Jimmy dan Rully tidak menyangka jika Lovi akan kabur. Mereka juga tak mengira jika gadis kecil itu setangkas dan secepat itu. Masih dengan sedikit terkejut, Jimmy dan Rully segera mengejar Lovi yang berniat lari dari tempat itu.
"Hei gadis sialan!" teriak Jimmy berlari mengejar Lovi. Lovi terus berlari entah ke mana menembus hujan. Yang ia tahu ia harus kabur dari tempat itu. Lovi tak ingin menjadi wanita penghibur. Lebih baik dirinya mati daripada harus menjadi santapan lelaki buaya darat.
"Sialan! Jangan sampai ia berhasil lari. Atau kita akan kehilangan kepala," ucap Rully.
"Ayo Rul, kita kejar. Kita harus mendapatkannya. Bagaimanapun caranya," ucap Jimmy emosi.
Aku harus kabur. Aku tidak boleh tertangkap, batin gadis itu. Meski sebenarnya ia sangat gugup dan ketakutan, ia harus menguatkan dirinya agar bisa lepas dari kejaran dua orang itu.
Lovi berlari sekencang-kencangnya tanpa alas kaki. Tas yang ia bawa juga ia tinggalkan di sembarang tempat agar tak mengganggu langkah kakinya. Lovi terus berlari dengan sesekali menoleh ke belakang. Ia takut terkejar para preman itu. Ia sedikit lega, karena Jimmy dan Rully sepertinya sudah tertinggal jauh. Lama-kelamaan mereka menghilang dari pandangannya. Beruntung, ia tangkas karena sering berlari saat main bola.
Brakkk!
Karena tidak memperhatikan jalanan, tubuh gadis itu tertabrak mobil hingga terpental beberapa meter. Dengan kaki bergetar, Lovi bangkit. Sakit di kakinya tak ia hiraukan. Ia harus kabur. Ya, ia harus kabur atau tertangkap. Namun, nyeri yang teramat membuat Lovi jatuh terduduk lagi.
Blam!
Seorang pria muda keluar dari mobil yang menabrak Lovi. Pria berpayung hitam itu menghampiri gadis yang berpakaian kotor dan kumal karena lumpur itu. Mungkin untuk memastikan orang yang ia tabrak baik-baik saja. Tak lama, lelaki itu berjongkok di hadapan Lovi. Pria itu belum berkata apa pun. Namun, Lovi langsung memohon kepadanya.
"Tuan, tolong saya. Saya mohon, Tuan. Saya akan membalas budi Anda. Saya mau melakukan apa pun asalkan Tuan menolong saya. Saya mohon, Tuan selamatkan saya." Lovi mengatupkan kedua tangannya. Wajahnya basah terguyur air hujan. Bibir gadis itu juga mulai membiru karena kedinginan.
Baru saja lelaki itu ingin berbicara, Jimmy dan Rully datang dan berhasil menangkap Lovi.
"Hahaha, akhirnya tertangkap juga. Mau lari ke mana lagi Kamu?" Kedua tangan gadis itu dipegangi erat-erat agar tidak melarikan diri lagi.
"Tuan, tolong saya. Tolong saya, Tuan." Tak menghiraukan ucapan Jimmy dan Rully, Lovi terus memohon pada pria yang telah menabraknya. Pria itu masih diam seraya menatap Lovi dan anak buah Tiger secara bergantian. Sorot matanya seakan meminta penjelasan.
"Begini Tuan, gadis ini barang baru yang berharga. Dia milik Bos Tiger. Tapi gadis licik ini berani-beraninya kabur, setelah ayahnya mengambil dua ratus juta dari kami," ucap Jimmy menjelaskan.
"Baik, bawalah!" jawab pria itu dingin.
"Terima kasih, Tuan Arya. Berkat Anda, kami tidak jadi kehilangan kepala. Silakan mampir ke tempat kami. Bos Tiger akan menukar kebaikan Anda dengan servis yang terbaik." Pria berwajah dingin itu mengangguk tanpa suara kemudian masuk ke dalam mobilnya lagi.
Jadi ... jadi pria ini mengenal mereka? Bodohnya aku meminta bantuan padanya. Dia pasti komplotan mereka juga. Betapa sial nasibku, batin Lovi dengan air mata yang bercucuran. Ia salah sangka bahwa lelaki itu akan menolongnya.
"Ayo kita kembali." Jimmy menarik tubuh Lovi dengan kasar hingga gadis itu berdiri dengan sempoyongan. Kepala Lovi pusing, kakinya semakin nyeri karena tertabrak mobil.
"Awas saja kalau Kamu berani kabur lagi!" Kedua bodyguard Tiger menarik paksa Lovi hingga gadis itu berjalan terseok-seok.
***
Plakk!
"Dasar gadis tak tahu diuntung! Bapakmu itu sudah mengambil banyak dariku, dan Kamu mau melarikan diri? Bahkan sampai mati pun Kamu tetap akan menjadi milikku." Sebuah tamparan hinggap di pipi Lovi. Membuat pipi gadis itu memerah bekas tangan. Lovi meringis kesakitan karenanya.
"Hiks hiks!" Hanya tangis yang tersisa di bibir Lovi. Ia tak tahu harus berkata apa. Ia putus asa. Lovi tahu Tiger tidak mudah untuk dihadapi. Ia terlalu lemah untuk melawan atau kabur. Tak ada lagi jalan untuknya. Lovi sudah terjerat dalam jaring yang kuat di tempat hina itu.
"Bawa ke kamar VIP," perintah Tiger.
"Baik Bos."
Tiger berjalan menuju kamar VIP yang ia maksud menunggu kedatangan gadis yang sebentar lagi akan ia nikmati.
"Tolong! Tolong!" teriak Lovi histeris lagi setelah masuk kamar. Dengan sisa tenaga yang ada, Lovi meronta-ronta. Tidak, ia tidak ingin kehilangan hal berharganya dengan cara seperti ini.
"Hahahaha. Dudukkan dia di sini." Dengan tubuh basah kuyup, Lovi dipaksa duduk di atas ranjang. Tiger tak terlalu mempermasalahkannya karena sebentar lagi ranjang akan basah karena permainannya yang mengasyikkan.
"Keluar kalian! Jangan ganggu malamku yang panjang ini." Jimmy dan Rully segera keluar, membiarkan bosnya menikmati malamnya yang indah.
Di luar dugaan Lovi, Tiger tak langsung menyerangnya. Lelaki itu beranjak dari duduknya. Membiarkan Lovi menangis. Tiger mengunci pintu kamar dan meletakkan kunci di saku celananya. Kemudian ia mengambil gelas dan mengisinya dengan cairan berwarna merah pekat.
"Buka mulutmu!" perintah pria itu dengan seringaian yang menyeramkan.
"Tidak!" tolak Lovi.
"Buka, Sayang. Agar Kamu tidak merasakan kesakitan nanti."
"Jangan! Aku tidak mau," tolak gadis itu.
Lovi membekap mulutnya sendiri. Meski ia bukan orang terpelajar dan hanya orang desa. Ia yakin yang Tiger bawa itu bukan minuman biasa. Dari warna dan baunya Lovi tahu, jika itu minuman memabukkan.
"Oh, kamu tipe yang suka melawan ya. Oke, baiklah. Aku juga akan menggunakan cara yang kasar. Sepertinya akan menyenangkan main-main denganmu."
Tiger lantas membuka ikat pinggang miliknya dan mengikat kedua tangan Lovi dengan kepala ranjang.
"Ampuni saya, Tuan ... ampuni saya." Air mata Lovi mengalir lagi entah yang ke berapa kalinya.
"Minum ini. Cepat!" Dengan menggunakan tangan kiri ia menekan dagu Lovi, hingga bibir gadis itu terbuka lebar. Dan tangan kanannya memegang gelas berisi wine yang sempat Lovi tolak.
"Uhuk ... uhuk!"
"Hahahaha ...." Tiger tertawa terbahak ketika menuangkan wine ke dalam mulut Lovi. Dalam tangisnya, gadis itu hampir tersedak karena cairan itu masuk ke dalam kerongkongannya tanpa permisi. Terasa pahit dan membakar kerongkongannya. Sungguh gadis itu merasa terhina. Menyesal telah percaya dengan tipu daya ayah tirinya.
Lovi berusaha memuntahkan benda haram itu, namun usahanya sia-sia. Tak tanggung-tanggung, Tiger menuang wine lagi dan mencekoki gadis itu sepuas hatinya. Hingga beberapa kali Tiger tertawa karena mainannya. Kemarahannya karena Lovi sempat kabur hilang sudah, tergantikan oleh rasa puas setelah memberikan pelajaran pada gadis itu. Namun, ini belum berakhir. Dia belum mengambil barang paling berharga milik gadis itu.
Kepala Lovi semakin lama semakin pusing, ia yakin itu pengaruh dari minuman yang Tiger berikan. Tak menunggu waktu lama, gadis itu kehilangan kesadaran karena minuman memabukkan tersebut. Hingga tubuh kecil itu ambruk tak berdaya. Meski matanya terpejam, air mata masih mengalir dari sudut mata. Tiger menyeringai puas. Dengan kasar pria kejam itu menyobek pakaian Lovi hingga pakaian sederhana yang Lovi pakai tercerai. Menampilkan seluruh bagian tubuh polos yang ranum itu.
Tiger puas hati. Tak sia-sia ia membeli Lovi dengan harga yang mahal. Dua ratus juta. Bahkan harga yang tak sebanding dengan kemolekan yang tersaji di hadapannya. Tiger untung banyak. Setelah ia menikmati tubuh gadis itu, ia masih bisa menjual Lovi dengan harga yang mahal. Berpuluh kali lipat nilainya dengan uang yang ia berikan pada Hermanto.
Tiger melepaskan kemeja yang ia pakai. Menampilkan otot tubuhnya dan juga tato yang melekat di d**a dan bahunya. Ia tak sabar lagi untuk memasuki gadis itu. Namun baru saja ia membuka resleting celananya. Pintu kamar diketuk dengan keras. Terdengar suara Jimmy memanggilnya dengan lantang. Membuat Tiger kesal dan emosi karena aktivitasnya terganggu.