Letta tau kalau dia sedang diawasi oleh seseorang, tapi gadis itu enggan untuk mencari tau sepasang netra siapa yang tengah mengawasi dirinya. Tapi lama kelamaan, Letta risih sekaligus penasaran. Akhirnya gadis cantik berbola mata almond itu menyapukan pandangannya.
Deg.
Netra mereka saling bertemu, Letta menatap dari tempatnya duduk ke arah cowok yang tengah memandangi nya sedari tadi. Cowok itu berasal dari bangku Gevit. Letta segera mengalihkan tatapan ke arah lain setelah tahu siapa pelaku atas ketidaknyamanan nya.
"Sha" panggil Letta kemudian.
"Hm?" Sasha yang tengah ngemil kacang kulit mendongak, menatap Letta. Sasha itu, dia punya mata kucing yang lucu. Apalagi kalau sudah mengerjap-ngerjap.
"Lo tau nggak siapa cowok yang duduk disamping kak Leo?"
Sasha langsung menoleh, mengerutkan kening lantas atensinya kembali terfokus pada Letta. "Oh, itu anak baru. Namanya kak Alfa, masuk ke kelasnya kak Gevit juga sih." jawab gadis berambut coklat yang di ombre itu.
Memang, bertanya hal semacam ini pada Sasha tuh pilihan yang paling tepat. Secara gadis itu adalah gudang gosip di circle nya. Letta mengangguk faham, sekali lagi, dia menoleh ke arah meja Gevit. Untunglah Alfa sudah tidak memandangi nya lagi.
Jujur saja, Letta tuh risih banget kalo di deketin cowok yang agresif. Dia lebih suka cowok yang langsung to the point. Tidak suka menggombal apalagi mengumbar janji-janji manis yang malah bikin Letta ilfeel.
“Setahu gue kuota kelasnya bang Ge udah penuh deh”
Sasha berdehem sebentar, sepertinya gadis itu tersedak ambas kacang kulitnya. “Denger-denger sih dia anaknya salah satu donatur terbesar disini, jadi punya semacam privilege gitu”
Hanya dengan informasi itu saja, Letta sudah hilang respect ke cowok bernama Alfa tersebut.
"Pindahan ya? Kok gue nggak tau apa-apa sih?" Lisa menimpali, dia sebelas dua belas dengan Letta yang jarang suka membahas soal cowok-cowok, bagi Lisa mengenal cowok itu menyakitkan dan pacaran itu membuat hidup dia semakin rumit, menyusahkan. Beda dengan Sasha yang hampir debut jadi fuckgirl, sebenarnya dia itu setia, setiap tikungan selalu ada.
"Ho oh, dari Jakarta. Pengan gue pepet tapi ntaran aja deh lagi mager"
“Emangnya pacar lo sekarang siapa?” Lisa menimpali lagi dengan pertanyaan.
“Abi, anak kelas sebelas tingkat dua”
“Gila, main sama brondong lo sekarang?” pekik Lisa tak habis pikir.
Sasha hanya nyengir, Letta hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya. “Nggak papa lah, kan cuma main-main aja. Dia nembak, yaudah gue terima”
“Terus si Rafael gimana?” sela Letta.
“Udah gue putusin”
Letta dan Lisa saling melempar tatapan yang tak terdefinisikan, antara geli dan heran, lantas kembali menggeleng melihat kelakukan sahabatnya itu. Mereka kembali meneruskan makan, ingin sekali rasanya cepat-cepat selesai dan keluar dari kantin. Lagipula, di lantai dasar juga ada kantin, tapi Sasha maksa ke kantin atas hanya untuk melihat rupa sosok anak baru tersebut.
"Oh iya, Ta. Denger-denger kak Gevit lagi deket sama kak Alena ya?" biang gosip berceletuk lagi.
Gadis yang saat ini menguncir rambutnya asal-asalan itu mengangkat bahunya, tak tau dan tak ingin tau. "Tadi di grup gosip sekolah rame sih pada bahas soal kak Gevit yang lagi deket sama kak Alena, tapi setahu gue kak Alena udah punya pacar."
"Sha" panggil Lisa sembari menyipitkan matanya, Sasha mengangkat kedua alisnya bertanya ada apa. "Sejak kapan lo masuk grup gosip segala sih?"
Nah, ini juga Letta baru tau kalau di sekolahnya ada grup gosip.
"Yeu, terserah gue dong. Lagipula, disana semua gosip anak BM tuh ada. Seru tau"
"Bang Ge nggak pernah ngomong apa-apa sih sama gue tentang kak Alena, atau mungkin belum, gue juga nggak tau." Letta menimpali, cewek itu menyeruput es jeruknya dengan nikmat. "Eh, gue duluan ya ada perlu sama Daniel"
"Daniel anak pertukaran pelajar itu, Ta?"
Langkah kaki Letta terhenti, dia mengangguk sebagai jawaban. Entah sejak kapan Letta jadi dekat dengan Daniel si anak pertukaran pelajar, ngomong-ngomong Daniel juga berasal dari Jakarta, apa mungkin dia mengenal Alfa? Dan untuk itulah Letta ingin menemui Daniel, dia ingin mengorek informasi.
Padahal, tadi dia bilang hilang respect, tapi sekarang malah kepo. Dasar remaja labil.
Menyusuri koridor-koridor, melewati berbagai kelas dan ruangan. Letta tiba di kelas 12 tingkat dua, disana ada Daniel yang tengah bermain game di ponselnya. Kadang, kalau di ingat pertemuan dia dan Daniel itu sedikit lucu dan terkesan klasik. Tapi kejadian klasik itulah yang membuatnya dekat dengan sosok Daniel Dirgantara.
"Daniel" panggil Letta, mendekat.
Daniel mem-pause game nya sebentar, mendongak menatap oknum yang tadi memanggilnya. "Kenapa, Ta?" ah iya, perlu kalian ketahui Daniel ini setipe dengan Sasha, fuckboy. Hampir setiap hari dia menggoda ciwi-ciwi polosnya anak BM.
"Gue mau tanya sesuatu sama lo, lo kenal kak Alfa nggak? Dia anak pindahan dari Jakarta."
Mendengar ucapan Letta sontak membuat Daniel gemas, tanpa ragu dia mengusap kepala Aletta. "Ta, Ta, sekolah di Jakarta kan nggak cuma satu. Lagian yang namanya Alfa juga banyak kali."
"Bener juga ya, kenapa gue nggak kepikiran sampe sana"
Dua orang masuk, dia Lisa dan Sasha, Daniel langsung memperbaiki posisinya ketika melihat dua gadis cantik memasuki kelasnya. "Hai kak Daniel" sapa Sasha kecentilan, sebenarnya, Daniel juga masuk daftar cowok yang pengen dia jadikan pacar.
"Hai, Sasha cantik"
"Ah, kak Daniel bisa aja. Orang biasa aja gini loh"
Daniel terkekeh, dia menatap Letta. "Temen lo minta dikasih kaca kayaknya, Ta"
Letta sendiri yang jengah langsung merotasikan bola matanya. Gadis itu menatap Sasha sejenak, "Eh, Sha. Kak Alfa itu dari sekolah mana sih?"
Sasha mengerutkan keningnya, senyum yang sedari tadi mengembang kini langsung luntur, dia menatap curiga ke arah Letta yang sedari tadi kepo tentang Alfa. "Lo kok jadi kepo sama cowok, Ta, tumben."
"Udah jawab dulu bingsit, dia dari sekolah mana?"
"Ish, dari SMA Bina Jakarta."
Daniel menatap Sasha, "Seriusan?"
Sasha mengangguk dengan yakin, ingatannya tidak perlu diragukan kalau menyangkut soal gosip. "Berarti satu sekolah dong sama gue, eh, satu angkatan juga!" Seru Daniel yang tiba-tiba heboh. "Tapi di Bina yang namanya Alfa juga banyak, Ta. Ada Alfarizi, terus Alfa Kurnia, ada lagi Alfarel. Jadi yang mana? Gue kudu tau mukanya dia dulu"
"Yaudah kita ke kantin sekarang" Letta segera menarik lengan Daniel, cowok itu menghindar. "Ogah ah, Ta, besok, 'kan bisa."
"Sekarang ish!"
Akhirnya Daniel kalah dan memilih untuk mengikut saja, sementara di tempatnya Lisa dan Sasha menatap perangai Letta yang aneh. "Kenapa sih tuh bocah?" pertanyaan Sasha tidak mendapatkan jawaban dari Lisa yang langsung berlari menyusul Letta.
*Baca cerita Daniel di My Favorite Playboy ^^
-Tahubulat-
"Bang Ge kemana sih?!"
Letta menghentakan kakinya kesal, sudah lima belas menit dia berdiri di parkiran menunggu abangnya datang, tapi sampai sekarang cowok blasteran Indo-Surga itu tak kunjung tiba membuat mood Letta lagi-lagi down. Kebiasaan Gevit yang seperti itu membuat Letta ingin menukarkan Gevit dengan kakak yang lain.
"Kalo gini caranya, mending minta dibeliin motor sendiri aja ke mama biar nggak usah nunggu bang Ge, kelamaan." Gadis bertubuh tinggi 167 cm itu menghentakan kakinya lagi, kesal.
Dari kejauhan akhirnya tampak siluet Gevit yang tengah berjalan ke arahnya, Letta melipat tangan didepan d**a sembari menatap Gevit dengan tatapan penuh permusuhan. "Dari mana aja sih, Bang?!" todong Letta saat langkah kaki Gevit berhenti tepat di depannya. "Gue udah nunggu sampe lumutan disini dan lo nggak kasih kabar apapun, gue benci sama kebiasaan lo yang--"
"Hai."
Ucapan Letta terhenti saat menyadari ada manusia lain disana, netra gadis itu menatap cowok yang berdiri di samping Gevit sembari tersenyum. Letta mengerjap beberapa saat, dia kehilangan kata-katanya gara-gara suara itu... dan senyum itu. Gevit yang melihat perubahan raut wajah adiknya langsung berdehem.
"Sori deh. Gue habis diskusi sama tim basket tadi, dan sekarang gue nggak bisa nganterin lo pulang."
"Bingsit!"
"Heh, mulutnya." tegur Gevit yang tak diindahkan oleh Letta. "Tapi tenang aja, gue minta bantuan ke Alfa buat anterin lo pulang, gimana?"
Sekilas, hanya sekilas Gevit menangkap gelagat adiknya yang tengah salah tingkah. "Ya,.. ya, mau gimana lagi."
Gevit tersenyum, mengacak-acak pelan rambut Letta. "Al, lo anterin adek gue ya. Langsung pulang, awas kalo mampir-mampir" sudah memerintah, pake banyak aturan lagi, dasar tidak tau diri. Alfa mengangguk saja, "Gue duluan, kalian hati-hati" Gevit berjalan kembali masuk ke dalam sekolah lantaran hari ini adalah latihan basket untuk pertandingan yang akan diadakan beberapa minggu lagi.
"Pulang sekarang?"
"Kalo mau besok juga nggak papa sih, kita jadi patung disini sementara"
"Lawak ya lo"
Keduanya sama-sama mengembangkan senyum, sebelum naik ke atas motor Alfa, Letta sempat-sempatnya mengulurkan tangan, "Gue Aletta"
"Alfa"
Yah, karena ganteng..bisa lah Letta pertimbangkan.
-Tahubulat-
Andini mengintip dari balik gorden saat mendapati putri semata wayangnya pulang di antar oleh cowok, hari ini Andini tidak masuk kerja lantaran merasa badannya kurang fit. Saat Letta masuk Andini langsung menghadang gadis itu dengan wajah super kepo. Ngomong-ngomong soal Andini dan Letta mereka berdua masih perang dingin sebenarnya. Tapi,..
"Ehem, yang udah berani pulang bareng cowok nih, mana wajahnya berseri-seri banget lagi" goda Andini membuat Letta salah tingkah, tak mau menanggapi ucapan sang mama, Letta berjalan masuk ke dalam niatnya sih langsung ke kamar tapi suara Andini yang kembali terdengar menghentikan langkah cewek itu.
"Abang belum pulang, Ta?"
"Belum, Ma, katanya mau ada urusan sama anak basket"
"Kamu masih marah sama Mama?"
Letta menghela nafas, lantas menoleh, tersenyum tipis dan menggeleng. "Enggak kok, Ma. Mana bisa Letta marah sama Mama lama-lama"
"Kalo gitu peluk mama sini"
Meski sebenarnya capek dan ingin segera istirahat Letta tak menolak keinginan Mama nya, dia berjalan kembali lantas memeluk Andini. "Maafin Mama ya, Ta. Mama tau pasti kamu sama Gevit sering sakit hati sama Mama, tapi banyak hal yang nggak kamu ketahui tentang masa lalu Mama dan alasan kenapa Mama berbohong sama kamu."
"Jadi, Papa beneran masih hidup, Ma?"
Andini menggeleng dengan lemah. "Mama nggak tau sayang"
"Yaudah deh, Letta nggak akan ungkit masalah itu lagi. Buat Letta, keberadaan Mama sama Bang Ge udah lebih dari cukup."
Sejak kapan Letta si cewek tengil bisa jadi sedewasa ini, Andini hanya membalasnya dengan senyuman, jemari lentiknya mengelus pipi mulus Letta. "Yaudah kamu ke kamar terus mandi, nanti turun buat makan."
"Letta nggak laper, Ma. Nanti aja sekalian makan malam"
"Oke"
Melanjutkan langkah yang sempat tertunda, Letta menaiki satu persatu anak tangga dan tibalah di depan kamarnya. Dia langsung masuk, meletakkan tas sekolahnya di kursi lantas menjatuhkan tubuh nya diranjang. Sejuknya AC kamar menerpa wajah Letta yang kepanasan, sejenak menikmati udara dingin itu, Letta menutup matanya.
Aduh, kenapa dia jadi teringat dengan Alfa ya?
Di lihat dari jarak dekat Alfa sangat tampan, hidungnya yang besar dan mancung kontras dengan wajahnya yang bisa di bilang imut. Tapi di mata Aletta, visual Alfa itu sempurna. Entahlah, "Kak Alfa lupa nge save nomor telepon gue nggak ya?" gumam gadis itu, aih, sejak kapan Letta suka memikirkan cowok seperti ini?
"Gila gue lama-lama."
Memutuskan segera mandi, Letta bangkit dari posisinya dan masuk ke kamar mandi.
-Tahubulat-
Setelah berendam di air hangat, Letta keluar dengan tubuh yang segar serta wajah fresh apalagi sekarang gadis itu membungkus rambutnya dengan handuk. Letta berjalan ke arah meja riasnya, sepertinya Andini merapikan meja rias itu tadi pagi.
Miiwwww
Terdengar suara kucing mengeong lucu, Letta menoleh dan mendapati layar ponselnya menyala. Ada sebuah panggilan yang muncul. Itu tadi hanya notifikasi ponsel, bukan kucing sungguhan.
"Nomor tidak dikenal" gumam Letta, dia selalu diwanti-wanti oleh Gevit agar tidak menerima panggilan dari nomor yang tidak dikenal, akhirnya Letta mengabaikannya begitu saja.
Clung
Kali ini sebuah pesan masuk.
'Ini gue Alfa'
Letta menutup mulut saking kagetnya. "Kak Alfa beneran??" pekik gadis itu. Ada rasa aneh yang menjalar di hatinya, rasa aneh yang sudah lama sekali tidak Letta rasakan setelah putus dengan mantannya. Yap, Letta pernah pacaran sekali pas masih SMP, dan itu tanpa sepengetahuan Andini.
Letta segera mengetikan balasan disana.
'Ah, maaf, kak. Dari nomor yang tidak dikenal soalnya'
'Jadi ya nggak gue angkat'
Pesan Letta langsung mendapatkan centang biru, dan tulisan typing menyusul.
'Nggak masalah, gue cuma mau tes kontak'
Letta tersenyum tipis, dia kembali mengetikan balasan.
'Ahaha, kak Alfa kira gue kasih nomor palsu ya?'
Seperti sebelumnya, Alfa langsung typing lagi.
'Bukan nomor palsu, takutnya nomor tukang sedot WC'
Kali ini Letta benar-benar tertawa membaca balasan dari Alfa. Sudah lama sekali dia tidak merasakan sensasi ini karena keseringan Letta hanya melakukan chat dengan circle nya saja.
'Humor gue receh banget dah, kak'
Sesederhana itu Alfa bisa membuat Letta tertawa bahkan sampai lupa kalau handuk masih membungkus kepalanya.