Jesika nampak tertawa terbahak-bahak bersama Mira sahabatnya. Memasuki mini market milik orang tua Jesika yang letaknya tepat di depan kampus Jesika dan Mira. Kedua gadis itu nampak bahagia. Ya. Setelah melakukan agenda tebar pesona pada para pemuda yang melakukan ujian pegawai pemerintahan. Kegiatan tebar pesona yang rutin kedua gadis itu lakukan setiap ujian kepegawaian pemerintah dilakukan.
"Baru kembali, Sayang?" Ayana menatap jam yang bergantung di dinding. Kemudian beralih menatap kembali sang putri yang baru menampakkan batang hidungnya.
"Hehehe....Hai, Mom." Jesika tersenyum kecut melihat Ayana sang ibu sudah berdiri dengan tangan terlipat di d**a.
"Aku balik dulu," Mira berbisik pada Jesika. Mencoba kabur dari Ayana yang nampak siap menghujam pertanyaan kedua gadis itu. " Balik dulu, Tante. " Mira berlalu pergi dengan wajah seoalah merasa bersalah pada Jesika. Ya. Meskipun Jesika tahu sahabatnya itu hanya berpura-pura simpati padanya.
Jesika menarik kursi. Duduk sembari menyandarkan kepala.
"Kamu dari mana saja, Sayang. Bukankah hari ini Mama sudah pesan untuk cepat balik?" Ayana membelai lembut rambut panjang sang putri yang hampir menyentuh lantai.
"Lokasi ujian pemerintah, Mom," Jesika tersenyum lebar. " Biasa tebar pesona. Biar mama cepat dapat calon menantu."
"Kamu sungguh berniat menikah dengan pegawai pemerintahan, Nak? Tidak ingin yang lain?"
Jesika menggeleng pasti. " Tidak. Kelihatannya pegawai pemerintahan sangat cocok untuk ku, Mom."
"Memang dalam kehidupan wanita dapat menentuka dua pilihan, Nak. Menjadi sukses atau menikahi laki-laki sukses. Dan sukses tidak harus pegawai pemerintahan, Sayang."
"Tapi pegawai pemerintahan salah satunya bukan? Salah satu golongan yach bisa dibilang orang sukses," Jesika menjawab tanpa ragu. " Jesika hanya ingin menikahi laki-laki yang berpenghasilan pasti, Mom. Itu aja tidak lebih."
"Baiklah. Kalau kamu sudah yakin seperti itu, Mama akan mengenalkan kamu pada seseorang." Pandangan Ayana beralih pada sosok laki-laki yang duduk di kursi pojok minimarket sambil menikmati secangkir kopi.
Padangan Jesika beralih. Mengikuti arah dimana mata sang ibu tertuju.
"Jason. Mahasiswa tingkat akhir yang sudah menyelesaikan sidangnya dan yach baru saja mengikuti ujian pegawai pemerintahan hari ini" Padangan Ayana beralih pada sang putri. " Mama kenal baik laki-laki itu, Sayang. Dan Mama yakin dia pasti lolos ujian pegawai pemerintahan itu." Ayana diam sesaat, melihat reaksi Jesika. " Kalau kamu mau Mama bisa mengenalkan Jason padamu, Sayang"
"Mama kenal dia?" Jesika sedikit heran. Bagaimana bisa sang Mama mengenal laki-laki itu. Bukankah itu Jason? Kakak tingkat Jesika yang cukup populer karena tampan dan cerdas. Yach, Jesika akui laki-laki itu memang cukup tampan. Tapi, karena Jason adalah type laki-laki yang super cuek dan dingin Jesika malas untuk mengenal laki-laki itu lebih jauh selama di Kampus.
Ayana menagguk pasti. Jawaban atas keheranan sang putri. " Temui dia, Sayang. Mama sudah bilang padanya akan mengenalkan dia padamu."
Jesika berdiri dari duduknya. " Baiklah, Mom. Paling tidak dia cukup tampan." Ucapnya sembari berjalan ke arah Jason yang tanpa Jesika tahu laki-laki itu selalu mencuri pandang ke arah Jesika sejak pertama gadis itu memasuki mini market.
"Hai, Aku Jesika." Jesika mengulurkan tangan, berdiri tegap di depan Jason.
"Jason." Jason membalas uluran tangan Jesika. Menatap tajam manik hitam kedua mata Jesika dengan wajah tanpa ekspresi.
****
Satu bulan berlalu setelah perkenalan singkat itu hubungan Jason dan Jesika semakin dekat. Bahkan sudah sejak dua Minggu yang lalu kedua sejoli itu telah sepakat untuk menjalin hubungan satu langkah lebih serius.
Berita bahwa Jesika telah berpacaran dengan Jason pun telah menyebar seantero kampus. Jesika sang primadona kampus akhirnya telah menjatuhkan pilihan pada Jason. Laki-laki tampan yang cerdas dan dikenal dingin.
"Sayang. Bukankah hari ini pengumuman ujiannya?" Jesika memeluk lengan Jason. Menyandarkan kepala pada lengan laki-laki itu yang asyik membaca buku.
"Iya. Kemungkinan setengah jam lagi hasilnya sudah keluar."
" Baiklah. Ayo aku temani." Jesika menarik pelan lengan Jason.
"Jes,"
"Hem?" Jesika mendongak. Menatap kedua manik mata Jason.
"Ada yang ingin aku sampaikan jika nanti aku lolos ujian itu." Jason membelai lembut rambut panjang Jesika.
"Baiklah. Ayo cepat aku jadi tidak sabar."
***
Jesika berjalan bergandengan menuju tempat pengumuman ujian itu berada. Hanya membutuhkan waktu lima belas menit kedua sejoli itu telah sampai di tempat yang di tuju.
"Jason, kelihatannya sudah keluar hasilnya." Jesika menunjuk orang yang bergerombol melihat kertas yang di tempel di dinding.
Jesika berlari kecil kearah orang-orang bergerombol. Gadis itu nampak lebih antusias dari pada Jason yang nampak kalem dan santai.
"Jason!!!" Jesika berteriak dan berlari kearah Jason setelah melihat nama-nama yang tertempel di dinding pengumuman. Gadis itu berlari kecang dan langsung memeluk tubuh Jason.
"Jason. Selamat, yach! Kau lolos, Sayang. Selamat." Karena terlalu bahagia Jesika memeluk erat Jason dan sesekali memukul d**a bidang laki-laki itu. Dan detik berikutnya entah sadar atau tidak gadis itu dengna tiba-tiba menempelkan bibir ranumnya singkat pada bibir Jason.
Jason terdiam. Tubuhnya terasa kaku. Tidak siap dengan tindakan tiba-tiba Jesika di bibirnya. Yach, walaupun hanya kecupan singkat namun itu sudah cukup membuat tubuh Jason terasa tak berdaya.
"Hei!" Jesika melambaikan tangannya tepat di depan muka Jason. Karena laki-laki itu hanya diam dan terus menatap Jesika tanpa ekspresi.
Jason berdehem. Mencoba mengembalikan kesadarannya dari keterkejutan gara-gara kecupan singkat yang Jesika berikan.
"Aku tau. Pasti aku lolos. Kau tau kan siapa aku?"
Bibir Jesika mencebik sebal. Mendengar ucapan yang barusan terlontar dari bibir Jason.
Melihat ekspresi Jesika yang nampak kesal dengan ucapannya Jason terkekeh. Dengan lembut Jason menautkan jemari Jesika dengan jemari miliknya membawa gadis cantik itu untuk duduk di sebuah taman yang tidak jauh dari area itu.
Jason menuntun Jesika untuk duduk disebuah kursi besi di taman itu.
"Jes, kau percaya padaku kan?" Ucap Jason sembari membelai lembut pipi merah Jesika. "Kamu percaya bahwa aku bisa membuat dirimu bahagiakan?" Jason menatap kedua manik mata hitam milik Jesika. Cantik. Itulah yang bisa Jason gambarkan pada gadis ini.
"Jason. Kenapa kamu bertanya seperti itu? Tentu saja aku percaya, Jas."
Mendengar jawaban Jesika, Jason langsung berdiri. Mengambil kotak warna beludru yang yang ia simpan dalam tasnya.
Jason membuka kotak itu. Nampak sebuah cincin perak berhias permata kecil di atasnya.
"Jes, Will you marry me ?" Jason berlutut di depan Jesika. Menatap lembut wajah sang kekasih yang nampak terkejut campur haru dengan tindakan Jason.
Jesika mengagguk cepat. Air mata nampak mengenang di kedua sudut mata gadis cantik itu.
"Yes, I Will. " Ucap Jesika pasti dan berhambur kedalam pelukan Jason.
Walaupun hubungan mereka baru seumur Jagung tapi Jesika yakin bahwa Jason adalah laki-laki yang tepat yang akan selalu membuatnya bahagia kedepannya.....