Jesika menatap nanar dari balik pintu saat sang suami yang sedang berbicara dengan Mira. Lagi dan lagi Jesika merasa sangat bersalah karena selalu merepotkan sahabatnya itu.
Jesika membuka pintu kamarnya lebar. Berjalan menghampiri Jason setelah kepergian Mira.
"Sayang, maafkan aku. Aku tadi sibuk sampai tidak tahu kal___"
"Sibuk?" Potong Jesika. "Ah, pasti kau menghasilkan uang banyak hari ini hingga tak sempat menjawab telpon dariku." Sarkas Jesika. "Cepat bayar hutang-hutang itu jika kau mendapatkan banyak uang, Jason."
Jason mendekat kearah Jesika. Menarik tubuh mungil sang istri yang masih pucat ke dalam pelukannya."Maaf. Maafkan aku, Sayang. Aku belum bisa melunasi hutang kita."
Jesika melepas pelukan Jason dengan kasar. " Lepas!! Kau tidak berhak memelukku sebelum kau pulang membawa uang." Jesika berucap dengan suara meninggi. " Bahkan berdiri di rumah inipun kau tidak berhak, Jason. Jika kau tidak bisa memenuhi semua hal yang kita butuhkan."
"Jes, tenangkan dirimu, Sayang. Kondisimu tidak stabil. Kita bicarakan ini besok." Jason berusaha menggenggam tangan Jesika namun lagi-lagi wanita itu menepis dengan kasar.
"Tidak ada hal yang perlu kita bicarakan lagi, Jason. Aku lelah." Jesika menarik nafas dalam. "Mari kita akhiri saja."
Jason tersentak. Menatap tak percaya atas ucapan yang terlontar dari mulut sang istri.
"Sayang, Apa yang kau bicarakan? Jangan seperti ini, Jes. Sabarlah sebentar lagi. Kita pasti bisa melalui ini semua."
"Kau selalu saja memintaku untuk bersabar. Tapi apakah pernah kau pikirkan sekali saja apa yang telah aku lakukan untuk membayar semua tagihan?" Jesika menatap nanar Jason.
"Pernahkah kau berpikir Ah, Apa yang dilakukan istriku untuk membayar tagihan listrik, Ah, Apa yang dilakukan
istriku untuk bisa makan. Pernahkah kau
memikirkan itu?"
Wajah Jason terdiam membeku. Tak sepatah katapun keluar dari bibir laki-laki itu.
"Kau terlalu sibuk membangun dunia yang kau inginkan, Jason. Tapi kau tidak ingat dengan dunia yang sedang kita jalani."
"Aku hanya ingin membahagiakan mu, Sayang. Kau harus percaya padaku. Sabarlah sebentar lagi, Hem?"
Jesika menggeleng. "Mari kita akhiri semua dengan baik-baik, Jason. Mari kita akhiri saja." Air mata kembali mengalir membasahi wajah pucat Jesika.
Jason berlutut. Memegang kedua tangan sang istri. "Tidak, Sayang. Itu tidak akan pernah terjadi." Jason menangis tersedu.
"Pikirkan lagi, Hem? Aku tahu kamu sedang marah, kondisimu lagi tidak stabil, Sayang. Jadi jangan mengambil keputusan saat dalam keadaan seperti ini."
"Kita hanya akan saling menyakiti jika kita tetap melanjutkan ini." Jesika melepas genggaman tangan Jason. Membelai lembut rambut sang suami.
"Harapan terakhir yang kita miliki telah hilang, Jason. Tidak ada yang tersisa diantara kita berdua. Jadi, mari kita akhiri saja sampai disini."
Jesika berjalan meninggalkan Jason yang masih bersimpuh dilantai. Jason hanya bisa menangis. Menangisi pernikahannya dengan Jesika yang berakhir seperti ini.
Perlahan Jason berdiri. Menatap dalam diam kamar yang ada di depannya. Sayup-sayup terdengar suara tangis Jesika. Kedua tangan Jason terkepal erat.
"Menangis? Mengapa Jesika harus menangis? Bukankah ini yang wanita itu inginkan." Batin Jason.
"Baiklah. Jika ini keputusan yang membuatmu bahagia maka lakukan lah sesukamu." Jason keluar dengan membanting pintu dengan keras. Sedangkan tangisan Jesika semakin keras terdengar dari balik pintu rumah sewa yang penuh kenagan bersama Jason.
********
Tiga tahun kemudian..
Jesika mengembuskan nafas pelan. Memejamkan mata lentiknya, meyakinkan diri bahwa dia bisa menjalani hari ini dengan baik. Ya. Hari ini Jesika memulai awal baru untuk perjalanan hidupnya. Kehidupan yang penuh dengan drama layaknya drama kolosal yang tak ada habisnya setelah tragedi perceraian dengan sang suami.
Tidak ada yang menyangka. Kehidupan rumah tangga sang gadis cantik yang di idam-idamkan kaum Adam dan sang pangeran kampus akan berakhir seperti ini. Kisah fenomenal dua sejoli berparas cantik dan tampan itu hanya mampu bertahan selama 1.5 tahun. Dan kini sudah tiga tahun berjalan setelah dirinya berpisah dengan Jason.
Banyak yang menyayangkan keputusan kedua sejoli itu untuk berpisah. Tapi, banyak juga yang tersenyum sinis, seolah bahagia dengan kegagalan pernikahan keduanya.
Setelah tiga puluh menit menempuh perjalanan mengunakan bus disinilah Jesika sekarang berada. Di lobi sebuah perusahaan ternama yang akan menjadi tempat Jesika bekerja mulai hari ini.
"Untung tidak telat." Jesika melihat jam yang melingkar di tangan kirinya. Melangkah lebar memasuki gedung dengan sedikit tergesa menuju lift yang nampak ramai pagi itu.
***
Di sisi lain gedung J. A Corp, nampak laki-laki berbadan tegap dengan setelan jas berwarna navy berjalan memasuki area VIP perusahaan itu.
"Tuan, Jason, Hari ini ada pertemuan perkenalan dengan karyawan baru dari setiap divisi . Setelah itu_" Tangan Jason terangkat, memberi isyarat untuk sang sekertaris tidak melanjutkan perkataannya.
"Aku hanya akan melakukan satu agenda itu saja. Tidak ada yang lain. Jadi jangan biarkan siapapun hari ini menggangguku" ucapnya dengan wajah datar tanpa ekspresi.
"Tapi, Taun ini tentang pertunagan anda dengan Nona Kris__"
Jason menoleh. Menatap tajam sang sekertaris. " Jangan membantah, Lex. Lakukan saja seperti apa yang aku katakan"
Alex menundukkan kepala. " Baik, Tuan. Saya akan melakukan seperti yang anda katakan".
Tidak ada jawaban dari Jason. Laki-laki itu hanya diam dengan sorot mata tajam berjalan keluar setelah pintu lift terbuka.
Alex hanya bisa mendengus pasrah. Entah apa yang akan laki-laki itu katakan sebagai alasan kepada Kristal karena lagi-lagi Jason menunda pertemuan pertunangan antara keduanya.
***
Di ruangan divisi pemasaran pagi itu nampak berbeda. Ada wajah baru yang terlihat berbeda dari biasanya. Dua wajah cantik dan tampan karyawan baru yang mampu membuat semua orang yang berada di divisi itu langsung tertarik untuk sekedar menyapa.
"Selamat pagi semua. Mari berkumpul sebentar" Bu Betrik sang Manager pemasaran menepuk tangan. Meminta semua karyawan dari divisi pemasaran untuk berkumpul.
Setelah semua karyawan berkumpul, Betrik menggerakkan telunjuk nya. Memanggil dengan isyarat untuk dua karyawan baru itu mendekat.
"Perkenalkan ini Jesika dan Wiliam karyawan baru didevisi kita" Betrik mengenalkan dua karyawan baru itu pada seluruh divisi pemasaran. "Sebelum kita semua menghadiri pertemuan
karyawan baru semua divisi, ada baiknya kita saling mengenal terlebih dahulu satu sama lain bukan?" Betrik tersenyum ramah pada Jesika dan Wiliam yang di jawab dengan anggukan ramah kedua karyawan baru itu.
"William" Ucap wiliiam sembari mengulurkan tangannya pada Jesika setelah perkenalan dengan teman-teman satu divisinya.
"Jesika willbold" Jesika tersenyum tipis membalas uluran tangan Wiliiam. Dan melepaskannya seperkian detik kemudian.
"Kau tahu dimana pertemuan hari ini diadakan?" Jesika menyapukan pandangannya bingung. Teman-teman di divisinya sudah pergi mendahului kedua insan yang baru pertama bertemu pagi ini.
Wiliam mengangkat kedua alisnya.
"Maybe" Jawabnya singkat sembari menarik lembut jemari Jesika. Jesika tersentak. Tidak siap menerima perlakuan dari laki-laki yang baru beberapa menit ia kenal. Namun, Jesika hanya diam mengikuti langkah kaki laki-laki itu tanpa melepaskan genggaman tangannya.
***
Disinilah semua karyawan J.A Corp berkumpul. Di ruangan yang cukup luas dengan cat yang di d******i warna monokrom dengan hiasan bunga yang nampak di sudut ruangan.
Suara pintu terbuka membuat semua perhatian karyawan J.A Corp yang sebelumnya asyik mengobrol satu sama lain teralihkan. Dari balik pintu nampak dua sosok laki-laki tinggi tegap dengan perawakan tampan maskulin memasuki ruangan. Ya. Dia adalah Jason Alonso CEO dari J.A Corp dan Alex Rudiart sang sekertaris.
Melihat ketampanan kedua makhluk ciptaan Tuhan itu membuat kaum hawa yang ada di ruangan itu berbinar. Berbisik satu sama lain dan sesekali mencuri pandang pada dua sosok yang sekarang ini berdiri tegap di depan mereka.
Jason menyandarkan punggungnya. Duduk melipat kedua tangan di depan d**a menatap datar setiap wajah yang ada di ruangan itu. Kening Jason mengkerut. Mencoba meyakinkan apa yang barusan terlintas pada pandangannya.
"Selamat bergabung di perusahaan. Saya harap selama masa training tiga bulan kedepan kalian bisa membuktikan kemampuan yang kalian miliki" Ucap Jason singkat tanpa basa-basi.
Jason kembali terdiam. Mencoba mengendalikan dadanya yang mulai bergemuruh percikan emosi saat mengenali wanita yang duduk disudut ruangan. Wanita itu. Wanita yang telah melukai dirinya tiga tahun yang lalu.
Jason yang sudah tidak bisa menahan emosi mengingat kejadian itu tiba-tiba berdiri dari duduknya. Hal itu membuat Alex sang sekertaris terkejut.
"Anda perlu sesuatu, Tuan?" Ucap Alex bingung. Melihat raut wajah Jason yang tiba-tiba berubah tidak ramah.
Namun, tidak ada jawaban dari Jason. Laki-laki itu masih berdiri tegap menatap wanita yang sedang asyik ngobrol bersama laki-laki yang duduk disampingnya. Entah apa yang kedua orang itu bicarakan. Sampai tidak menyadari tatapan tajam Jason yang sejak tadi mengarah padanya.
"Lanjutkan acara ini, Dev" Ucap Jason datar pada Devon kepala dari semua divisi. Jason melangkah keluar tanpa menunggu jawaban dari Devon. Di ikuti Alex yang masih nampak kebingungan dengan sikap bosnya itu.
Langkah Jason tiba-tiba berhenti.
"Bagaimana wanita itu bisa ada disini?"
"iya, Tuan?" Alex mengerutkan kening Bingung dengan pertanyaan Jason.
Jason menghembuskan nafas kasar. Kesal karena Alex tidak juga mengerti.
"Wanita sialan itu, Lex" Suara Jason semakin meninggi.
"Maaf, Tuan. Saya tidak mengerti maksud pertanyaan anda" Alex menunduk. Ragu atas jawabannya yang akan semakin membuat Jason marah.
Suara dengusan Jason terdengar lebih kasar dari sebelumnya. Alex tahu. Bahwa atasnya ini sekarang lagi benar-benar mencoba menahan emosi nya.
"Jesika wilbold. Mantan istri ku"
Mata Alex membulat sempurna mendengar nama itu. Nama wanita yang sangat dibenci Jason Alonso.
"Bagaimana bisa wanita itu ada disini? Karyawan baru? Apa wanita itu sudah gila? Bagaimana bisa dia bekerja di perusahaan mantan suaminya setelah tiga tahun berlalu" Alex berpikir keras dalam hatinya. Bingung menjawab pertanyaan Jason.
"Lex" Jason menatap Alex dengan tak sabar.
"Baik, Tuan. Saya akan memeriksa bagaimana mantan istri anda bisa berada disini" Alex menatap punggung Jason yang melangkah pergi tanpa berkata apapun lagi.
"Kelihatannya ini tidak akan mudah." Alex menghembuskan nafasnya kasar.
......