Yongki berbaring miring di ujung ranjang king size - nya. Ia tengah tersenyum menatap seekor kura - kura darat yang berkedip polos di dalam akuarium.
Sepi. Tidak ada orang. Suasana yang sangat tepat untuk menggambarkan keadaan Yongki saat ini. Sejak bangun tadi Yongki merasa kurang sehat. Biasanya ia masih bisa menahan, tapi tidak untuk pagi ini. Ia meringkuk menahan sakit, tak berani bergerak sama sekali. Karena sedikit bergerak saja membuat rasa sakitnya semakin menjadi. Untung sekarang keadaannya sudah lebih baik.
"Untuk kali pertama dalam hidup, gue bisa bolos sekolah, Yin!" adunya pada kura - kura itu. "Lo pasti kangen sama Yang, ya? Kita sama - sama kesepian sekarang." Yongki mengenang kura - kuranya yang lain, yang mati beberapa hari lalu.
Benar apa yang dikatakan oleh Yongki. Seumur hidupnya, baru kali ini ia berani bolos sekolah. Biasanya — meskipun Dad tidak ada di rumah — Yongki tidak pernah berani melanggar aturan tentang kedisiplinan dari lelaki itu.
Sebenarnya Yongki tak pernah memiliki niat untuk bolos. Ia berniat memanggil dokter agar bisa membuatkannya surat keterangan sakit. Tapi pagi tadi keadaannya benar - benar tidak memungkinkan untuk melakukan itu. Mau memanggil sekarang? Tentu saja sudah terlambat. Ini sudah siang. Absennya sudah terlanjur diisi alpa oleh para guru.
Lagi pula siapa juga yang akan Yongki mintai tolong untuk mengantarkan surat itu ke sekolah? Karena pembantunya pasti sudah pulang jam segini.
Pagi tadi saat ia kesakitan, Yongki bisa saja meminta tolong pada pembantu itu. Tapi Yongki adalah Yongki. Yongki yang introvert. Yongki yang kesepian. Yongki yang tidak tahu bagaimana caranya menyampaikan perasaan dengan benar. Karena memang tidak ada yang benar - benar mengajarinya sejak kecil.
Nanny yang mengurusnya dulu, sudah diberhentikan oleh Dad semenjak Yongki memasuki bangku kelas 5. Padahal hanya wanita itu satu - satunya orang yang cukup dekat dengan Yongki, yang bisa mengajarinya banyak hal tentang hidup. Dad tak seharusnya memberhentikan wanita itu, jika ia sendiri tak pernah ada untuk Yongki.
Sekarang Yongki malah menyalahkan aturan sekolah atas aksi membolosnya. Aturan sekolah menuntut siswa yang sakit untuk mengirim surat dokter. Surat izin biasa tidak diterima, karena bisa jadi sakitnya hanya bohongan. Mereka sama sekali tak memikirkan bagaimana nasib murid - murid yang bernasib seperti Yongki. Yang hanya bertemankan seekor kura - kura di rumah.
Sakit itu tiba - tiba datang lagi. Yongki kembali mencengkeram perutnya. Meringkuk tak bergerak menahan sakit. Tubuhnya yang kurus seperti tenggelam oleh besarnya ranjang.
Sakit itu semakin sering menyerang belakangan ini. Yongki sebenarnya takut. Bisa jadi sakit yang ia alami adalah gejala dari sebuah penyakit yang serius.
"SENPAI!" Sebuah seruan terdengar dari lantai bawah.
Suara itu amat dikenali oleh Yongki. Suara Kenzi, salah satu junior di sekolah, yang mengikuti ekstrakurikuler teater, sekaligus panitia yang terlibat dalam teater musikal akhir tahun ini. Yongki baru ingat bahwa hari ini merupakan jadwal audisi teater musikal.
Beberapa hari yang lalu, Yongki bilang pada Kenzi bahwa ia akan mengikuti audisi tahun ini. Tapi ia malah tidak masuk di hari - H. Jadi, pasti kedatangan Kenzi ke sini adalah untuk memastikan ia akan ikut atau tidak. Mengingat Kenzi adalah satu dari segelintir orang yang tahu bahwa Yongki memiliki bakat dan ketertarikan dalam dunia teater. Namun tidak pernah memiliki kesempatan unjuk gigi karena kekangan dari ayahnya.
"SENPAI!" seru Kenzi sekali lagi. Suara Kenzi terdengar lebih dekat. Sepertinya anak itu sedang menuju ke mari.
Cara Kenzi memanggilnya terbilang tidak umum. Senpai adalah bahasa Jepang dari Senior. Kenzi memanggilnya seperti itu hanya karena dalam tubuh Yongki mengalir darah Jepang dari Mom. Dulu Yongki agak keberatan dengan panggilan yang nyeleneh itu. Tapi lama - lama ia terbiasa.
Sesungguhnya Yongki merasa tidak enak pada Kenzi. Anak itu sering ke mari, memberi semangat pada Yongki untuk tidak melupakan bakatnya begitu saja. Kenzi adalah anak yang bijak. Menurutnya, jika Dad tidak memberi Yongki izin untuk mengikuti teater, Yongki tidak perlu merisaukan masalah itu.
Yongki hanya tinggal menjalani semuanya, dan menunjukkan pada Dad bahwa ia bisa menjadi anak yang membanggakan dengan mengikuti teater. Toh Dad jarang ada di rumah. Jadi, ia tak akan tahu. Tapi Yongki terlalu takut.
Kenzi selalu ceria dan bersemangat mendukung Yongki untuk mengikuti teater. Makanya ia sangat senang kala siang itu Yongki mengatakan bahwa tahun ini ia akan ikut. Tak peduli dengan aturan bahwa anak kelas 12 dilarang mengikuti semua kegiatan di luar akademis. Kenzi akan mengusahakan apapun asal Yongki bisa terlibat dalam teater musikal akhir tahun.
"Senpai!" seruan Kenzi terdengar semakin dekat.
Yongki ingin menjawab seruan Kenzi bahwa ia ada di dalam sini. Sayang, rasa sakit itu benar - benar tak tertahankan, menusuk dari perut sampai ke punggung. Yongki bisa merasakan keringat dingin yang merembes melalui pori - porinya.
"Ah, Senpai di sini ternyata!" Kenzi berdiri di ambang pintu kamar Yongki. "Dari tadi aku panggil nggak nyahut - nyahut!" Kenzi mendekati ranjang besar milik Senpainya.
Ia mulai merasa aneh karena Yongki tidak menyahut. Padahal jarak mereka sangat dekat sekarang. Tak mungkin jika Yongki tidak mendengar suaranya.
Posisi Yongki berbaring miring membelakangi Kenzi, jadilah rona kesakitan Yongki luput dari pandangan anak itu. Namun perasaan Kenzi tentang keanehan Yongki semakin menguat, kala netranya menangkap bagaimana tubuh Yongki bergetar samar. Kenzi berjalan cepat menuju sisi lain dari ranjang.
"Astaga, apa yang terjadi? Senpai kenapa?" Kenzi panik melihat wajah Yongki yang pucat pasi. Kedua tangan Senpai - nya bertengger erat di atas perut. Ia terlihat sangat kesakitan sampai urat - urat di pelipis dan lehernya menonjol keluar.
~~~~~ TM: ROLL EGG - Sheilanda Khoirunnisa ~~~~~
Yongki mengernyit kecil, silau karena cahaya lampu yang menyambut. Meskipun sebenarnya cahaya lampu itu tak terlalu terang. Yongki mendapati pergelangan tangannya diinfus. Hal pertama yang ia ingat adalah Kenzi. Ke mana Kenzi? Kenapa ia bisa ada di sini?
"Ken - ...." Yongki tercekat. Kerongkongannya terasa kering. Bukan karena dehidrasi, tapi memang karena ada sesuatu yang mengering di sana. Rasanya sangat tidak enak di lidah. Cukup untuk membuat Yongki mual.
"Itu sisa darah yang kamu muntahin tadi. Mengering di kerongkongan." Dokter bertubuh tinggi besar ber - name tag Kevin itu menyodorkan segelas air pada Yongki.
Yongki membiarkan si Dokter meminumkan air itu padanya menggunakan sedotan. Yongki menandaskan seluruh isi gelas. Selain karena haus, juga untuk melunturkan sesuatu yang mengering, yang kata dokter itu adalah ... darah?
Yongki mendelik. Kenapa ia bisa muntah darah? Kapan?
Melihat reaksi Yongki, sepertinya dokter itu segera mengerti situasinya. "Mungkin kamu lupa. Kata temanmu, tadi kamu kesakitan hebat. Saat dia mau nolong kamu, kamu malah muntah. Dia kaget karena yang kamu muntahin adalah darah. Apalagi setelah itu kamu nggak sadarkan diri. Dia langsung panggil ambulan buat bawa kamu ke sini."
"Tapi ...." Yongki kembali tercekat. Kali ini bukan karena sisa darah yang mengering di kerongkongan. Tapi karena cerita si Dokter begitu sinkron dengan memorinya yang perlahan kembali.
Yongki sendiri terkejut saat ia tiba - tiba muntah darah. Padahal sebelumnya tak pernah. Lebih aneh lagi, ia sampai tak sadarkan diri. Sekarang Yongki yakin, sakit perut yang ia alami selama ini adalah gejala dari sebuah penyakit yang serius.
Kenzi ... pasti anak itu ketakutan mendapati kondisi Yongki yang seperti itu. "Kenzi di mana, Dok?"
"Kenzi ... oh, temanmu tadi. Dia sudah pulang sejak tadi sore."
Tadi sore katanya. Yongki geleng - geleng. "Emangnya sekarang jam berapa, Dok?"
Dokter Kevin menunjuk jam di dinding. "Jam delapan malam."
Yongkin mengikuti arah tunjuk Dokter Kevin. Ia baru sadar di situ ada jam dinding. Dan benar, sekarang sudah jam delapan lebih sedikit. Berarti ia tidak sadarkan diri cukup lama.
"Saya sebenernya pengen panggil orang tua kamu ke sini. Tapi kata si Kenzi itu, kamu sendirian di rumah. Dan dia nggak tahu nomor handphone ayahmu." Dokter Kevin berdecak heran. "Gimana kamu bisa sendirian di rumah dalam keadaan sakit seperti ini?"
"Dari dulu udah biasa sendiri."
"Orang tuamu?"
"Aku tinggal di rumah cuma sama Dad. Dad sibuk kerja. Katanya seminggu lagi baru pulang."
Dokter Kevin memikirkan jawaban Yongki. Ia tinggal di rumah hanya dengan ayahnya. Ada dua kemungkinan. Ia adalah korban broken home, atau ibunya sudah meninggal. Rasa simpati yang mendalam timbul di hati Dokter Kevin.
"Ayahmu sangat sibuk. Pasti kalian orang kaya, ya?" canda Dokter Kevin.
"Kaya monyet!" jawab Yongki asal - asalan.
Dokter Kevin tergelak. Ia pun tidak menyerah mengorek informasi dari pasien barunya. "Apa ada orang selain ayahmu yang bisa saya hubungi? Saudara, mungkin? Atau pembantu?"
Yongki menggeleng. "Saudara kami jauh - jauh semua. Pembantu di rumah hanya datang saat pagi buat bersih - bersih sama bikin sarapan. Seperti kata Kenzi, di rumahku nggak ada orang!" jelasnya. "Ngomong - ngomong, gimana keadaanku? Apa aku punya penyakit yang serius?".
Dokter Kevin memicingkan matanya. "Kenapa kamu bisa berpikir bahwa penyakitmu serius?"
"Habisnya aku sering banget sakit perut kayak tadi. Apalagi hari ini sampai muntah darah. Sampai pingsan. Serem!"
"Sudah tahu sering sakit perut, kenapa nggak pernah periksa?"
Yongki mengedikkan bahu. Ia sendiri juga tak tahu mengapa tak pernah memiliki inisiatif untuk memeriksakan keadaannya. Ia seperti sengaja membuat keadaannya menjadi semakin buruk. Seakan ingin membuat seseorang merasa bersalah kelak.
"Kamu tadi bilang kalau pembantu datang saat pagi untuk bersih - bersih dan bikin sarapan. Lalu untuk makan siang dan makan malam gimana?"
"Makan siang, aku beli di sekolah. Itu juga kalau lagi mood. Kalau nggak mood ya nggak makan. Makan malem beli di luar. Tapi sering malesnya, sih. Enakan tidur."
Dokter Kevin geleng - geleng mendengar jawaban Yongki. Ia kemudian memukul kepala anak itu dengan keras.
"Dokter kenapa, sih? Sakit, tauk!!!" Yongki mengelus - elus kepala malangnya. "Kejam amat sama pasien!"
"Kamu, tuh, ya! Gimana mau sehat kalau jadwal makan kamu aja amburadul begitu!" Dokter Kevin ingin memukul kepala Yongki sekali lagi, tapi tidak tega. "Hasil pemeriksaan kamu belum keluar. Tapi sesuai dugaan kamu, sepertinya memang ada sesuatu yang serius. Kita lihat aja besok! Dan siap - siap, setelah kamu jadi pasien saya, kamu nggak akan pernah punya kesempatan lagi buat melewatkan makan!"
~~~~~ TM: ROLL EGG - Sheilanda Khoirunnisa ~~~~~
Masya Allah Tabarakallah.
Halo semuanya. Ketemu lagi di cerita saya. Kali ini judulnya Murmuring. Mau tahu kenapa dikasih judul Murmuring? Ikutin terus ceritanya, ya.
Oh iya, selain cerita ini saya punya cerita lain -- yang semuanya sudah komplit -- di akun Dreame / Innovel saya ini.
Mereka adalah:
1. LUA Lounge [ Komplit ]
2. Behind That Face [ Komplit ]
3. Nami And The Gangsters ( Sequel LUA Lounge ) [ Komplit ]
4. The Gone Twin [ Komplit ]
5. My Sick Partner [ Komplit ]
6. Tokyo Banana [ Komplit ]
7. Melahirkan Anak Setan [ Komplit ]
8. Youtuber Sekarat, Author Gila [ Komplit ]
9. Asmara Samara [ Komplit ]
10. Murmuring [ On - Going ]
11. Genderuwo Ganteng [ On - Going ]
12. Theatre Musical: Roll Egg [ On - Going ]
13. In Memoriam My Dear Husband [ On - Going ]
14. Billionaire Brothers Love Me [ On - Going ]
Jangan lupa pencet love tanda hati warna ungu.
Cukup 1 kali aja ya pencetnya.
Terima kasih. Selamat membaca.
-- T B C --