Song: The One That Got Away
Singer: Katy Perry
***
Jakarta, 2020
***
In another life
I would be your girl
We keep our promises
Be us against the world
In another life
I would make you stay
So i don’t have to say
You were the one that got away
The one that got away
(Di kehidupan yang lain)
(Aku akan menjadi gadismu)
(Kita bisa menepati semua janji)
(Melawan dunia)
(Di kehidupan yang lain)
(Aku akan membuatmu tinggal)
(JAdi aku tidak perlu mengatakan)
(Kamu adalah seseorang yang pergi)
(Seseorang yang pergi)
***
Tanganku berhenti bergerak di atas laptop. Mataku memanas untuk sesaat ketika mendengar salah satu lagu paling menyakitkan yang pernah aku dengar.
Dengan hati yang masih berdebar kencang, mataku menatap sekeliling. Rasanya baru kemarin aku berjalan sambil tertawa bersama dengan dia, tapi sekarang hanya tinggal aku sendiri.
Semua orang masih tampak sibuk dengan kegiatan mereka. Ada yang sibuk membicarakan perkembangan dunia politik, ada yang bersantai sambil menikmati secangkir kopi bersama roti bakar, ada juga yang hanya diam menikmati suasana cafe yang tiba-tiba terasa senyap semenjak lagu ini diputar.
Aku tahu ini adalah lagu lama, generasi jaman ini tidak banyak yang mengetahui kecuali mereka berusia lebih dari 20 tahun.
Jantungku berdenyut nyeri ketika potongan masa lalu mulai menutupi pandanganku. Ada banyak kisah menyenangkan, tapi akhir dari cerita tidak pernah bisa kubayangkan.
Bertahun-tahun sudah berlalu, tapi semuanya masih tampak sama. Hatiku masih akan menangis ketika mengingatnya.
Bayangan ketika aku meraung dan menangis sekuat yang kubisa. Ketika aku terus memanggil namanya tanpa pernah dia jawab. Bagaimana aku terus mengguncang tubuhnya dan berharap dia membuka mata lalu mengatakan jika semuanya baik-baik saja. Tapi tidak.. tidak terjadi seperti itu. Aku mengalami kehilangan terbesar yang tidak pernah aku sangka sebelumnya. Bahkan, di dunia ini tidak pernah ada yang siap untuk mengalami kehilangan sedemikian rupa.
Aku tidak pernah menangis ketika mendapat fakta kakiku tidak tertolong, tapi kehilangan dirinya selalu semenyakitkan ini. Membuat aku tidak bisa bernapas untuk beberapa saat.
Bagaimana bisa ini terjadi??
Dan mengapa harus terjadi pada kisahku??
Aku selalu mengharapkan masa depan cerah bersamanya. Memimpikan semua keindahan dunia yang akan kita lihat bersama. Hanya dia.. hanya dia. Tapi semesta memang sering keterlaluan dalam membuat lelucon.
Aku ingin bersama dengan dia selamanya. Selamanya.. selama mungkin.
Aku selalu berharap dapat terus berpetualang dengannya. Menjelajahi dunia dengan penuh keberanian. Pergi sejauh mungkin, tapi tetap pulang pada pelukannya. Lalu kenapa bisa seperti ini??
Selamanya tidak pernah jadi milik kami.
Takdir membawanya pergi entah kemana. Menjatuhkan aku di dasar jurang terdalam tanpa pernah mengulurkan tangan. Membuat aku hampir mati dan putus asa. Kadang setelah mengalami kehilangan terbesar, mati tidak terasa menakutkan lagi.
Dunia yang malah semakin mengerikan ini harus kulawan sendiri. Dengan kekuatanku yang terbatas, dengan lukaku yang menganga.
Kami punya masa depan yang cemerlang andai semesta mengizinkan.
Tanganku yang gemetar bergerak meraih gelas frappuccino. Mataku terasa semakin memanas. Oh, sungguh ini di luar kendaliku. Aku tidak bermaksud menangis ketika masih menulis di bagian ini, masih banyak yang memerlukan air mataku. Tapi lagu yang mengalun masih membuat hatiku berdenyut nyeri.
Aku pernah dengan berani mengatakan bahwa dia milikku. Apapun di dunia ini tidak akan ada yang menyakitiku karena aku memilikinya. Tapi dia pergi, membuat aku terpaksa harus kembali mengais sendirian. Membuat aku terpaksa merangkak untuk melawan dunia.
Air mataku menetes untuk yang pertama kalinya.
Lalu disusul dengan tetesan yang lain.
Rasa sakit yang terbesar adalah rasa sakit yang tidak pernah bisa didefinisikan.
Kehilangan dirinya adalah kekalahan terbesarku. Aku terjatuh tanpa sempat berpegangan.
Aku patah dan dia tidak datang untuk menopangku. Kenyataan itu membunuhku untuk sesaat.
Untuk seseorang yang masih mengisi hatiku hingga hari ini. Kamu...
Hari itu, hari dimana aku terpaksa menerima fakta menyakitkan ini, aku mulai berjalan sebisaku. Kudatangai banyak tempat favorit kita. Aku kembali ke rumahmu, memesan banyak makanan sama yang bungkusnya berserakan di dapur. Menghabiskan waktu dengan bergelung dengan selimut yang mulai kehilangan aromamu. Aku menonton kembali semua film yang biasa kita tonton. Mengulang serial yang sering kita tertawakan. Kembali mendapati diriku menangis di tengah lelucon yang kuputar di televisi. Salah satu kesukaanmu..
Menata ulang sandal dan sepatu kesukaanmu. Membawa semua bajumu ke atas ranjang dan memeluknya sepanjang malam.
Aku kembali meraung ketika malam tiba. Kembali memanggilmu seperti kebiasaanku ketika ketakutan. Tapi.. kamu tidak datang.
Kukelilingi semua jalan berharap menemukan wajahmu diantara mereka, tiap hari.. selalu. Tapi kamu juga tidak kutemukan.
Kamu tidak datang ketika aku berjalan di tengah malam. tidak. Kamu tidak datang.
Semuanya semakin menyakitkan seiring berjalannya waktu. Lukaku terbuka begitu saja tanpa pernah berniat kubersihkan. Membiarkannya membiru bahkan membusuk.
Andai. Andai ada waktu untuk kita kembali bertemu.. kupastikan aku tidak akan pernah sedetikpun mengalihkan pandangan.
Lalu aku sadar, semuanya memang nyata.
Kehilangan ini nyata..
Bahkan aku melihat matamu menutup dia atas tanganku. Ini nyata, seberapa banyak makanan yang kupesan, seberapa sering aku mencarimu.. kamu tidak disini. Tidak di dunia ini lagi. Kamu berada di tempat yang jauh, yang belum kukenali saat itu.
Dan sekarang yang aku miliki hanya ingatan.. ingatan tentang kita yang pernah merangkai kisah bersama dengan harapan yang setinggi langit.
Lalu.. untuk mewujudkan harapan itu, kuputuskan untuk bangkit. Untuk melangkah meninggalkan masa lalu. Tapi bukankah sudah kubilang? Masa lalu terlalu kuat mencengkram diriku.
Aku mengerahkan semua air mata untuk berdiri dia atas genangannya. Aku siapkan segala kekuatan yang ada agar setidaknya aku mampu bertahan menghadapi semua ini sendirian. Iya, sendirian.
Cerita kita sudah usang, sudah terlalu lama untuk dibuka. Tapi barang sekali saja aku tidak pernah berpikir untuk membuangnya. Cerita kita masih ada, masih kusimpan dengan rapi.. agar, nanti aku bisa kembali membacanya. Bisa kembali mengingat semua hal tentang kita jika sewaktu-waktu aku mulai tua dan pikun. Agar nanti aku kembali mengingat bagaimana beratnya meninggalkan rasa sakit ini di belakang. Bagaimana sulitnya berjalan dalam keadaan tertatih.
Aku terlambat menyadari bahwa dirimu adalah dunia yang kubutuhkkan. Tapi aku tidak pernah menyesal karena pernah menghabiskan waktuku bersamamu. Waktu yang kita bagi adalah kekuatan terbesar yang kumiliki hari ini.
Aku terlambat menyadari jika mimpi-mimpi kita salah. Kita bukan bermimpi untuk hidup berdua, tapi kita bermimpi untuk hidup menjadi satu. Lalu, disinilah aku berdiri.. mencoba bangkit dengan segala air mataku. Mencoba menghidupkan dirimu dalam setiap tindakanku. Menghidupkan kamu di dalam hatiku.
Dulu, satu-satunya kata yang selalu kutegaskan adalah, aku harus menerima jika kita tak lagi bersama. Iya, secara fisik memang begitu. Padahal tanpa orang lain tahu, kita bukan lagi bersama, kita bersatu.
Whenever i’m alone with you, i’m home.
Tapi sekarang kutahu, kemanapun aku pergi, aku merasa sudah di rumah asal aku membawa hatiku.
Perlahan aku mulai menikmati rasa sakit ini. Mulai terbiasa hidup dengan berbagi hati denganmu. Mulai belajar mencintai dengan lapang d**a tanpa menuntut untuk dibalas. Tapi aku tahu, kamu selalu membalas cintaku.
Langkahku mulai membaik. Aku mulai belajar untuk menyusun kenangan kita. Memeluknya dan menjadikan semuanya kekuatan.
Lalu sekarang, kutemukan diriku dengan kekuatan yang penuh. Dengan kamu yang mulai aku rindu. Rasanya masih sakit ketika mengingat kepergian itu. Tapi sekarang terasa jauh lebih baik.
Aku bersyukur karena setidaknya pernah mengenalmu. Menjadi bagian-bagian dalam cerita hidupmu. Menjadi peluk yang menenangkanmu. Membawa senyum di bibirmu. Menjadi sosok yang akan terus membawamu pulang. Sudah, itu saja sudah cukup. Mengenai rasa sakitku, aku bisa menanganinya meskipun sempat kewalahan. Seperti yang kubilang, tidak pernah ada satupun manusia yang siap jika harus mengalami kehilangan. Apalagi kehilangan dunianya.
Aku akan menjadikanmu abadi, seperti yang kamu mau. Menjadikan kisah kita terkenang oleh semua orang lalu tetap hidup di hati mereka.
Ngomong-ngomong ini hari ulang tahunku. Setidaknya berilah aku ucapan..
Aku merindukanmu.
Kukirimkan banyak cinta padamu..
Kita akan kembali bersama bukan?? Tunggulah beberapa tahun lagi, aku pasti juga segera berpulang.
In another life
I would be your girl
We keep our promises
Be us against the world
In another life
I would make you stay
So i don’t have to say
You were the one that got away
The one that got away
Lagu itu kembali mengisi kepalaku.
Bibirku mulai kembali tersenyum. Kuusap kedua pipiku yang dipenuhi air mata. Masalahnya aku tidak percaya pada kehidupan di lain waktu semacam reinkarnasi. Jadi.. in another life yang kumaksud adalah surga. Tempatmu berada. Aku akan segera kesana. Tugasku di bumi sudah mulai selesai, akan kujalani yang terakhir. Akan kusebar lebih banyak cinta agar lebih cepat berpulang. Juga agar aku diterima di tempat suci itu setelah banyaknya dosa yang kubuat.
Setelah kehilangan, mati bukanlah hal yang menakutkan, sudah kubilang kan?
Tidak pernah kukira ini akan terjadi, tapi jika memang sudah terjadi.. maka aku menerima. Aku menerima semua luka yang sering membuat aku memberontak. Semua masa lalu.. baik yang bahagia maupun yang menyedihkan.
Aku merindukanmu..
Aku mencintaimu..
We were probably never meant to be, but i loved every single second that i shared with you.
Tertanda dariku,
Almeera
***