Bab 6 : Bertemu

1260 Kata
Satu jam telah berlalu, selama itu pula Leo berjalan dan sudah hampir 20 tempat yang ia singgahi tapi tak ada lowongan untuk dirinya atau menerima nya untuk bekerja. Kalaupun ada, dia harus membawa CV lamaran kerja. Jangankan itu semua, kertas selembar saja dia tak punya. Leo menepuk kepala nya merasa bodoh akan tindakannya sekarang. Kaki nya terasa lelah, Leo menatap keliling wait, mampus! Dia tidak tahu berada dimana sekarang. Sialan. Leo menendang angin kembali berjalan ke tempat yang terlihat seperti taman kota. Ia duduk berselonjoran menatap orang-orang yang tengah menghabiskan waktu liburan mereka dengan keluarga. Untung saja tadi sempat makan, pikirnya mulai merebahkan tubuhnya di rerumputan. Tangan nya terangkat menatap langit di cela-cela jarinya, "Ayah, Leo lelah seperti ini terus menerus. Kenapa kau pergi jika pada akhirnya ibu juga pergi. Dia pergi bukan karena hilang nya dari kehidupan ini, melainkan hilang nya rasa kemanusiaan seorang ibu." Leo memejamkan mata nya, terlihat ada lelehan air mata yang menetes di sana. "Kau pergi karena lelah kan, aku pun lelah sekarang. Aku merindukanmu, ayah." Leo melipat kedua tangan nya di atas kepala, agar orang tidak melihat nya yang kembali meneteskan air mata. Perasaan rindu, sedih, sesak ingin pergi bukan hanya dirasakan oleh pemuda itu. Seorang perempuan tak jauh dari nya pun melakukan hal yang sama, menangis dalam diam. Terkadang untuk terlihat kokoh dengan sempurna harus menjadi yang terkuat, walau dalam hati rasa nya ingin lenyap tanpa jejak. Itulah kedua orang yang merindukan seseorang yang mereka sayangi. Duk! Leo mengernyit bingung merasa seseorang menendang nya. Duk! Kembali, tendangan itu kembali ia dapatkan. Dia pun menurunkan kedua lengan nya kesal, menetralkan cahaya yang menusuk intra mata nya. Leo melotot melihat siapa yang melakukan tendangan-tendangan kecil padanya. Ia pun bangun secepat nya, menatap orang itu dengan tajam. "Harga 10 milyar kok, tidur di taman?" Siapa lagi kalau bukan Layla. Perempuan itu tersenyum menyeringai menatap Leo. Pemuda di hadapan Layla terkekeh, "Memang nya di sini ada larangan, tak ada tuh. Jadi terserah aku melakukan apa yang ku mau." Semburnya masih dengan tatapan tajam. Sedangkan Layla hanya masa bodo dengan pemuda di hadapan nya itu. Ah benar juga, "Jadi, sudah berapa kali kau memasukkan batang mu itu, ke tempat nya?" Pertanyaan bodoh apa ini Layla, astaga!! Leo tersenyum mendekati Layla, "Why? Kau ingin merasakan tembakanku hingga menjerit-jerit, hem. Tapi maaf, aku terlalu mahal untuk gadis kecil sepertimu." Sial! Sampai kapan anak sialan ini mengatakan hal seperti itu. Yang Layla lakukan hanya diam menetralkan detak jantungnya. Niat nya hanya ingin… aish… dasar Layla bodoh, kena sendirikan! "Hahaha lihat wajah nya itu, memerah." Layla dengan cepat menangkup pipi nya, "Tidak tuh, biasa saja." Judes nya berjalan meninggalkan Leo. Pemuda itu tengah dilanda kegundahan melihat kepergian Layla, apa ia harus mengikuti gadis itu atau tidak. Kalau tidak, dia tak tahu apa-apa tentang negara ini. Bagaimana jika ia diculik lalu… hellow hanya berlaku untuk gadis bodoh. Ya kali… "Hei," Leo memutar bahu nya melihat Layla yang tengah memainkan ponselnya. "Kata Helena kau kabur ya," Mata Leo melebar mendengar itu. "Why, Ingin kabur kemana? Mom bilang kau mainan nya, jadi jangan berani untuk kabur." Rasa nya Leo ingin membungkam mulut gadis itu. Leo berdehem. "Siapa yang kabur, aku hanya berjalan-jalan saja ingin melihat taman kota New York seperti apa." Tidak ada cara lain selain mengelak. Ia melangkah mendekati gadis itu. "Siapa namamu," tanyanya, "Kau tak marah ibumu menyimpan simpanannya di rumah kalian? Kau tak kasihan pada ayahmu yang… " "Nope." "Ah, karena kau anak manja yang masa bodoh dengan keluarga selama bisa menghabiskan uang untuk berfoya-foya. Seperti itu ya," Layla hanya mengedikkan bahu nya berbalik meninggalkan Leo, yang menatapnya bingung. Bingung karena tak mendapat balasan dari omongan nya yang terdengar kurang ajar itu. Seharus nya dia mengamuk atau paling tidak memberitahu ayah nya tentang perbuatan ibunya. Tapi ini diluar dari ekspektasi Leo. "Sial." Umpat nya kesal. Ekor mata Layla menangkap sosok Leo yang tengah mengikuti nya dari belakang. Ia yakin anak itu tidak tahu arah jalan pulang, dia tersesat. Lagian kenapa bodoh sekali sih, untuk apa dia melakukan hal yang akan merugikan diri nya sendiri. Layla berniat mengerjai Leo dengan menyetop taksi, ia bisa melihat raut wajah panik dari pemuda itu. Perempuan itu masuk ke dalam taksi, dia berbalik melihat Leo yang tengah menatap kepergian nya. "Dasar bodoh." gumam Layla. "Sir, putar balik sebentar." Pinta nya pada sang supir taksi. "Baik, Nona." Kembali ke Leo, pemuda itu tampak mengacak-acak surai hitam nya kesal. Ia harus apa sekarang, pikirannya buntu. Dia memang melihat jalan saat meninggalkan mansion, tapi ini bukan jalan yang mereka lewati karena kedua kaki bodoh nya berlari ke arah yang berbeda. Sembari berjalan menjauh dari tempat tadi, langkahnya terhenti melihat taksi berhenti di samping nya. Pintu taksi terbuka, lalu terdengar suara seseorang menyuruh nya untuk segera masuk. "Masuklah bodoh, aku tau kau tersesat sekarang." Jika ia masuk, sama saja menjatuhkan harga dirinya sendiri. Tapi kalau dipikir-pikir lagi, bukankah itu memang sudah tak ada lagi ya, semenjak seorang Nyonya konglomerat membelinya. "Mau apa tidak, jangan membuat mommyku merasa kehilangan mainan kesukaan nya." 'Sialan.' Batin Leo dan terpaksa dia masuk ke dalam taksi, lalu duduk di samping Layla. "Sir, Lincoln Road." "Baik, Nona." Leo sedikit melirik Layla, "Siapa namamu," tanya nya lagi. Ia tak ingin memanggil perempuan di samping nya dengan gadis kecil. Walau mulut nya ingin memanggil dengan sebutan Nona sombong. "Layla." Leo mengangguk. "Leo." "Sudah tau." "Hanya mengatakan saja, agar kau selalu mengingat nama simpanan ibumu siapa." "What ever." Layla tak ambil pusing dengan semua ucapan Leo, sejati nya semua itu ditujukan padanya tapi pemuda polos dan bodoh ini tak tahu skenario yang sebenarnya. Di sisi lain, Helena tak henti-henti nya menatap pintu masuk menunggu kedatangan Layla. Entah apa yang akan dilakukan perempuan itu jika Leo belum ditemukan. "Bu tenang saja, Maxi sudah menggerakkan beberapa orang untuk mencari pemuda itu." Maria mencoba menenangkan sang ibu. Ia juga khawatir, semua yang berada di mansion akan terkena semprot oleh macan betina itu. Kenapa selalu macan betina, karena pada saat seorang Layla marah jangan harap dia bisa… "Helena, Presdir telah kembali." Maria berdiri menatap pintu masuk begitu juga Helena. Begitu Layla masuk di susul Leo, gadis itu melempar tas nya begitu saja, untung nya Rose sudah sigap akan hal itu. Layla menatap para pelayan nyalang, "Jangan menyentuh air ataupun makanan di rumah ini selama 24 jam, MENGERTI!" Bentak nya hendak berjalan melewati para pelayan, tanpa aba-aba Leo menarik lengan nya membuat nya berbalik terbentur di d**a bidang pemuda itu. "Astaga!!" Helena dan lain nya berseru melihat kelakuan Leo. "Sedang apa kau?" Tanya Layla dengan alis mengerut bingung. "Harus nya aku yang bertanya, ada ada denganmu? Menghukum orang lain karena kesal padaku, kau benar-benar Nona sombong yang tak… " "MAXI, SERET DIA KE KAMAR!!" Tak lama Maxi datang bersama dua pria berbadan besar, meraih kedua lengan Leo dan menyeret nya menjauh dari Layla. Tak terima diperlakukan seperti itu, Leo pun memberontak meminta dilepaskan melihat kepergian Layla. "Lepaskan aku sialan. Yakh, gadis sombong lepaskan aku. Ingat aku siapa, ibumu pasti akan marah jika kau menyakiti mainan… " "DIAMLAH ANAK MUDA!" Bentakan Maxi menyisakan kebisuan yang melanda, hanya terdengar suara langkah Layla yang menjauh. "Bawa dia." Perintah Maxi. Selanjutnya, Leo hanya diam diseret menuju kamar nya. "Helena, lihat anak itu sedang apa. Dia pasti mengingat mereka lagi." Helena mengangguk mengerti, berjalan menuju kamar Layla di susul Maria. Kedua nya tau, suasana hati gadis itu rusak bukan hanya karena seorang Leo yang bukan siapa-siapa itu. Tapi juga, mungkin saja ia melihat keluarga yang tengah berkumpul di taman kota tadi. Mereka sudah hafal tentang itu jika sudah seperti sekarang.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN