Zombie 17 - Conflict with Xavier

2241 Kata
Zombie 17 - Conflict with Xavier Setelah melakukan eksperimen bersama profesor Felix. Xavier kembali ke tendanya. Eksperimen kedua yang mereka lakukan gagal. Memang tidak mudah untuk mencari formulasi vaksin yang tepat dari wabah ini. Namun, profesor Felix dan Xavier tidak akan pernah menyerah sampai mereka benar-benar menemukan vaksinnya. Kalau bukan mereka yang berjuangan menemukan vaksinnya. Siapa lagi? Belum tentu di luar sana ada ilmuan juga seperti mereka. Saat ini yang mereka lakukan adalah menghindar sejauh mungkin dari monster pengigit itu. Kemudian bertahan hidup dengan cara apapun. Xavier sedikit kecewa karena ternyata profesor Felix tidak bisa membaca aksara kuno. Itu artinya Xavier harus menemukan orang yang bisa membantu membacanya. Tentunya tidak sembarangan orang. Karena pastinya catatan formulasi itu sangat rahasia. Penulis yang menulis catatan ini, pasti sudah mencetak sejarah. Berhasil melewati wabah zombie yang menakutkan. Keluar dari dunia para kawan monster pengigit. Bisa merasakan hidup lebih tenang tanpa rasa cemas akan adanya zombie menyerang lagi. Semoga saja keberuntungan mereka bisa dialami oleh Xavier dan yang lainnya juga. Xavier mau kiamat ini benar-benar berakhir. Xavier masuk kedalam tendanya. Ia melihat Mark yang masih duduk mematung. Rasanya ia masih perlu membujuk Mark. Bisa saja Mark melakukan hal bodoh di waktu yang tidak tepat. "Mark, are you ok?" Tanya Xavier. "Berhenti perduli sama gue!" "Mark! Jangan bersikap egois seperti ini. Dengan kamu marah seperti ini. Itu tidak berarti apapun. Profesor Felix memberitahu gue tentang formulasi chemical itu baru dua hari sebelum kejadian wabah ini. Beliau punya alasan kenapa memberi tahu gue di bandingkan elo. Elo jangan mempermasalahkan ini. Saat ini kita harus mencari solusi berama. Agar kita cepat terbebas dari wabah ini," bujuk Xavier. "Omong kosong! Elo seneng kan sekarang elo lebih hebat dari pada gue. Elo selalu beruntung dari gue. Bahkan sejak elo lahir ke dunia ini!" Tandas Mark dengan mata yang penuh amarah. "Hentikan Mark! Bukan waktunya besikap iri sama gue. Elo harus bersikap dewasa. Elo selalu bilang ke gue. Kalau elo enggak perduli di beda-beda oleh orang lain. Tapi kenapa saat ini elo malah iri sama gue? Elo itu kakak gue. Harusnya elo lebih dewasa, Mark!" Mark tersenyum menyindir. "Kakak elo? Apa gue tampak seperti kakak elo? Bahkan orang lain saja tahu, kalau kita tidak mirip sama sekali. Elo bodoh, bahkan elo enggak menyadarinya. Kalau gue bukan dari keluarga Thomson." Xaveir masih mencerna perkataan dari Mark. "Tenang lah Mark. Ayah dan ibu selalu menyayangi elo. Elo adalah bagian dari keluarga Thomson." "HENTIKAN!! Gue bukan kakak elo! Jimmy sendiri yang mengatakan, kalau gue bukan anaknya. Gue bukan darah dagingnya. Mereka semua bohong sama gue dan gue benci semua itu!" Bentak Mark dengan suara keras, mungkin suaranya akan terdengar oleh orang lain yang berada di luar tenda. "Kapan ayah bilang ke elo soal itu?" "Saat sebelum kecelakaan," ceplos Mark. Alis Xavier naik satu. Saat sebelum kecelakaan? Apa mungkin itu pemicu kecelakaan terjadi? "Apa elo bener bunuh ayah? Apa benar elo marah saat ayah mengakui hal yang sebenarnya? Ayo cepat katakan yang sejujurnya!" Xaveir mulai naik pitam. Misteri tentang kematian Jimmy yang janggal masih belum terungkap. Mark masih terus membisu jika membahas penyebab kecelakaan yang di alami saat itu. "Tidak! Gue enggak mungkin nuhun ayah! Gue masih waras Xaveir!" Kilah Xavier. Bug! Xavier meninju pelipis Mark. Xavier sudah tidak bisa menahan emosinya. Xavier ingin tahu fakta di balik kematian ayahnya. Mark harus mengatakan semuanya hari ini. Bug! Mark membalas pukulan Xavier dengan memukul perut Xavier. Mereka saling adu jotos saling bergantian. Mereka melampiaskan amarahnya dengan saling memukul. Entah siapa yang akan menang. Dan entah sampai kapan mereka akan berhenti bertengkar. Mungkin sampai salah satunya ada yang mati. "Hentikan!" Teriak Jessica. Jessica dan profesor Felix menahan Xavier. Sementara yang lain menahan Mark. Mark akan melepaskan tinju ke wajah Xaveir, tapi malah mengenai pipi Jessica. Seketika Jessica tersungkur ke tanah. Jessica kembali bangun dengan memegangi pipinya. Sudut bibirnya berdarah. Mungkin akibat tinjuan Mark ke pipi Jessica sangat kencang. Sehingga giginya Jessica merobek sudut bibirnya. Jessica membuang darah dimulutnya. "Apa yang kalian ribut kan? Hah? Tidak cukup dengan keadaan di luar sana? Mereka saling membunuh. Apa kalian akan seperti itu juga? Cukup! Bertengkar tidak akan di situasi seperti ini tidak akan menyelesaikan masalah. Malah akan menambah masalah. Bahkan ketika salah satu di antara kalian ada yang mati. Apa kalian mau jadi jagoan? Di luar sana orang-orang sedang betahan hidup. Kalian malah mau saling membunuh. Sadarlah! Kalian salah!" "Mark, kamu harus tetap tenang. Semua ini salah saya. Yang patut kamu hajar adalah saya. Bukan Xaveir. Cepat atau lambat kamu juga akan tahu tentang formulasi isi chemicalnya. Saya tahu kamu marah karena saya malah memberi tahu Xavier dulu. Bukannya kamu, tapi saya mohon Mark. Jangan mementingkan ego kamu dulu untuk sekarang ini. Jika kalian saling membunuh. Kapan kita bisa menemukan vaksin dari wabah ini?" Profesor Felix mencoba menengahi duduk perkara yang telah terjadi. "Ya, benar ucapan profesor. Kalian lihat, kita semua sedang bertahan hidup di sini. Mereka semua di sini menggantungkan harapan pada kalian. Hanya kalian ilmuan yang tersisa. Dan kami di sini mengharapkan ada keajaiban agar vaksin itu cepat di temukan. Jadi gue mohon, buang ego kalian masing-masing." Jessica tidak mengerti apa yang telah terjadi pada Xaveir dan Mark. Pasti konfik diantara Xaveir dan Mark, bukan konflik biasa. Mereka saling memukul dengan penuh amarah. Mark dan Xavier terdiam mendengarkan ucapan Jessica. Mereka melihat kesekitarnya. Ada banyak perempuan dan dua lansia. Mereka semua sedang menunggu keajaiban dari tim profesor Felix. Akan sulit menciptakan keajaiban lagi. Jika diantara mereka terjadi perpecahan, hanya karena sikap iri dan egoisnya yang sangat tinggi. Mereka benar-benar menggantungkan harapan pada tim penelitian profesor Felix. Mark dan Xavier harus mengentikan tindakan mereka. Mereka harus fokus pada penelitian. Bukannya malah mengacaukan semuanya. "Gue harap kalian harus bersikap dewasa kali ini. Kita di sini tidak selalu aman. Tempat ini seperti bom waktu, suatu saat para zombie pasti akan menemukan tempat persembunyian kita. Siap tidak siap kita harus siap. Gue harap semua itu tidak akan pernah terjadi. Karena gue dan yang lainnya masih ingin tetap hidup. Gue mohon. Hentikan! Dan bersikaplah dewasa," ucap Jessica penuh harap. "Maaf," ucap Mark sambil melepaskan pegangan orang yang menahannya. Kemudian ia pergi dari tempat itu. Profesor Felix menepuk bahu Xavier. "Mark butuh sendiri. Cepat atau lambat dia harus menerima semuanya. Ingat Xavier, kamu tidak boleh terpancing emosi lagi seperti itu. Saya percaya sama kamu. Kamu bisa kembali berdamai dengan Mark," ujar profesor Felix memberikan nasihat. "Ya, prof. Maafkan aku," sesal Xavier. Tidak banyak orang tahu tentang masalah Xavier dan Mark. Namun, profesor Felix sebagai sahabat Jimmy juga mempertanyakan soal kematiannya. Entah itu di sengaja atau benar-benar kecelakaan. Saat mobil Jimmy di temukan, mobil sisi kanan Jimmy sudah sangat hancur. Begitupun kondisi Jimmy yang mengalami pendarahan hebat. Hal itu langsung menewaskan Jimmy di tempat kejadian. Mark yang berada di posisi stir. Tidak sedang mengalami kecelakaan. Hanya ada memar dan shock pingsan saat di temukan. Janggal sekali bukan? Pertanyaannya apa Mark sengaja menabrakkan diri dengan cara memepetkan sisi sebelah kanan mobil, agar Jimmy tewas? Entahlah. Fakta di balik kejadian itu hanya Jimmy dan Mark yang tahu. "Mari ikut denga saya," ajak profesor Felix. Tanpa penolakan Xavier mengikuti langkah profesor Felix. Ternyata beliau membawa Felix ke tendanya. Untuk mengobati luka-luka lebam di wajah Xavier akibat baku hantam dengan Mark. Setelah itu, profesor mengajaknya jalan-jalan di sekita terowongan bawah tanah. "Ada perlu kita lakukan di sini. Kita tidak mungkin terus mengandalkan kamu dan Jessica, untuk keluar mencari amunisi, mencari persediaan makanan dan bahan-bahan untuk penelitian. Cepat atau lambat kita harus terbiasa dengan kondisi seperti ini. Kita juga memerlukan banyak orang untuk bisa mengambil sampel Zombie yang masih hidup," profesor Felix memulai obrolannya dengan Xavier. Mendengar ucapan profesor Felix, Xavier jadi ada idea. Semoga saja ideanya bisa di terima oleh profesor Felix. "Prof, aku ada idea. Aku rasa di sini karena jauh dari permukaan tanah. Pasti kedap suara. Jika kita berisik di sini pun para zombie tdiak akan masuk ke dalam sini. Aku tahu di sini kebanyakan perempuan dan ada di lansia. Namun, kita harus mencobanya. Betul kata profesor, kita tidak bisa mengandalkan aku dan Jessica teurs. Kita semua harus bisa bela diri. Minimal tahu cara menggunakan pistol dan alat tajam lainnya untuk bisa menikam para zombie." "Lalu?" Pancing profesor Felix. Ia tahu Xavier memiliki idea yang bagus untuk kemajuan kelompok di terowongan bawah tanah ini. "Kita akan latihan di sini. Menembak, memanah, menikam Zombie dan mengajarkan pada mereka cara mengatasi situasi saat genting. Aku yakin Jessica pasti setuju. Biar aku yang akan meminta izin padanya. Ya, prof. Kita semu harus bisa melindungi diri kita sendiri," ujar Xavier. Dengan begitu, mereka bisa bergantian mengambil sampel kulit Zombie atau mencari amunisi dan persediaan makanan. "Ya, bagus. Aku mendukungmu Xavier. Kita pelan-pelan saja untuk mengajarkan pada mereka. Saat ini kamu harus bisa membagi waktu. Antara penelitian dan melatih kami untuk bisa melindungi diri kita dari serangan zombie," ucap profesor Felix santai. "Ya sudah kalau begitu aku akan ke tendanya Jessica untuk meminta izin melakukan hal ini. Kita harus cepat bergerak. Semakin cepat, semakin kita bisa menemukan peluang besar. Peluang untuk tetap bertahan hidup, tanpa cemas ancaman di luar sana." Xavier tampak sangat optimis dengan apa yang akan ia lakukan. Ia yakin semua ini akan berhasil. Pertahanan diri sangat pelu. Kita memang tidak bisa hidup sendiri. Kita semua saling bergantung. Namun, ada kalanya kita harus siap sendiri dan menghadapi kehidupan kejam yang sekarang ini. ********** Jessica sedang berbicara dengan dua lansia. Yaitu dokter Marco dan dokter Miko. Mereka berdua memang saudara. Namun, beda ayah beda ibu. Mereka satu keturunan dari keluarga ayahnya. Apa yang di bicarakan oleh mereka? Mereka tampak serius. "Penyebaran virus ini akan sangat cepat Jessica. Apa kamu yakin dengan empat ilmuan yang kamu temukan?" Tanya dokter Miko meragukan kemampuan tim profesor Felix. "Yakin, dok. Mereka adalah ilmuan ternama di kota Troxbo sebelum wabah ini terjadi. Aku tahu mungkin saja ledakan itu berasal dari laboratorium mereka, tapi tidak mungkin salah satu di antara mereka pelakunya. Pasti ada yang lain. Yang membuat terjadinya ledakan itu. Profesor Felix, Xavier dan Mark dulunya adalah ilmuan yang selalu berhasil mencari vaksin untuk beberapa penyakit langka. Penelitian masih berlanjut. Mereka baru gagal dua kali percobaan. Karena memang percobaan tidak cukup sekali langsung berhasil," jelas Jessica. "Mau sampai berapa kali gagal? Kita dalam Kondisi yang sangat genting. Mereka bisa saja menipu kita. Dengan dalih penelitian. Padahal hanya mencari kesibukan," tuduh dokter Miko. "Hentikan Miko. Jangan sampai mereka mendengar ini. Berhenti berprasangka buruk pada orang lain. Jangan sampai kelompok ini terpecah gara-gara ucapan kamu tadi. Kamu tahu bukan tadi Mark dan Xavier baru saja berkelahi sampai babak belur. Kita memang tidak pernah tahu, kapan vaksin itu bisa ditemukan. Namun, kita juga harus terus memberikan mereka kesempatan. Kalau bukan karena Jessica dan Xavier yang pergi keluar sana. Kita tidak akan mendapatkan cukup persediaan makanan. Kita belum tentu bisa melawan para zombie yang berkeliaran di luar sana," tegur dokter Marco. Dokter Marco memang lebih bijaksana dari pada dokter Miko. Dokter Marco adalah sepupu yang baik untuk dokter Miko. Ia selalu tenang dalam kondisi apapun. Bahkan dalam menangani pasien. Ia tampak seperti dokter sesungguhnya. Kalau dokter Miko, bisanya hanya berperasangka buruk. Diawal-awal Jessica menolong mereka, dokter Miko seakan tidak percaya pada Jessica. Katanya makanan yang Jessica kasih taku teracun. Lalu tempat persembunyian Jessica bahaya. Bisa saja Jessica menjebak dokter Marco dan dokter Miko, menjadikan mereka sebagai santapan Zombie. Nyatanya sudah sebualan ini mereka tetap baik-baik saja. Mereka tidak perlu gelisah lagi di kejar-kejar Zombie. Dokter Marco selalu yakin, masih ada orang baik di dunia ini. Seperti Jessica dan teman-temannya. "Ya, betul apa yang di ucapkan dokter Marco. Kita harus menunggu. Untuk sementara tempat ini aman. Mungkin kedepannya akan ada orang baru yang berdatangan ke sini untuk bersembunyi seperti kita. Aku harus segera membuat peraturan. Agar semuanya tertata rapi dan tidak terjadi perselisihan." Jessica benar, karena menyatukan banyak orang jadi satu kelompok itu cukup sulit. Apalagi dari satu kelompok ke kelompok lainnya. Karena setiap individual berbeda-beda watak dan sifatnya. Ada yang benar-benar jujur dan membantu. Dan pasti ada juga yang berpikiran jahat. Dan Jessica harus memastikan itu. Menghindari orang-orang yang berniat jahat. Agar kelompoknya tetap aman dan terus saling menjaga satu sama lain. "Terserah, yang jelas kita tidak bisa menetap di sini, Marco. Kita lebih pantas di rumah sakit. Bukan di gorong-gorong seperti ini!" Tukas dokter Miko. "Silahkan, kalau dokter memang mau kembali ke rumah sakit. Aku tidak mau melarang-larang anda, tapi ingat. Jika anda menemukan masalah, jangan salahkan aku. Karena aku sudah menyelamatkan kalian. Mencoba melindungi kalian," timpal Jessica. Mulut doker Miko memang harus di plester sepertinya. "Sudah! Sudah! Miko! Kamu jangan memicu pertengkaran lagi. Kamu harus sadar diri. Kita ini sudah lansia. Untuk berlari jauh dari kejaran Zombie saja sudah tidak mungkin. Aku tidak akan kembali ke rumah sakit lagi. Sebelum di luar benar-benar aman. Kalau kamu mau pergi, pergilah sendiri!" Tegas dokter Marco. Dokter Miko memang dokter yang bermulut besar. Banyak bicara, tapi sebetulnya takut menghadapi dunia yang baru ini. Dunia yang mulai di penuhi monster pengigit yang setiap saat bisa menjadikan kita seperti mereka. Monster yang hanya hidup dengan batang otak saja. Mereka hanya berjalan terus dengan kondisi kelaparan. Mencari mangsa manusia dan makhluk hidup yang bisa mereka makan. Jessica pamit pada dokter Marco dan dokter Miko. Menjadi pemimpin di satu kelompok memang tidak mudah. Namun, Jessica harus bisa mengatasi itu semua. Karena mereka bergantung pada Jessica. Orang pertama yang menemukan tempat aman ini. Perlu kesabaran dan ektra kehati-hatian dalam menjaga kelompoknya. Karena ada satu saja yang memicu keributan. Kelompok yang Jessica kumpulkan akan hancur begitu saja. Jessica harus mencari cara agar kelompoknya tetap hidup rukun berdampingan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN