bermuka dua di depan Erik. Sepertinya, selain pandai bermain drama. Franda juga memakai pelet seperti yang dikatakan oleh kedua sahabatnya semalam. “Titan benar-benar harus ke kelas, Kak. Sekali lagi maaf ya ...” Tanpa menunggu jawaban dari Erik, gadis itu langsung mempercepat langkahnya menuju kelasnya. Saat dia masuk ternyata sudah penuh kelasnya, mungkin karena hari ini ada dosen tamu akan mengajar. Jadinya, semua mahasiswa semester 6 berangkat lebih awal. “Titan, sini.” panggil Namira. Dia langsung berjalan ke arah Namira dan Ellyana tanpa dia melihat ke arah bawah. Ada kaki yang sengaja menjegalnya agar Titan terjatuh. “Aduh ...” ucapnya. “Lututku,” rengeknya. Saat melihat lututnya berdarah. “Makanya kalau jalan tuh pake mata!” Titan mendongak ke atas, ternyata Franda sengaja membuat Titan terjatuh. “Oh, putri kampus sedang berperan sebagai apa ini? Princess baik hati atau Maleficent?” “Jaga bicaramu! perempuan genit suka menggoda pacar orang!” “Oh iya, kah? Apa ini disebut penyabar dan dewasa? Sepertinya Kak Erik harus tahu soal ini.” "Selain berbakat jadi pelakor, kamu juga memiliki bakat tukang mengadu ya? tidak tahu diri!" Titan tersenyum miring. "Gak punya kaca di rumah?" Keduanya berdebat tanpa mau ada yang mengalah, hingga suara berat dan dalam menghentikan adu mulut antara Titan dan Franda. Titan masih terduduk di lantai di bantu oleh dosen perempuan yang mengajar mata kuliah metode penelitian ekonomi untuk berdiri. “Kamu tidak apa-apa, Titan?” “Tidak, Bu. Hanya sedikit nyeri saja lututnya akibat terbentur lantai.” “Butuh ke rumah sakit? lututnya berdarah.” Titan menggeleng. “Tidak perl ... hah?” dia menggantung ucapannya saat melihat dosen tamu yang akan mengajarnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN