Zombie 54 - Ekperimen in Amehra Hospital

2048 Kata
Zombie 54 - Experiment in Amehra Hospital Mereka sampai di rumah sakit Amehra. Saat mereka menurunkan Zombie orang-orang yang berada di rumah sakit Amehra ikut membantu. Baru kali ini mereka melihat Zombie yang terbius ketat seperti ini. Biasanya ketika ada Zombie hidup di hadapannya. Mereka langsung menikam Zombie itu tanpa ragu. Berhubung demi kepentingan eksperimen, Zombie itu harus tetap hidup untuk di teliti mekanisme cara kerja vaksin, menangani virus zombienya. Dengan sampel Zombie hidup ini mereka akan tahu, seberapa cepat vaksin itu bekerja dalam tubuh Zombie. Berhasil atau tidaknya tergantung pada vaksin yang akan di uji cobakan. Vaksin sangat penting untuk cegah penyakit, tapi bagaimana cara kerjanya? Vaksin adalah tindakan medis yang tujuannya adalah mencegah penyakit, bukan mengobati. Karena itulah vaksin sangat penting diberikan pada setiap orang sebelum terinfeksi penyakit tertentu. Akan tetapi, pemberian vaksin adalah isu yang cukup sering dipertanyakan orang-orang. Pasalnya, banyak yang belum paham apa itu vaksin atau cara kerja vaksin dalam tubuh. Apa itu vaksin? Tubuh manusia memiliki sistem imun (kekebalan tubuh) yang berfungsi untuk melindungi tubuh dari serangan organisme asing seperti virus atau bakteri. Cara kerjanya yaitu dengan mengirimkan sel tertentu untuk melawan kuman penyebab penyakit yang menyerang. Namun, sistem imun bisa melemah pada waktu-waktu tertentu, sehingga tidak tidak cukup kuat untuk melawan penyakit. Oleh karena itulah dibuat vaksin alias imunisasi. Vaksin adalah “senjata” biologis yang digunakan untuk membantu sistem imun manusia melawan penyakit. Vaksin terbuat dari mikroba penyebab penyakit yang telah dilemahkan atau mati, atau agen yang mengandung racun atau protein tertentu. Meski dibuat dari mikroba alias bibit penyakit, kita tidak perlu meragukan keamanannya. Pasalnya, seperti dijelaskan di atas, mikroba dalam vaksin adalah bentuk yang sudah lemah atau mati sehingga tak akan menyebabkan penyakit itu sendiri di dalam tubuh manusia. Cara kerja vaksin adalah dengan meniru terjadinya infeksi penyakit itu sendiri. Ketika vaksin disuntikkan atau diteteskan, sistem imun akan menganggap vaksin sebagai organisme asing yang akan menyerang tubuh. Sistem imun akan mengirimkan sel khusus untuk memberantas vaksin. Dari situ, sistem imun akan mengingat alias membentuk memori atas kejadian tersebut. Hasilnya, sistem imun akan selalu bersiap atas serangan penyakit sebenarnya karena sudah “ingat” organisme mana yang berbahaya dan perlu diberantas. Pemberian vaksin akan menurunkan risiko orang-orang terserang penyakit. Efek samping vaksin. Seperti obat-obatan lainnya, beberapa jenis vaksin dapat memicu munculnya efek samping, baik itu ringan maupun cukup parah. Namun, yang perlu diingat bahwa semua vaksin yang telah beredar, terbukti aman karena telah menjalani penelitian dan uji klinis yang ketat, sehingga kemungkinan efek samping vaksin yang fatal akan sangat langka. Efek samping ringan dari vaksin adalah sakit kepala, pilek atau hidung tersumbat (seperti gejala flu), sakit tenggorokan, nyeri sendi, infeksi saluran pernapasan bagian atas, diare, demam, sakit perut, mual dan muntah, kemerahan dan pembengkakan, gatal, lebam dan benjol di bagian yang disuntik, nyeri otot, badan lemas dan telinga berdenging. Sedangkan efek samping yang parah dan jarang sekali terjadi radang lambung dan usus, pneumonia, darah pada urine atau feses, reaksi alergi yang parah (sangat jarang), kejang, kesadaran menurun, kerusakan otak yang permanen. Sebelum memberikan vaksin apa pun bagi anak atau orang dewasa, kita dianjurkan untuk berkonsultasi ke dokter terlebih dulu. Bila kita mengalami efek samping vaksin yang parah, segera cari bantuan medis. Vaksin merupakan salah satu pencegahan paling penting terhadap penyakit-penyakit yang mudah sekali menular. Sudah banyak sekali berbagai macam vaksin diproduksi untuk mencegah kita terkena penyakit. Namun tahukah kita bagaimana asal mula vaksin itu ditemukan? Istilah vaksin baru dikenal pada tahun 1796 ketika vaksin cacar pertama berhasil diketemukan. Sebelum itu, usaha untuk mencegah terjadinya infeksi oleh sebuah penyakit telah dilakukan sejak jaman Yunani kuno, 429 SM. Pada saat itu, seorang ahli sejarah Yunani menemukan bahwa orang-orang yang berhasil sembuh dari cacar tidak pernah terinfeksi cacar untuk yang keduakalinya. Pada tahun 900, orang-orang Cina menemukan bentuk kuno dari vaksinasi, yaitu variolasi. Variolasi adalah proses memindahkan virus cacar dari lesi penderita cacar ke orang-orang yang sehat, dengan tujuan untuk mencegah infeksi cacar. Variolasi mulai menyebar ke tanah Eropa pada abad ke-18 ketika terjadi wabah cacar. Dengan variolasi, tingkat kematian akibat cacar dapat dikurangi pada saat itu. Edward Jenner, cacar sapi, dan variola. Vaksin yang pertama kali dibuat adalah untuk variola atau cacar yang dibuat untuk mencegah penyakit variola yang sangat mematikan. Vaksin tersebut dibuat oleh seorang dokter bernama Edward Jenner di Berkeley suatu daerah pedesaan di Inggris pada tahun 1796. Dengan mengambil nanah lesi cacar sapi dari tangan seorang pemerah s**u, dr. Jenner menularkan seorang anak berusia 8 tahun, James Phipps, dengan virus cacar sapi. Enam minggu kemudian dr. Jenner melakukan variolasi (proses memindahkan pus dari lesi aktif seseorang yang menderita variola, ke lengan orang lain yang sehat dengan menggunakan sebuah jarum) terhadap 2 titik di lengan Phipps dengan virus variola. Hasilnya, ternyata anak laki-laki tersebut tidak terinfeksi variola dan tetap sehat meskipun prosedur variolasi diulang untuk keduakalinya. Bagaimana dr. Jenner mendapat ide untuk vaksin? Hal yang menarik adalah bagaimana seorang dokter yang tinggal di pedesaan dapat menemukan konsep mengenai vaksin di tengah keterbatasan fasilitas? Pada awalnya dr. Jenner memperhatikan penduduk lokal yang mayoritas bermatapencaharian sebagai peternak. Mereka yang memerah s**u sapi sering kali terinfeksi oleh cacar sapi (cow pox) yang menyebabkan muncul lesi pustul pada tangan dan lengan. Ternyata mereka yang pernah terinfeksi dengan cacar sapi menjadi kebal terhadap infeksi variola yang mana pada saat itu terjadi wabah variola di desa tersebut. Dengan pengalaman tersebut, dr. Jenner memulai penelitian klinis yang pertama di dunia. Penelitian itu menghasilkan alternatif terhadap variolasi yang sudah dilakukan di Asia pada tahun 1600an dan di Eropa serta Amerika pada awal tahun 1700an. Kenapa dinamakan vaksin? Istilah vaksin digunakan oleh dr. Jenner oleh karena substansi ini berasal dari cacar sapi, di mana sapi dalam bahasa latin adalah vacca. Istilah vaksin mengacu pada vaksin variola hingga pada tahun 1885 Louis Pasteur, seorang ahli kimia, menemukan vaksin untuk rabies. Sejak saat itu, istilah vaksin menjadi lebih umum, yaitu suspensi berisi mikroorganisme yang telah dilemahkan atau dinonaktifkan, yang berfungsi untuk menimbulkan kekebalan dan mencegah terinfeks suatu penyakit. Kesuksesan dalam mencegah berbagai penyakit di seluruh dunia. Sejak itu, vaksin terus berkembang dan menjadi salah satu pilar utama untuk mencegah penyakit menular. Salah satu tanda kesuksesan vaksin yang paling besar adalah ketika WHO berhasil menghapuskan cacar dengan cara memperluas cakupan vaksinasi cacar hingga ke seluruh dunia pada tahun 1956. Pada tahun 1980 akhirnya cacar dinyatakan telah tereradikasi, salah satu pencapaian terbesar dunia kedokteran. Selain cacar, beberapa penyakit lain sudah ditemukan vaksinnya seperti campak, polio, pertusis, difteri, dan tetanus. Melihat dari sejarah, tujuan pembuatan vaksin tidak lain adalah untuk menyelamatkan umat manusia dari penyakit menular yang mematikan seperti cacar. Jangan sampai karena kelalaian dan informasi yang tidak jelas membuat kita takut untuk melakukan vaksinasi. Ketahui akibat yang ditimbulkan bila bayi Tidak diimunisasi. Apakah imunisasi anak kita sudah lengkap? Bayi perlu mendapatkan vaksin sejak ia baru lahir untuk mencegah risiko penularan penyakit berbahaya. Sayangnya, masih banyak anak Indonesia yang tidak mendapat imunisasi lengkap karena orangtuanya takut akan desas-desus berbagai mitos keliru. Berikut penjelasan seputar pentingnya imunisasi dan akibat bayi tidak diimunisasi. Mengapa imunisasi penting? Setiap manusia pada dasarnya sudah memiliki sistem kekebalan sejak masih dalam kandungan untuk melindungi dari serangan penyakit. Meski begitu, sistem kekebalan tubuh bayi belum bekerja seoptimal dan sekuat sistem imun orang dewasa sehingga mereka akan lebih gampang sakit. Ini peran imunisasi untuk menjaga kesehatan bayi segera sejak baru lahir, kalau tidak mendapatkan imunisasi, sistem imun si kecil tidak akan kuat. Imunisasi adalah cara memperkuat sistem kekebalan tubuh sehingga kebal akan serangan kuman penyakit, baik itu bakteri, virus, jamur, parasit, dan lainnya. Lewat imunisasi, artinya kita melindungi bayi dari berbagai risiko penyakit pada masa yang akan datang. Imunisasi lewat pemberian vaksin akan membantu sistem imun anak memproduksi antibodi khusus untuk melawan jenis-jenis penyakit tertentu. Vaksin mengandung versi jinak atau nonaktif dari suatu kuman penyakit yang telah melalui proses pelemahan. Setelah masuk ke dalam tubuh, kuman jinak ini tidak akan menyebabkan penyakit tapi justru membiarkan sistem imun anak mengenali dan mengingatnya sebagai ancaman. Setelahnya, sistem imun akan membentuk antibodi yang secara spesifik akan bekerja melawan jenis kuman tersebut. Maka, ketika suatu saat nanti ada kuman yang aktif masuk ke dalam tubuh anak, sistem imunnya akan siap membunuhnya dengan antibodi khusus tersebut. Hal inilah yang membantu anak terlindungi dari berbagai macam penyakit berbahaya. Ini akibat bila bayi tidak diimunisasi. Perlu dipahami bahwa vaksinasi memang tidak menjamin 100 persen efektif untuk mencegah penyakit. Namun, manfaatnya akan lebih besar dari risikonya. Jikapun anak tertular dan sakit, gejala yang anak alami akan jauh lebih ringan dan mudah menyembuhkannya ketimbang tidak menerima vaksin sama sekali. Jika bayi tidak mendapatkan imunisasi, akibatnya anak akan lebih berisiko tertular dan mengalami sakit yang lebih parah. Berikut akibat yang akan timbul bila bayi tidak diimunisasi. Berisiko mengalami komplikasi penyakit. Anak yang tidak diimunisasi memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena komplikasi yang dapat menyebabkan kecacatan pada bayi bahkan kematian. Ini karena tubuhnya tidak mendapatkan kekuatan dari sistem pertahanan khusus yang bisa mendeteksi jenis-jenis penyakit berbahaya tertentu. Tubuh tidak mengenali virus penyakit yang masuk sehingga tidak bisa melawannya. Hal ini akan membuat kuman penyakit semakin mudah berkembang biak dan menginfeksi tubuh anak. Jika tidak menerima imunisasi sama sekali, anak akan berisiko terkena penyakit-penyakit. Parahnya lagi, penyakit tersebut bisa menyebabkan kematian pada bayi dan anak. Sistem kekebalan tubuh tidak kuat. Sistem kekebalan tubuh pada bayi dan anak-anak yang tidak mendapatkan vaksin tidak akan sekuat anak yang menerima imunisasi. Ini karena tubuh anak tidak mampu mengenali virus penyakit yang masuk ke tubuh sehingga tidak bisa melawannya. Terlebih jika bayi tidak menerima vaksin dan kemudian jatuh sakit, ia dapat menularkannya ke orang lain sehingga membahayakan lingkungan sekitarnya. Membahayakan anak lain. Imunisasi tidak hanya berfungsi sebagai benteng pertahanan bayi, tetapi juga berperan untuk mencegah penularan penyakit dari orang ke orang. Perlu orangtua catat bahwa dampak dari tidak diimunisasi bukan memengaruhi kesehatan bayi kita saja. Anak-anak lain dan orang lain juga akan merugi jika program imunisasi tidak merata, bahkan bisa mengalami gangguan kesehatan pada bayi baru lahir. Jika bayi kita tidak mendapatkan imunisasi, virus dan kuman dalam tubuhnya bisa dengan mudah menyebar ke kakak, adik, teman, maupun orang lain. Terlebih jika mereka juga belum atau tidak pernah mendapat imunisasi dan daya tahan tubuhnya sedang lemah. Pada akhirnya, penyebaran penyakit akan berubah menjadi wabah penyakit dan akan menyebar ke lingkungan sehingga menimbulkan kasus jangkitan penyakit dan kematian yang lebih banyak. Namun demikian, perlu orangtua ingat, bukan berarti jika sudah menerima, anak kita terbebas dari penyakit. Penyakit yang berhubungan dengan imunisasi masih saja mungkin terjadi, hanya dampaknya tidak separah jika anak kita tidak menerima vaksin. Oleh karena itu, kita tetap perlu menjaga kesehatan dan kebersihan anak agar selalu terjaga. Hal yang perlu dilakukan ketika bayi tidak diimunisasi. Ketika bayi kita yang tidak menerima vaksin sedang memiliki masalah kesehatan dan ingin berobat ke dokter atau anak akan masuk sekolah, ada beberapa hal yang perlu orangtua perhatikan. Jelaskan pada dokter bahwa bayi tidak menerima imunisasi. Saat akan berobat ke dokter, pastikan kita memberitahu bahwa anak bayi kita tidak atau belum menerima vaksin untuk usianya. Mengapa ini penting? Mengutip dari Center for Disease Control and Prevention (CDC) memberitahu bayi yang tidak mendapatkan vaksin membuat dokter mempertimbangkan kemungkinan anak memiliki riwayat penyakit tertentu. Selain itu, ini juga membuat petugas medis memutuskan apakah anak kita perlu mendapat perawatan dalam ruang isolasi agar penyakit tidak menyebar. Pasalnya, kelompok yang berisiko tertular penyakit adalah bayi yang usianya kurang dari 12 bulan dan belum siap menerima beberapa jenis imunisasi. Tidak hanya bayi, orang dewasa yang sedang menjalani perawatan atau memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah juga bisa menular dengan cepat. Ini termasuk ke dalam akibat dari bayi tidak mendapatkan imunisasi. Beritahu pihak sekolah. Bila anak sudah siap untuk sekolah atau pergi ke daycare, pastikan untuk memberitahu guru bahwa si kecil tidak menerima imunisasi. Dengan begitu, pihak daycare bisa lebih waspada dan menjauhkan si kecil dari anak yang sedang sakit. Dulu para ilmuwan memang sibuk meneliti vakasin untuk manusia karena wabah penyakit langka mulai merajalela. Namun, sekarang yang di pentingkan adalah vaksin untuk virus yang mengerikan. Yang sudah berlangsung hampir setahun ini. Virus itu harus segera di hentikan. Meskipun sekarang rumah sakit Amehra sudah aman dari serangan kawanan Zombie. Namun, tidak menjamin kedepannya. Bisa saja kawanan Zombie akan menyerbu tempat ini. Jadi mereka tetap harus mengentikan penyebaran wabah virus Zombie ini. Mereka langsung membawa dua sampel Zombie itu ke laboratorium rumah sakit Amehra. Xavier dan tim penelitian profesor Felix. Bersiap-siap untuk melakukan eksperimen dengan menggunakan Zombie hidup yang pertama.

Baca dengan App

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN