Zombie 18 - Shooting Practice
Xavier berpapasan dengan Jessica, kebetulan ada yang ingin Xavier bicarakan pada Jesicca. Perihal yang tadi Xavier bicarakan dengan profesor Felix.
"Jes, gue mau ngomong sama elo," ujar Xavier.
"Ya, ada yang mau gue obrolin juga, ayo ikut gue!" Ajak Jessica. Sepertinya obrolan mereka akan sangat penting. Sampai-sampai Jessica menjauh dari tenda-tenda kelompoknya.
"Apa yang mau elo bicarakan?" Tanya Jessica.
"Leadis first, elo aja dulu. Katanya ada yang mau elo bicarakan," Xavier malah membalikan pertanyaan Jessica.
"Oke. Begini, bukannya gue meragukan keahlian elo dan tim profesor Felix. Hanya saja gue mau memastikan. Apa benar kalian akan berhasil?" Tanya Jessica. Sepertinya ia sudah mulai terpengaruh ucapan dokter Miko.
"Ya, gue yakin. Kita hanya perlu waktu. Menemukan sebuah vaksin dari sebuah virus. Tidak semudah kita memakan cabai. Bergitu dimakan akan terasa pedasnya. Para penemu yang menemukan teknologi di dunia ini juga pernah mengalami kegagalan. Bahkan ribuan kali mereka mencoba. Sampai benar-benar menemukan ilmu teknologi yang sangat canggih. Ini baru dua kali gagal, Jes. Percayalah, suatu saat gue dan tim profesor Felix pasti akan menemukan vaksinya," jelas Xavier panjang lebar. Agar Jessica mengerti situasinya.
"Oke. Sekarang apa yang mau elo bicarakan sama gue?"
"Kita perlu latihan. Agar semua anggota elo bisa melindungi diri sendiri. Baik dari manusia jahat atau para zombie," Xavier mencoba bernegosiasi.
Alis Jessica naik satu. Ia masih mencerna ucapan Xaviera. "Latihan? Latihan apa?"
"Latihan menembak. Gue tahu, anggota kelompok elo kebanyakannya perempuan. Sekarang mau perempuan atau lelaki. Itu semua tidak penting lagi. Karena yang terpenting sekarang adalah bertahan hidup. Kita untuk saat ini masih aman di sini. Diluar mungkin akan lebih kacau, tapi enggak ada salahnya kita bisa menggunakan senjata. Setidaknya ketika kemungkinan buruk terjadi. Kita bisa melindungi diri kita dari bahaya." Xavier terus membujuk Jessica.
Jessica tampak berpikir. Memang selama dua Minggu ini hanya Jessica yang berani keluar. Itu sangat melelahkan baginya. Setidaknya kalau mereka mulai berani menggunakan senjata. Anggota kelompok lainnya bisa saling bergantian untuk keluar. Mencari pesediaan makanan atau mencari apa yang di butuhkan penelitian tim profesor Felix.
"Idea bagus. Gue akan bicarakan hal ini dengan yang lainnya. Pikiran gue benar-benar sedang kacau. Harusnya dari dulu gue lakukan itu. Semoga saja mereka mau latihan menembak. Lalu siapa yang melatihnya?" Tanya Jessica.
"Gue," ucap Xaveir percaya diri.
"Baiklah kita akan bicarakan sekarang dengan mereka. Gue akan kumpulkan semuanya," Jessica mulai meminta seluruh anggotanya berkumpul. Karena hal ini memang di perlukan untuk kelompoknya.
"Perhatian! Aku di sini mau menyampaikan sesuatu hal yang penting. Aku tahu, kita merasa aman selama dua Minggu ini. Namun, semuanya tidak selalu aman. Baru saja temanku berbicara. Kalau kita semua perlu melakukan latihan. Latihan untuk melindungi diri kita sendiri. Kita jangan pikirkan kalau di sini akan aman terus. Pikirkan Skenario terburuknya. Siapa tahu tiba-tiba ada Zombie yang berhasil masuk ke sini. Kalau kita tidak bisa melindungi diri kita sendiri. Sudah pasti kita akan digigit, dikoyak dan lebih parah dari itu. Maka dari itu..." Jessica menjeda kalimatnya. Ia mencoba memantapkan diri untuk mengumumkan hal ini.
"Kita harus latihan menembak! Menembak atau apapun itu yang bisa menyelamatkan kita dari para zombie," ucap Jessica akhirnya.
"Lalu siapa yang akan mengajarkan kami? Kamu kah?" Tanya Layla salah satu anggota di kelompok Jessica.
"Ya, ada aku dan Xavier yang bisa menembak. Kali ini, kita akan latihan menembak. Siapa yang setuju angkat tangan!" Pinta Jessica.
Perlahan mereka mengangkat tangannya satu persatu. Termasuk dokter Marco dan dokter Miko. Tumben dokter Miko langsung setuju dengan usul Jessica.
"Baik lah, besok kita akan mulai latihannya. Aku dan Xavier akan mempersiapkan semuanya." Jessica melirik kearah Xaveir.
Xavier mengangguk mantap. Sebelum latihan dimuali, mereka harus memastikan. Kalau semuanya aman, posisi terowongan bawah tanah cukup aman. Karena suara di bawah sini tidak akan terdengar keatas. Jika mereka latihan di terowongan bawah tanah. Sepertinya para zombie tidak akan mendengarnya.
Jessica tidak bisa terus menerus membiarkan kelompoknya tidak bisa apa-apa. Jessica tidak bermaksud menuntut mereka untuk bisa melindungi diri. Toh semuanya demi kebaikan mereka semua juga. Jessica tidak merasa keberatan dengan tanggung jawab yang dia pikul selama menjadi ketua di kelompoknya. Seperti yang Xavier katakan, kita semua harus bisa bertahan hidup. Karena kita tidak pernah tahu sebarapa lama tempat yang mereka tempati tetap aman. Kalau mereka sudah belajar dan berlatih. Setidaknya saat mereka terpecah, mereka bisa melindungi dirinya sendiri dari kawanan zombie.
***********
Keesokan harinya, mereka siap dengan latihan menembaknya. Semua orang sudah memegang senjata masing-masing. Termasuk profesor Felix, Suzan dan Mark. Mereka harus kompak dan bersatu. Karena semua ini tidak akan berjalan kalau perseteuan menjadi pemecah kelompok mereka. Yang ada mereka akan hancur seperti kondisi di luar terowongan sekarang.
Menembakkan sebuah pistol membutuhkan keseimbangan, teknik dan latihan. Meskipun kita adalah seorang penembak pistol atau senapan yang berpengalaman, menembakkan sebuah pistol membutuhkan sebuah keahlian yang sama sekali berbeda.
Bedakan revolver dengan pistol semi otomatis. Ini adalah dua jenis dasar dari pistol. Sebuah revolver adalah apa yang kamu biasanya terpikirkan dari film-film koboi, di mana seseorang memiliki sebuah "six-shooter". Sebuah pistol semi otomatis beroperasi dengan sebuah mekanisme geser dan sebuah magazen yang sebelumnya telah diisi dengan amunisi. Teknik pengoperasian untuk masing-masing jenis sedikit berbeda, jadi penting halnya untuk memperjelas istilah-istilahnya sebelum menangani senjatanya.
Revolver beroperasi dengan sebuah silinder yang berputar sebagai sebuah magazen, di mana di dalamnya kamu isikan amunisinya dan dari mana kita harus mengeluarkan selongsong kosong. Setelah setiap peluru telah ditembakkan, silinder berputar untuk mensejajarkan selongsong berikutnya dengan pin tembak. Senjata-senjata ini utamanya ditembakkan saat hammer dikokang ke belakang dengan jempol ke dalam posisi menembak. Menarik pelatuknya akan mengaktifkan pin tembak, menjalankan senjatanya. Sebuah pin pelepasan membuka silinder dan memutarnya keluar dari laras pistol.
Sebuah pistol semi otomatis secara otomatis memasukkan setiap selongsong ke dalam kamar peluru dari magazen yang sebelumnya telah diisi, dan mengeluarkan selongsong kosong setelah ditembakkan. Penutup geser pada bagian atas senjata digunakan untuk memasukkan selongsong pertama ke dalam kamar peluru dan dapat dikunci di posisi bagian belakang dengan sebuah tombol atau pin di bagian samping. Magazen dikeluarkan dan diisi secara terpisah.
"Seperti itu, kalian lakukan dengan baik. Pelan-pelan saja, jangan terburu-buru. Kalian semua kan baru menggunakan pistol jadi semuanya akan terasa kaku. Tapi kalau kalian sudah terbiasa. Kalian tidak akan mengalami kesulitan lagi," ucap Xavier mengakhiri penjelasannya.
Xavier mengulang semua tenkik menembak yang pernah di ajarkan oleh Jimmy pada semua anggota Jessica. Semua tidak akan mudah, tapi Xavier yakin mereka akan terbiasa dan bisa menggunakan senjata.