Harus Membenci

1008 Kata
Jesika berlari kecil saat turun dari bus memasuki sebuah restoran tempat dia bekerja dahulu. Setelah melewati hari pertama kerjanya di J.A Corp dengan baik wanita itu berniat mengunjungi Bu Alice pemilik restoran yang dulu sering membantu Jesika. "Ibu...." Jesika memeluk Bu Alice yang membersihkan meja. " Ibu sehat, kan?" Bu Alice melepas pelukan Jesika. Berbalik menghadap wanita itu. "Sehat, Jes." Bu Alis tersenyum lembut. " Bagaimana pekerjaan hari ini? Kamu sudah makan? Duduklah Ibu akan masak sesuatu untukmu." "Tidak perlu repot, Bu. Jesika hanya ingin berkunjung." Jesika mendudukan tubuh. Menuang air putih kedalam gelas dari teko yang tersedia di meja. "Ibu perlu bantuan?" Bu Alice menggeleng. " Duduklah, Jes. Kamu tamu ibu hari ini." Jesika tersenyum segan. Mengalihkan pandangannya pada sebuah TV yang tergantung di dinding. Tidak ada yang menarik. Hanya acara tolk show yang menghadirkan seorang pengusaha sukses. Tangan Jesika bergerak mengambil remot ingin memindah Chanel. Namun, tiba-tiba tangan Jesika bergetar. Mata indah wanita cantik itu membulat tak percaya dengan apa yang ia lihat sekarang. "Jason Alonso?? CEO?? J.A Corp?" Tubuh Jesika melemas. Bagaikan di hantam bongkahan besar. "Jadi selama ini Jason sudah sukses? Hidup dengan nyaman?" Jesika mengembuskan nafas pelan. Kenyataan ini membuat Jesika semakin sakit hati. Dia harus bekerja keras melunasi hutang-hutang mereka selama menikah bahkan setelah keduanya bercerai. Yang paling membuat pikiran Jesika semakin kacau adalah fakta bahwa Jason adalah CEO tepat Jesika bekerja. Tidak adil?? Ya, itulah yang wanita itu rasakan saat ini. "Kau tau? Dengar-dengar mantan istri CEO J.A Corp itu wanita penguras harta?" Sayup-sayup terdengar di telinga Jesika suara yang tak jauh dari tempat ia duduk. "Benarkah?" "Sepertinya, Iya. Bahkan setelah bercerai mantan istri CEO itu meminta saham yang cukup besar dari perusahaan sang mantan suami?" "Wah... Wanita itu sungguh tidak tau malu." "Benarkan? Aku juga berpikir begitu. Padahal wanita itu sudah mendapat tunjangan yang besar setiap bulan setelah perceraian mereka. Dasar wanita tidak tahu malu. Pantas saja dia di ceraikan." Tangan Jesika terkepal erat. Emosi seketika membuncah dalam dirinya. Tunjangan?? Saham?? Gosip sampah macam apa itu. Jesika beranjak berdiri. Dengan langkah lebar wanita itu berjalan menghampiri dua wanita yang sejak tadi menyebarkan fitnah keji pada dirinya. "Plak....!!!!" Jesika menghujam tamparan bertubi-tubi pada kedua wanita itu hingga jatuh tersungkur. ***** Mira mondar-mandir sejak tadi di sebuah ruangan kantor polisi. Sesekali wanita itu menggigit kukunya. Bingung apa yang harus dilakukan. Sudah berulang-ulang kali Mira melakukan panggilan dari handphone. Tapi, tak sekalipun nomor yang ia tuju menerima panggilan itu. Mira beberapa saat terdiam. Memikiran apa yang harus dilakukan. Hingga beberapa saat wanita itu memutuskan mengirimkan pesan saja. "Hei, bukankah kau harus meminta maaf." Salah satu wanita yang Jesika tampar mengebrak meja marah." Kau yang memukul ku duluan tanpa alasan." "Tanpa alasan?" Sudut bibir Jesika terangkat mengejek. " Kau sudah menyebarkan fitnah kejam tentang diriku. Tapi kau bilang aku memukulmu tanpa alasan?" "Apa maksudmu, Nona. Aku sungguh tidak mengerti." "Bukankah, kau tadi menyebar fitnah tentang mantan istri CEO J. A Corp?" "Jika iya apa urusannya denganmu, Nona. Emang kau pikir siapa dirimu!!" "Kau menyebar fitnah tak berdasar tentang diriku. Tentu saja aku marah." Nada biacara Jesika kembali terdengar keras. Tak terima. "Kau???" Pandangan wanita itu menelisik. Melihat Jesika dari kepala hingga ujung kaki." Kau tidak sedang mabuk, Nona?" Ucapnya remeh. "Kau____!!!" Jesika berdiri. Hendak kembali memukul wanita-wanita menyebalkan itu. Namun, belum sampai Jesika melakukan itu. Mirna menarik lengan Jesika. "Tenang, Jes. Ini akan semakin menyusahkan mu, Hem?" Mira menatap Jesika penuh permohonan. "Buktikan! Jika kau benar-benar mantan istri CEO itu, Nona. Jangan hanya membual saja." Wanita itu semakin memancing emosi Jesika. "Perkataan wanita ini benar, Nona. Jadi paling tidak anda memliki pembelaan." Salah seorang polisi menyahuti saat memasuki ruangan tersebut. Jesika menghembuskan nafas kasar. Mendudukan tubuhnya lesu. Mana mungkin Jesika meminta Jason untuk datang menyelamatkan dirinya. Sungguh hal yang sangat mustahil. "Selamat, Malam." Semua orang dalam ruangan itu menoleh. Mengalihkan pandangan mereka pada dua sosok laki-laki yang berdiri di ambang pintu. Dua laki-laki tampan berbalut Jas rapi berjalan memasuki ruangan. Tak peduli pada semua pasang mata yang menatap heran. "Jason.." Jason mengulurkan tangan pada petugas polisi. Berdiri tepat di samping Jesika tanpa sedikitpun melirik pada wanita itu. Jesika diam membeku. Tangannya terkepal erat melihat kedatangan Jason setelah sekian lama. Malu. Itulah yang terlintas dari benak Jesika saat ini. Mengapa harus Jason laki-laki yang bisa menyelamatkan Jesika dalam situasi memalukan seperti ini. "Benarkah, Nona ini mantan istri anda, Tuan Jason?" Jason mengganguk. " Semuanya akan diurus sekertaris saya, Pak. Termasuk jika ada biaya ganti rugi." Jason mengalihkan pandangan pada dua wanita yang sejak tadi menatapnya penuh minat. " Dan jika Nona-nona ini berniat mengajukan tuntutan dan sejenisnya silahkan anda membahasnya dengan sekertaris saya." Jason melangkah kan kakinya lebar keluar dari ruangan menuju mobil yang terparkir tidak jauh dari ruangan itu. Jason menarik nafas dalam dan Membuangnyaa Kasar. Membanting pintu dengan kasar saat memasuki mobil miliknya. Mata Jason tertutup rapat. Duduk bersandar di dalam mobil. "Apa yang aku lakukan disini." Jason berucap penuh penyesalan. Saat melihat panggilan dari Mira berulang kali Jason sudah memutuskan untuk tidak akan mengangkat panggilan wanita itu. Karena Jason tahu, wanita itu pasti menghubungi nya karena ada sesuatu hal yang terjadi pada Jesika. Tapi, saat Mira mengirim sebuah pesan singkat yang mengatakan bahwa Jesika sedang di kantor polisi seketika pikiran Jernih Jason hilang. Secepat mungkin laki-laki itu ingin melihat apa yang telah terjadi dengan sang mantan istri. "Menghilanglah seperti angin, Jason. Jangan pernah lagi mengusik kehidupan ku." Kata-kata menyakitkan Jesika itu masih Jason ingat dengan baik. Saat di mana Jason kembali mendatangi Jesika untuk memikirkan kembali keinginan Jesika untuk bercerai. Saat itu Jason merasa sangat marah dan terluka pada setiap perkataan Jesika. Sampai-sampai Laki-laki itu berjanji pada dirinya sendiri bahwa jika suatu saat kesuksesan menghampiri nya dia akan membalas perlakuan menyakitkan yang ia dapatkan dari Jesika sang mantan istri. Tapi, lihat lah sekarang. Jason sudah berdiri sebagai garda terdepan saat Jesika mendapatkan masalah. " Bodoh... Bodoh....bodoh..." Berulang kali Jason memukuli kepalanya. Merutuki tindakan nya yang terlalu implusif hingga tidak bisa berpikir dengan jernih. "Kamu harus membencinya, Jason. Kamu harus membencinya. Dia wanita yang layak mendapatkan itu." Jason terus bergumam pada dirinya sendiri.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN