Song: Aankhein Khuli
Ost: Mohabbatein
***
Jakarta, 2002
***
Aankhen khuli ho ya ho band
Deedar unka hota hai
Kaise kahoon main O yaara yeh oyaar kaise hota hai
(Walaupun mata terbuka atau tertutup)
(Hanya dia yang terlihat)
(Bagaimana ku katakan, oh teman, bagaimana rasanya jatuh cinta)
***
Menghabiskan waktu dengan menonton film bersama Jovan adalah kebiasaan yang paling kusukai saat ini.
Aku cukup menyukai film India, jadi kupaksa Jovan untuk mengikuti kebiasaanku. Dan seperti biasanya, Jovan selalu menuruti apa mauku.
“Ini film yang cukup menyakitkan, aku sudah beberapa kali menonton tapi tetap menangis di akhir film” Kataku sambil menatap Jovan yang serius mengikuti alur cerita.
Jovan bukan tipe orang yang fanatik terhadap film. Dia bisa kuajak nonton film lokal, juga film action Amerika. Dia mau mengikuti drama Korea yang mulai booming tahun ini, tapi dia tetap mau kuajak nonton India dengan berbagai tarian indahnya. Jovan, dia benar-benar sempurna.
“Benarkah?? Film ini tidak berakhir bahagia??” Tanyanya.
Aku menggeleng.
“Film ini berakhir bahagia sebenarnya, tinggal kamu melihat dari sudut pandang yang mana. Sekalipun tokoh utamanya tetap kehilangan pasangan sejatinya, aku tetap merasa jika film ini berakhir bahagia” Jelasku.
Jovan menengok dan menatapku sebentar. Beberapa saat kemudian dia mengangguk.
“Kamu benar. Kita hanya perlu melihat dari sudut pandang lain dan kita akan menemukan akhir yang bahagia. Kehilangan seseorang bukan berarti semuanya sudah selesai. Kamu punya pikiran yang luar biasa, Meera” Katanya sambil membelai rambutku.
“Awalnya aku berpikir begitu. Tapi setelah mengenal cinta, kurasa itu bukanlah hal yang mudah, kehilangan adalah akhir yang tragis” Kataku.
Pikiranku berjalan ke arah tak tentu. Jatuh cinta terlalu mengerikan. Aku bisa tersenyum dan tertawa sekalipun hatiku terus gundah karena takut kehilangan.
Aku sering terbangun dengan hati was-was. Takut jika apa yang kumilik kemarin tidak akan datang lagi hari ini. Aku takut menghadapi.. takut jika hari ini tanganku tidak lagi digenggam oleh Jovan.
“Kamu mungkin hanya melihat dari sisi kehilangannya, Meera. Coba kamu lihat dari sudut yang lain, sama seperti film ini, kurasa kamu juga akan menemukan akhir yang bahagia” Kata Jovan sambil tersenyum.
Aku menatap figurnya dari samping. posisiku yang lebih rendah darinya membuat aku bisa menatapnya dari sudut pandang yang lain. Sama seperti yang biasa kulihat, dari sudut pandang manapun Jovan tetap sempurna. Dia selalu sempurna.
“Bagaimana denganmu?? Apa kamu akan tetap baik-baik saja kalau kehilangan cintamu?” Tanyaku.
“Kehilangan dirimu?” Tanya Jovan.
“Ini bersifat umum.. bukan hanya aku” kataku.
Jovan menatapku lama. Kemudian dia tersenyum.
“Aku sudah pernah beberapa kali berpacaran, Meera. Tapi.. hanya bertahan sekitar 1 atau 2 bulan saja. Kita bersama untuk waktu yang lama.. aku tidak tahu bagaimana jadinya aku jika harus kehilangan dirimu. Entah bagaimana, tapi aku selalu merasa cocok denganmu di berbagai hal. Jadi.. jangan pernah pergi..” Katanya.
Aku berkedip beberapa saat. Memang ada beberapa hal yang selalu kita harapkan untuk terjadi. Tapi hari esok, siapa yang tahu??
Aku berharap hanya bersama Jovan, ini terdengar menggelikan , tapi begitulah adanya. Banyak yang meremehkan kisah cinta remaja semacam ini, tanpa mereka tahu, kisah inilah yang penuh dengan perasaan. Dengan rasa ingin tahu yang tinggi, dengan berbagai cara kami mengatasi perasaan menggebu yang terasa asing namun menyenangkan.
Beberapa hal memang tidak berjalan sesuai harapan kita, tapi untuk yang satu ini, kuharap benar terjadi. Aku ingin bersama Jovan. Hanya Jovan.
“Aku bersyukur karena mengenalmu. Mungkin aku jarang mengucapkan ini karena aku memang dibesarkan dengan ego yang tinggi, tapi.. aku ingin mengatakan, terima kasih. Terima kasih karena sudah melalui semua ini bersamaku” Kataku sambil tersenyum.
Jovan ikut tersenyum. Dan seperti biasanya, aku selalu mengagumi segala hal yang ada padanya ketika dia tersenyum. Matanya akan kembali bercahaya dan itu adalah favoritku.
“Aku selalu merasa kita terlalu cepat, Meera. Tapi aku menikmati semua ini.”
Aku tersenyum. Lalu.. seperti hari-hari yang biasanya. Jovan akan mulai menciumku. Mendekatkan dirinya kepada hatiku. Membuat jantungku berdegup lebih cepat, tapi bukannya menyakitkan, degupan ini terasa menyenangkan. Membuat diriku merasa jika bebanku bukan milikku sendiri. Jovan membuat aku berani untuk berbagi dengannya.
Membawa aku ke dunia yang belum pernah kudatangi sebelumnya. Dimana isinya hanyalah cinta yang menggebu.
Dan aku sangat menyukai saat ini.
***
“Mama mulai kehilangan kepercayaan diri tepat ketka dia mengetahui Papa berselingkuh” Ucapku dengan tenang.
Jovan merengkuh tubuhku. Membawa aku untuk lebih dekat dengannya. Dan aku menurut begitu saja. Di dalam pelukan Jovan membuat aku merasa lebih aman.
“Aku tahu Papamu salah, Meera. Tapi jika kamu terus menerus bersikap seperti ini, itu juga salah” Kata Jovan.
Aku mengangguk. Aku tahu aku juga salah, tapi Papa jauh lebih salah. Dia menyakiti diriku.
Apa setiap pria juga akan berpikiran seperti Papa?? Apa anak laki-laki memang sepenting itu?
“Lalu aku harus bagaimana?? Harus bersikap baik-baik saja?? Begitu??”
Jovan mengusap rambutku dengan tenang. Dia selalu membuat aku nyaman.
“Terlalu sulit untuk bersikap begitu, Meera. Kita manusia biasa. Ketika Dad menutuskan menikah lagi, aku juga begitu. Aku sedikit kecewa padanya, sekalipun aku tidak menunjukkan semua itu secara langsung. Sesungguhnya aku juga tidak ingin, tapi itu yang membuat dia tidak lagi kesepian setelah kehilangan Mom”
Aku tetap diam. Aku tahu Jovan tidak sedang menyamakan masalah kami, dia hanya menceritakan pengalamannya. Kurasa dia memang ingin aku berdamai dengan Papa.
“Kedua Kakakku memang tidak terlalu menyukai Mama, tapi aku tidak begitu. Dia baik, jadi.. mau tidak mau aku menyukainya. Semuanya berjalan lancar setelah penerimaan itu, Meera. Yaa, sekalipun seperti yang kamu lihat, aku tidak tinggal dengan mereka”
Aku yang ganti tersenyum ketika menatapnya. Sebenarnya semua orang selau memiliki masalah. Bukankah memang begitu??
“Sulit menerimanya ketika semua masalah bersumber darinya. Kupikir akan membutuhkan waktu yang lama jika ingin semuanya kembali baik. Apalagi keadaan Mama yang seperti ini. Aku sering mengaitkan setiap masalh dengan perselingkuhan Papa. Seperti.. kalau Papa tidak berselingkuh, mungkin saat ini Mama masih baik-baik saja dan keluarga kami juga baik” Kataku sambil menggelengkan kepala.
Jovan mearik diriku untuk semakin mendekat. Membawa aku ke pelukannya dan merasakan betapa cepat jantungnya berdegup saat ini. Yaa, aku berharap jantung ini akan selalu berdegup seirama dengan jantungku.
“Padahal kamu tahu semua itu tidak berkaitan. Apapun yang terjadi, Mamamu memang sudah ditakdirkan begini Meera..” Kata Jovan.
Aku tahu itu. Tapi manusa memang sering seperti ini, kan?? Aku tidak menerima semua perlakuan Papa tapi aku juga tidak memiliki kekuatan untuk melawan. Rasanya seperti.. seperti tidak beguna ketika melihat Mama hanya diam di dalam kamar sementara w************n itu bisa dengan mudah berjalan ke sekeliling rumah. Aku ingin melawan, tapi Mama selalu melarangku.
“Anda saja aku memiliki saudara. Aku pasti lebih baik saat ini” Kataku sambil mengingat cerita Jovan mengenai kedua kakaknya.
“Kamu punya saudara. Hanya saja kamu tidak mau menerimanya” Kata Jovan.
“Bagaimana aku bisa menerima jika dia adalah sumber dari semua kekacauan ini??”
“baiklah-baiklah. Bagaimana jika hari minggu kamu kuajak kerumah Kakakku?? Dia pasti senang kalau mendapat adik perempuan seperti dirimu”
Mataku seketika berbinar ketika mendengar ajakannya. Bertemu dengan salah satu orang terdekat Jovan membuat aku merasa semakin mengenal dirinya. Dan tentu saja aku langsung mengiyakan ajakannya.
***
Jakarta, 2020
Aku mengetukkan kedua jariku ke sisi laptop. Sedikit menyesakkan ketika pembicaraan mengenai kehilangan mulai terucap. Tidak pernah ada manusia yang ingin merasakan kehilangan dalam hidupnya. Tapi beginilah adanya, orang datang untuk pergi, orang berkenalan untuk mengatakan selamat tinggal.
Sesungguhnya tidak ada satupun manusia yang akan terus menetap di bumi. Pada saatnya, masing-masing dari kita akan pergi. Mungkin hanya waktunya saja yang berbeda.
Pikiranku melayang pada kejadian beberapa tahun lalu, banyak yang sudah terjadi di hidupku. Banyak kehilangan yang menyakitiku dan membekas dalam ingatanku. Ngomong-ngomong, sudah berapa banyak orang yang melambaikan tangan dan mengucapkan selamat tinggal padaku??
Yaa, meskipun setelah banyaknya ucapan selamat tinggal yang kita dengar, kita tetap tidak pernah benar-benar siap ketika menghadapinya.
Mataku menelisik ke seluruh penjuru cafe. Topik pembicaraan masih sama, korban kecelakaan pesawat pagi tadi.
Sama seperti tadi, mereka masih saja percaya jika tidak akan ada satupun korban selamat. Tapi aku, aku tentu masih berharap ada manusia dengan harapan tinggi dan cinta yang memenuhi hati, mereka sedang merangkak di tengah hutan.
Aku akan selalu mengirimkan doa untuk mereka. Bukankah disaat seperti ini hanya doa yang bisa menyelamatkan mereka??