5. Bahaya

1096 Kata
Part 5 "Kau tahu apa bocah! Kau hanya anak kemarin sore! Tak pantas bersanding dengan Safira. Dia itu butuh sosok yang dewasa bukan anak ingusan seperti kamu, yang bisanya cuma main gitar gak jelas! Pernikahan itu bukan buat senang-senang saja, kamu juga harus memenuhi kebutuhan hidupnya, memberinya nafkah. Sementara kamu? Makan saja masih numpang orang tua!" Seketika Abi terdiam. Memang benar ucapan kakaknya, dia masih menumpang sama orang tua, lalu bagaimana caranya dia membahagiakan Safira? "Sudah sadar sekarang posisimu seperti apa? Sok-sokan janji mau bahagiakan Safira. Niiih ..." Adit mengacungkan jempol terbalik pada adiknya, mengejek serta menghina. "Ngimpiiii ...!" Aditya pun berlalu begitu saja meninggalkan adiknya yang masih termenung sendiri. Motornya sudah menjauh dari pelataran rumahnya dan berbelok ke jalan raya. Selama ini Abiyya memang hidup mengandalkan orang tua. Keluarganya bukan orang kaya, tapi masih dibilang mampu, dua orang anaknya punya motor sendiri-sendiri. Abiyya melajukan motornya usai mengunci pintu rumah. Motor melaju dengan kencang. Rasa nyeri yang berdenyut tak ia hiraukan lagi. Ia tak menyangka akan bersitegang dengan sang kakak gara-gara wanita. Wanita yang kini menjadi istrinya. Entah mulai kapan dia merasakan getaran cinta. Yang jelas awalnya ia merasa iba pada Safira, karena sudah dibohongi mentah-mentah oleh Aditya. *** "Lu kenapa, Sob? Mukanya kok ditekuk gitu? Lagi bete lu ya?" tanya Eggy sambil menyikutnya. Pemuda itu duduk di samping temannya yang sedang galau. Mereka duduk di tanah yang beralaskan rumput liar. Matanya memandang ke depan, sebuah genangan air bekas kolam ikan yang sudah tak terurus dan dibiarkan terbengkalai begitu saja. Abiyya masih asyik melemparkan kerikil kecil ke genangan air di hadapannya, hingga menimbulkan bunyi yang khas. "Woi, ditanya diem aja!" senggolnya. "Gy, menurut lu kerja apa yang bisa cepet hasilin uang?" "Tumben tanya gitu, lu mau kerja? Bukannya lu anti banget gak pengen kerja, suruh lanjut kuliah aja lu gak mau, dasar Pe-A!" "Ck! Gue serius Gy, gue harus cari kerjaan, ya masa istri gue gak dinafkahi." "Tunggu-tunggu, istri? Lu udah kawin?" "Bukan kawin tapi nikah!" "Eh iya, maksud gue lu udah nikah?" "Iya." "Serius lu?" "Dua rius malah." "Abi! Gue nanya serius, lu beneran udah nikah?" "Gue juga jawabnya dua rius dodol! Gue udah nikah, n-i-k-a-h, ni-kah!" sahut Abiyya mengeja begitu jelas. Eggy melongo tak percaya. "Beneran lu udah nikah?" Abi mengangguk seraya menjitak kepala temannya. Ia benar-benar kesal karena Eggy tak kunjung percaya. "Kapan lu nikah? "Kemarin." "Gila lu, nikah kok gak ngundang-ngundang! Tega lu sama temen sendiri!" Abiyya hanya menghela nafas panjangnya. "Dadakan, Gy." "Maksud lu?" "Gue bukannya tega. Tapi acaranya mendadak sekali, gue harus gantiin kakak gue saat ijab qobul. Acaranya juga sangat sederhana, cuma ijab qobul doang, terus syukuran, udah. Gak ada pesta mewah." "Hah? Jadi maksudnya lu pengantin pengganti?" "Ceritanya panjang. Mas Adit bikin masalah, istri simpanannya dateng tuh pas lagi mau ijab. Dia mencak-mencak sambil nangis. Semuanya shock sampai Mbak Safira hampir tertabrak. Tapi keluarga kami pengen dia tetep menikah, makanya gue maju." "Ceileeeeh tumben jadi bocah gentleman nih ... Jadi namanya Mbak Safira?" ledeknya Eggy Abiyya mengangguk. "Jadi udah pencoblosan dong, gimana enak enggak? Pasti enak dong, kan katanya surga dunia!" Abiyya langsung menyikut temannya yang tergelak dalam tawa. "Pencoblosan, enak banget kalo ngomong, lu pikir ini pemilu? Ada yang dicoblos-coblos!" "Hahahaha ..." Eggy makin terpingkal-pingkal. "Udahlah jangan ketawa lagi, gue serius Gy, gue pengen cari kerja!" "Hahaha, oke-oke. Jadi gimana Mbak Safira-mu cantik gak?" "Banget." "Ulalaaaa, jadi lu jatuh cinta beneran dong sama mantan calon kakak iparmu itu?" Abiyya hanya nyengir. "Lihat fotonya dong! Jadi pengen tau orangnya kayak apa!" "Ya elah dimintai saran, pertanyaan lu malah melebar kemana-mana. Nih kalau lu pengen lihat foto Mbak Safira, gue pernah motret dia diem-diem," pungkas Abi seraya menyerahkan ponselnya. "Cieee cieee, ternyata sebelumnya dah jadi pengagum rahasia," ledek Eggy lagi. Dia menatap layar ponsel Abiyya. "Waow, ini sih cantik banget gaes." "Emang." "Beruntung banget lu, Bi. Semalam habis mimpi apaan punya bini cakep gini!" Abiyya hanya mengembuskan nafas panjangnya. "Abi, gaspol dong! Masa punya bini cakep dianggurin." Pletak. Abiyya kembali menjitak kepala Eggy, temannya yang rada somplak itu. "Eh ngomong-ngomong, kakak lu br*ngs*k juga ya!" "Sudahlah gak usah ngomongin dia lagi, benci gue. Gue pengen buktiin ke kakak gue, kalau gue pun bisa kerja, bukan dia aja yang bisa!" Eggy tampak berfikir. "Hmmm ... Jadi persaingan kakak dan adik nih? Terus lu sekarang tinggal dimana?" "Rumah lah." "Iya, maksudnya rumah ortu lu atau rumah mertua?" "Ortu gue." "Serius?" "Jadi lu sama Safira, terus Mas Adit tinggal serumah?" Abiyya mengangguk. "Waah, bisa bahaya!" "Bahaya gimana?" "Lu gak takut Safira bakal direbut ama kakak lu lagi? Secara kan mereka dulunya pacaran, pasti masih ada perasaan cinta diantara mereka. Dan takutnya kan khilaf gitu, godaan setan kan gak ada yang tau." Abiyya terdiam sejenak, dia memang kurang nyaman kakaknya masih sering mengganggu istrinya. Pemuda itu kembali mengambil nafas dalam-dalam. "Apa boleh buat, Gy. Gue gak punya uang buat ngajakin Mbak Safira ngontrak rumah." "Kenapa gak tinggal bareng mertua lu aja?" "Keluarganya malah nyuruh anaknya tuh tinggal sama gue. Seorang istri itu harus ikut suaminya." "Edyaaan ...! Sabar ya, Sob," sahut Eggy seraya menepuk-nepuk pundak Abiyya. Abiyya bangkit, mengambil batu kerikil yang lebih besar, lalu dilemparkannya ke tengah-tengah kolam. Plung! Terdengar pantulan suara batu yang tercebur tadi. "Dah lah, gue mau kerja apa aja, yang penting nghasilin duit. Kasihan Mbak Safira kalau gue cuma nganggur dan jadi pajangan doang." "Jadi penyanyi aja lu, suara lu kan bagus gitu kek vokalis band, dan lagi lu bisa main gitar, beuuuh mantep kan!" "Elaah, ngimpi aja lu! Jadi penyanyi mah prosesnya lama. Iya kalau hoki ketemu produser musik, kalau kagak?" Eggy cuma nyengir, menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal. "Eh, lu kenapa gak buka sablonan aja?" "Gak punya modal gue!" "Minta bokap lah!" "Paling diceramahi doang suruh cari sendiri, gue udah dewasa, dah punya istri, harus mandiri!" "Hahaha, nasib lu asem bener!" "Hush! Dah lah, gak ada gunanya gue ngomong panjang lebar ama lu, gak dapet pencerahan malah makin runyam pikiran gue!" "Aiiih, marah nih!" Abiyya bangkit, lalu menyambar kunci motornya. "Mau kemana lu?" teriak Eggy. Abiyya hanya melambaikan tangannya tanpa menoleh lagi. Perasaannya memang masih kalut. Masih berpikir apa yang harus dia lakukan? Apa perlu ngojek online sementara waktu? Atau jadi pengamen jalanan? Motornya melaju membelah jalanan. Dia masih keliling tak jelas, tak punya arah dan tujuan pasti. Tetiba di tempat yang sepi, dia mendengar suara teriakan meminta tolong. "Toloooongg .... Toloooongg ..." Abiyya memperlambat laju motornya, mendengarkan dengan seksama suara itu. Tak lama ia menatap seorang wanita tengah di kepung oleh dua orang pria, tengah memperebutkan sesuatu. "Toloooongg ...!" Mata Abiyya terbelalak kaget saat melihat Safira tengah berada dalam bahaya. "Lho, itu kan Mbak Safira?!"

Cerita bagus bermula dari sini

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN