Episode 9(Awal)

1957 Kata
Remember You Episode 9(Awal) ~Ingatanku tanpamu~ “Mencoba mengingat seseorang yang tidak pernah ada di ingatanku”   Aileen menatap pemukiman yang ada di depan matanya. Sejak satu pekan terakhir, Aileen tidak bisa menahan kebahagiaannya karena melihat senyuman ratusan orang tanpa kasta yang dia temui. Mimpinya berjalan dengan baik.. Aileen tidak pernah mengira jika akhirnya dia bisa membuat orang tanpa kasta memiliki fasilitas kesehatan. Aileen sadar jika kemampuannya sangat terbatas. Ada ribuan pemukiman tanpa kasta yang ada di dunia ini, Aileen baru bisa membantu sebagian kecil. Namun, Aileen tidak akan patah semangat. Ini baru awal dari semua perubahan yang ingin dia lakukan. Suatu saat nanti Aileen akan kembali berdiri di tempat sama sambil melihat pembangunan fasilitas umum lainnya untuk pemukiman orang tanpa kasta. Yang pertama adalah fasilitas kesehatan karena selama ini orang tanpa kasta tidak pernah berobat ketika mereka terserang penyakit. Mungkin suatu saat nanti Aileen bisa membantu membangun fasilitas pendidikan dan juga fasilitas yang lainnya. Tempat ini akan berkembang ke arah yang semakin baik. “Dari yang saya lihat sejak pagi, Anda sepertinya sangat akrab dengan pemukiman ini..” Aileen tidak tahu sejak kapan Eros Kaladra berdiri di sampingnya, tapi sekarang pria itu tampak sedang menatap hal yang sama seperti Aileen. Mereka berdiri di atas jembatan untuk melihat proses pembangunan rumah sakit pertama di pemukiman ini. “Pemukiman ini adalah yang paling dekat dengan rumahku, aku sering datang ke sini untuk melakukan kegiatan amal dengan yayasanku..” Kata Aileen dengan tenang. Untuk sejenak, Aileen mencoba melupakan semua masalah rumit yang dia miliki. Hubungan Eros, Rieka, dan juga Keizaro.. Aileen ingin melupakan semua itu dan fokus mengawasi pembangunan rumah sakit di pemukiman ini. Aileen merasa sangat senang ketika dia bisa berinteraksi langsung dengan orang tanpa kasta yang ada di sini. “Jadi Anda—” “Jangan bicara formal seperti itu. Kita adalah rekan saat ini. berbicaralah dengan santai seperti saat kamu membawaku ke rumah sakit ketika kakiku terluka di kantormu..” Kata Aileen sambil tersenyum. Kehidupan Aileen di kota memang sedang rumit. Ada banyak pertanyaan yang terus mengganggu pikirannya, tapi di sini dia tidak ingin terbeban oleh apapun. Aileen tidak peduli jika Eros dan Rieka sempat membicarakan tentang dirinya ketika di rumah sakit beberapa waktu lalu. Yang pasti sekarang mereka adalah rekan satu tim yang sedang berusaha memberikan layanan masyarakat untuk warga pemukiman. Mata Aileen terpejam ketika dia merasakan hembusan angin di wajahnya. Hari sudah semakin sore, itu artinya Aileen harus segera mengakhiri kunjungannya di tempat ini. Beberapa waktu belakangan ini, Aileen semakin kesulitan untuk datang berkunjung ke pemukiman ini karena ayahnya dan juga tunangannya sering melarang dirinya. Aileen merasa tidak rela karena harus berlalu dengan begitu cepat padahal Aileen masih ingin menghabiskan waktunya di tempat ini. Sejak pagi Aileen sudah sibuk dengan melakukan penyuluhan kesehatan untuk orang tanpa kasta. Aileen juga memberikan beberapa makanan dan pakaian untuk anak-anak kecil. Sungguh, tidak ada yang lebih menyenangkan dibanding dengan melihat senyuman orang-orang tanpa kasta yang tinggal di tempat ini. Mereka selalu bersyukur atas apa yang mereka miliki padahal selama ini mereka banyak menghadapi masalah. Mereka juga hidup sengsara karena tidak punya kewarganegaraan. Oh Tuhan, seandainya saja Aileen memiliki kekuasaan untuk mengatur dunia ini, pasti Aileen akan segera menghapuskan sistem kasta dan membuat semua orang hidup damai dalam kesetaraan. “Kamu menyukai matahari terbenam?” Tanya Eros. Aileen menganggukkan kepalanya. Cahaya kemerahan ketika senja datang adalah hal yang paling indah di dunia ini. “Paman.. apakah aku bisa mendapatkan permen lagi?” Aileen dan Eros dikejutkan dengan kedatangan anak kecil yang tiba-tiba datang sambil menarik kaki Eros seakan dia sedang memohon kepada pria itu. Aileen tersenyum ketika melihat betapa menggemaskannya anak itu. Dia mungkin baru berusia lima atau enam tahun. “Apakah aku terlihat seperti orang yang memiliki banyak permen?” Tanya Eros sambil membawa anak itu naik ke gendongannya. Aileen menatap Eros dengan terkejut. Dia tidak mengira jika dibalik kepribadiannya yang terlihat dingin dan arogan, Eros menyimpan sisi manis dan hangat seorang pria dewasa. “Temanku mengatakan jika Paman memiliki banyak permen..” Anak laki-laki yang sedang dalam gendongan Eros mencurutkan bibirnya. Sepertinya dia sangat menyukai permen coklat yang tadi Eros bagikan kepada anak-anak. Iya, seharian ini Aileen memang banyak menghabiskan waktu bersama dengan Eros. Mereka membagikan mainan, makanan ringan, dan juga buku kepada anak-anak. Khusus untuk mainan, Eros sendiri yang membelinya menggunakan uang pribadinya. Aileen tidak diberi tahu jika Eros akan membawa mainan dalam jumlah yang sangat banyak untuk dibawa ke pemukiman ini. Eros berhasil mengambil hati anak-anak kecil padahal selama ini Aileen yang akan selalu menjadi primadona dalam setiap acara amal. Aileen tersenyum geli. Dia tidak menyangka akan melihat Eros dari sisi yang lain. Dari pandangan berbeda yang membuatnya semakin bertanya-tanya tentang siapa sebenarnya pria itu. “Aku memang memiliki banyak permen coklat tadi, tapi aku sudah membagikan semuanya. Aku tidak punya apapun sekarang..” Eros mengendikkan bahunya dengan pelan. Aileen tertawa lalu mengulurkan tangannya untuk memberikan dua buah permen yang ada di saku celananya. Permen milik Aileen memang bukan permen coklat, tapi Aileen harap anak laki-laki itu tetap menyukainya. “Aku punya dua permen, tapi ini bukan permen coklat. Apakah tidak masalah?” Tanya Aileen sambil mengusap kepala anak itu dengan pelan. Aileen merasa terharu ketika dia melihat binar kebahagiaan di mata anak kecil yang sedang digendong oleh Eros. Hanya dengan dua biji permen rasa buah, Aileen bisa membuat seorang anak tersenyum bahagia. Kebahagiaan memang datang dari hal yang sederhana. Kadang manusia terlalu sibuk untuk menyadari jika kebahagiaan mereka tidak berasal dari uang ataupun kekuasaan. Hal yang paling sederhana, itulah sumber kebahagiaan yang tak terbatas. “Terimakasih, Nona..” Kata anak itu sambil mengambil permen yang ada di tangan Aileen. “Apa? Kenapa kamu memanggilku paman tapi memanggil dia dengan sebutan ‘Nona’?” Tanya Eros sambil menunjuk ke arah Aileen. Aileen kembali tertawa. Bahkan Eros mencoba untuk bergurau dengan anak ini. Sungguh, Eros memang orang yang sangat misterius. Pria itu membuat Aileen mengingat sesuatu yang.... yang tidak bisa dia ingat dengan jelas. Astaga, apa-apaan ini? Aileen mulai melantur lagi. “Karena dia sangat cantik. Dia juga masih muda, dia pantas untuk kupanggil ‘Nona’” Kata anak itu. Aileen menggelengkan kepalanya dengan pelan. “Jadi kamu mengatakan jika aku jelek dan sudah tua?” Tanya Eros. Anak kecil yang berada di gendongan Eros langsung menggelengkan kepalanya dengan cepat. “Bukan begitu, Paman adalah pamanku. Itu yang dikatakan oleh ibuku..” Kata anak itu. Aileen mengernyitkan dahinya. Anak ini sedang berbicara tentang apa? “Oh iya? Apakah ibumu mengenalku sehingga dia memintamu untuk memanggilku ‘Paman’? Aku bukan Pamanmu” “Ibu bilang Paman juga mengenalnya..” Aileen semakin tertarik dengan pembicaraan ini. Sepertinya anak kecil itu pandai bergurau.. “Baiklah, katakan kepadaku.. siapa nama ibumu?” Tanya Eros dengan sabar. “Alika. Nama ibuku adalah Alika..” Jawab anak itu. Aileen menatap Eros yang tampak terkejut ketika mendengar jawaban yang dilontarkan oleh anak yang dia gendong. Untuk sesaat, Eros hanya diam sambil menatap dengan kosong. Tapi beberapa detik kemudian Eros tampak berusaha mengendalikan dirinya. Aileen jadi bertanya-tanya. Apakah Eros memang mengenal perempuan bernama Alika? “Siapa namamu, nak?” Tanya Eros dengan pelan. “Ethan. Apakah namaku bagus?” Tanya anak yang mengaku bernama Ethan tersebut. Ethan? Aileen rasa dia pernah mendengar nama itu. Ah, iya.. Ethan adalah nama yang Adeline sebutkan beberapa saat lalu. Katanya kardus sepatu yang ada di kamar Aileen adalah milik pria bernama Ethan. Aileen menggelengkan kepalanya dengan pelan. Bukan Ethan yang ini yang ingin dia cari. Ethan yang dimaksud oleh Adeline pastilah seorang pemuda yang seumuran dengan Aileen, bisa lebih tua atau lebih muda. Entahlah, sampai saat ini Aileen masih belum bisa menemukan apapun yang berhubungan dengan Ethan. “Ethan? Itu nama yang sangat bagus..” Puji Aileen sambil tersenyum. “Benarkah itu, Nona? Namaku memang bagus. Bagaimana denganmu? Siapa namamu?” Tanya Ethan sambil menatap Aileen dengan pandangan tertarik. “Ibumu sungguh bernama Alika?” Tanya Eros ketika Aileen baru akan menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Ethan. “Iya. Apakah Paman sungguh mengenalnya? Aku pikir ibuku berbohong ketika dia mengatakan bahwa paman mengenalnya..” Kata Ethan. Aileen kembali menatap Eros. Untuk sesaat, terlihat dengan jelas jika Eros tersenyum sambil menganggukkan kepalanya dengan pelan. “Sepertinya aku memang mengenalnya..” Kata Eros sambil memeluk Ethan sesaat sebelum membiarkan anak itu turun dari gendongannya dan berlari menjauh menuju ke arah teman-temannya yang ada di bawah jembatan. “Apakah kamu sungguh mengenal ibunya?” Tanya Aileen. Dia merasa penasaran dengan jawaban yang Eros berikan kepada Ethan. Bagaimana mungkin Eros mengenal orang tanpa kasta yang tinggal di sini? Apakah Eros pernah mengunjungi tempat ini sebelumnya? “Tidak, aku hanya bergurau untuk membuat anak itu senang.” Jawab Eros sesaat sebelum dia melangkahkan kakinya menjauh dari Aileen. “Kamu akan pulang?” Tanya Aileen sambil menatap punggung Eros yang mulai menjauh dari pandangannya. “Tidak, aku akan pergi ke suatu tempat..” Jawab Eros tanpa menolehkan kepalanya. Aileen mengernyitkan dahinya. Pria itu akan pergi kemana? Eros memutar tubuhnya sehingga sepenuhnya menatap ke arah Aileen. Diterangi oleh cahaya keemasan ketika senja, Aileen merasa jika waktu berhenti sesaat ketika matanya menemukan tatapan Eros. Oh Tuhan, Aileen bahkan merasa jika jantungnya berdetak dengan cepat seiring dengan aliran darahnya yang berdesir menyenangkan. Apa ini? “Apakah kamu mau ikut denganku?” Tanya Eros. Aileen merasa ragu untuk sesaat. Mereka tidak cukup dekat untuk pergi ke suatu tempat bersama. Maka dari itu, Aileen memilih untuk menggelengkan kepalanya. “Baiklah..” Jawab Eros sambil kembali melanjutkan langkahnya. Aileen menatap punggung Eros yang kembali menjauh dari pandangannya. Entah kenapa Aileen jadi merasa gelisah karena dia menolak tawaran Eros. “Eros?” Aileen memanggil Eros dengan suara lantang. “Ya?” Eros menolehkan kepalanya. Aileen menghembuskan napasnya dengan pelan. Apa yang diinginkan oleh hatinya? Apakah Aileen harus mengikuti kata hatinya? “Bolehkah aku ikut denganmu?” *** Aileen tidak percaya Eros membawanya ke jalan curam menuju bukit. Matahari sudah hampir tenggelam sepenuhnya sehingga langit mulai gelap dengan perlahan. Apa yang akan dilakukan oleh Eros? Kenapa dia membawa Aileen menuju ke bukit? “Apakah tidak masalah jika kita berjalan beberapa menit lagi? Kita bisa kembali jika kamu keberatan..” Eros berbicara sambil mengulurkan tangannya untuk menuntun Aileen melewati batang pohon tumbang yang menghalangi jalan. Aileen menggelengkan kepalanya. Memangnya mereka akan kemana? Apakah perjalanan ini masih jauh? “Aku yakin kamu tidak akan menyesal karena ikut denganku..” Kata Eros. Aileen tidak menjawab. Dia juga masih bingung kenapa tiba-tiba berubah pikiran dan memutuskan untuk mengikuti Eros. Sejak pagi Aileen memang sepakat dengan dirinya sendiri untuk melupakan semua masalahnya yang rumit. Aileen akan menjalani hari bersama Eros layaknya seorang rekan satu tim. Namun, Aileen tetap tidak bisa menyangkal jika sejak tadi dia terus memikirkan hal mengenai Eros. Mengenai Rieka dan juga Keizaro. Ada banyak sekali pertanyaan di dalam pikiran Aileen, tapi dia tidak berani mengatakan apapun. “Pertemuan pertama kita kurang menyenangkan.. selama ini aku terus memikirkan hal itu, dan merasa menyesal karena telah memperlakukanmu dengan buruk. Aku ingin meminta maaf..” Kata Eros. Aileen mengangkat kepalanya. Kenapa Eros meminta maaf? Pertemuan pertama mereka terjadi sekitar satu bulan yang lalu. Sekalipun Aileen memang merasa kesal dengan Eros karena pria itu bersikap arogan, Aileen tidak mungkin menyimpan dendam hanya karena masalah sepele. “Aku sudah melupakan kejadian itu. Kita bertemu dengan cara yang sedikit tidak menyenangkan, tapi kita tetap rekan satu tim dalam acara amal ini.. lagipula saat itu aku terjatuh tidak terlalu keras” Kata Aileen sambil tertawa. Astaga, Aileen baru saja jika ini adalah tawa pertamanya setelah kecelakaan Keizaro beberapa waktu lalu. Sekalipun bukan jenis tawa yang menunjukkan kebahagiaan, tapi Aileen merasa lega karena dia bisa kembali tertawa. “Bukan pertemuan itu yang aku maksud..” Kata Eros. “Apa?” Aileen menolehkan kepalanya dan menatap Eros dengan kebingungan. Bukankah pertemuan pertama mereka adalah saat Aileen menabrak punggung Eros dan jatuh ke lantai? 

Baca dengan App

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN