Mina sang Penguntit

1293 Kata
"Tuh, sekarang udah nggak ada yang lihat! Makan, gih!" perintah Mina lagi.       Kian menoleh ke samping kanan dan kiri. Semua murid sudah kembali pada aktivitas masing - masing. Mina - pun melakukan hal yang sama, hanya untuk memastikan bahwa semua sudah mematuhi titahnya dengan baik.        "Tuh, masih ada yang lihatin gue!" tunjuk Kian pada Yongki.       Mina menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ia tahu, Yongki bukan sedang menatap Kian, melainkan menatap dirinya. Yongki memang selalu seperti itu. Kadang Mina cukup risih karena Yongki selalu menatapnya.       "Lo mau telur gulung juga?" tawar Mina akhirnya.       Yongki menggeleng cepat dan segera beranjak dari bangku, meninggalkan Kian dan Mina dalam tanda tanya besar.        "Dia kenapa, sih?" Mina lagi - lagi menggaruk tengkuk. "Tuh, Yongki udah pergi. Tapi sebenernya dia, tuh, kenapa, sih? Kenapa selalu kelihatan sedih? Kenapa selalu kelihatan galau?"       "Mana gue tahu!" jawab Kian singkat.       "Oh iya gue lupa. Kalian kan kayak Tom and Jerry, ya. Ya udah, buruan makan!"       Kian menengok ke kanan kiri untuk memastikan sekali lagi. Yakin sudah tak ada yang melihat, Kian mulai menyomot satu potong telus gulung, memasukkan dalam mulut, dan mengunyah dengan bahagia.       Sungguh, rasanya nikmat tiada tara. Sepanjang memakan telur gulung itu, mata Kian senantiasa terpejam, saking nikmatnya. Tak terasa, Kian sudah sampai pada suapan terakhir. Masakan Mama Mina benar - benar tak ada tandingannya. Ditambah Kian saat ini sedang lapar luar biasa.       Kotak bento Mina - pun, sudah terkosongkan dengan sempurna dalam waktu yang relatif singkat. 'Ini baru namanya makan!' batin Kian.       "Enak, kan?" goda Mina.       "Yah ... lumayan," bohong Kian. Padahal sebenarnya, enak sekali.       "Oke deh!" Mendadak wajah Mina berubah horor. Membuat Kian hampir tersedak saat menelan telur gulung terakhirnya.       Ada apa dengan Mina?       "Kian ... karena lo udah habisin telur gulung gue ... maka sekarang, saatnya gue minta imbalan."        Kian melotot maksimal. Sial! Kian menyesal sempat berpikir bahwa Mina baik padanya dengan tulus. Ternyata tidak ada yang gratis di dunia ini.       "G - gue tadi, kan, nggak minta. Lo sendiri yang ngasih telur gulungnya ke gue!" Kian berusaha membela diri.       "Ya, emang gue yang ngasih. Tapi telur gulung gue beneran lo makan. Sampai habis pula. Jadi, gue berhak minta imbalan, dong!"       Kian menggeleng ogah - ogahan. Tapi sepertinya nasib baik belum memihak padanya.        ~~~~~ TM: ROLL EGG - Sheilanda Khoirunnisa ~~~~~        Kian mencoba tak menghiraukan makhluk absurd bernama Mina itu. Kian sudah bilang tidak mau. Tapi Mina memaksa. Bahkan ia nekat menguntit Kian seperti ini.       Lihat saja! Kian sudah beberapa kali ganti tempat duduk di dalam bus, tapi Mina selalu mengikutinya ke manapun ia pindah. Bahkan Mina juga mengikuti saat ia memutuskan untuk berdiri dan berpegangan pada tiang yang tersedia.       Saat Kian akhirnya turun di perempatan, Mina juga ikut turun. Membuat Kian semakin jengkel saja.       Kian berjalan secepat yang ia bisa. Tujuannya agar Mina ketinggalan dan kehilangan jejak. Maklum, Kian sangat tinggi. Sementara Mina sangat cebol. Satu langkah Kian, adalah dua langkah Mina.        Kasihan sekali Mina, sampai ngos-ngosan berlari mengejar Kian. Tapi Mina tidak akan menyerah. Ia akan terus menempel pada Kian, sampai anak itu setuju untuk memenuhi kemauannya.        Tiba di pelataran rumah Lintang, Kian akhirnya berhenti melangkah. Kian dengan cepat meraih ujung pagar besi, bersiap menggesernya. Ia harus bergegas. Jangan sampai Mina ikut masuk bersamanya.        Mina sudah terlihat dari kejauhan. Kian segera menyelinap masuk, kemudian menggeser kembali pagar besi seperti semula. Kian merogoh sebuah kunci duplikat — yang diberikan oleh Lintang — dari dalam saku. Aman. Mina tidak akan nekat melompati pagar ini, bukan?        "Yan, bukain!" seru Mina di sela - sela napasnya yang tersengal.        Kian hanya diam, bersembunyi di balik pagar.        "Yan, gue tahu lo masih di sana! Bukain pagernya!" Terdengar suara gaduh yang berasal dari pagar besi. Karena Mina sedang menggoyang - goyangkannya, berusaha membukanya.       "Pulang sana!" seru Kian akhirnya.       "Gue nggak akan pulang sebelum lo setuju sama penawaran tadi."       "Gue udah bilang nggak mau ya nggak mau!"       "Lo harus mau!" Napas Mina tersengal lagi. "Yan, bukain! Gue nggak bisa napas."       "Nggak pernah olah raga, sih, lo! Lari bentar aja langsung ngos - ngosan."        "Lo, sih, jalannya cepet banget!"       "Siapa suruh ngikutin gue!"       "Yan, tolong bukain!" Napas Mina terdengar semakin aneh. Suaranya saat bicara juga melirih. Dan Mina sekarang sudah berhenti menggoyang - goyangkan pagar.        "Min!" celetuk Kian.       Tidak ada respon.       Kian keluar dari persembunyiannya untuk mengintip Mina di luar. Gadis itu berdiri dalam diam. Tangannya berpegangan pada celah - celah pagar besi. Wajahnya terlihat pucat pasi. Napasnya naik turun tak keruan.        Kenapa dengan Mina? Jangan - jangan ia punya penyakit asma atau semacamnya. Bisa gawat kalau Mina sampai kambuh gara - gara Kian.        Kian merogoh sakunya kembali, mengambil kunci, kemudian segera membuka pagar besi. "Min, lo nggak ap- ...."        Belum selesai Kian berbicara, Mina bergerak gesit, menyelinap melalui celah pagar yang sudah dibuka oleh Kian.        Sial! Kian ditipu!       Mina saat ini sedang tertawa setan. Menertawai kebodohan seorang Kian.       "Gila! Ternyata Bintang Kelas bisa dibegoin sama akting kacangan!" Mina masih terus -  menerus tertawa.       Kian kesal setengah mati. Kenapa di dunia ini ada makhluk ajaib dalam konotasi negatif seperti si Mina ini?        "Lo pilih keluar sendiri, apa gue seret?" Kian melipat kedua tangan di d**a.       "Gue juga mau tanya. Emang apa hak lo ngusir gue? Sementara ini bukan rumah lo!"        Kian mengernyit. Bagaimana Mina bisa tahu ini bukan rumahnya? Jangan - jangan memang benar jika Mina bisa membaca ekspresi wajah! Ah, tapi itu tidak mungkin. Mina, kan, sangat bodoh di kelas!        "Ini rumah gue!"       "Bukan!"        "Kalo ini bukan rumah gue, ngapain gue pulang ke sini? Dan ini ...." Kian menunjukkan kunci duplikat pagar besi miliknya. "Kalo ini bukan rumah gue, gimana bisa gue punya kuncinya?"        Sekarang giliran Mina yang mengernyit. "Kalo bener ini rumah lo, coba lo masuk ke dalem sekarang!"       "Oke, siapa takut?"       Kian melangkah tegas mendahului Mina. Tapi kalau boleh memilih, lebih baik Mina tak usah ikut. Dasar penguntit!         ~~~~~ TM: ROLL EGG - Sheilanda Khoirunnisa ~~~~~       Masya Allah Tabarakallah.        Halo semuanya. Ketemu lagi di cerita saya. Kali ini judulnya Murmuring. Mau tahu kenapa dikasih judul Murmuring? Ikutin terus ceritanya, ya.         Oh iya, selain cerita ini saya punya cerita lain -- yang semuanya sudah komplit -- di akun Dreame / Innovel saya ini.   Mereka adalah:          1. LUA Lounge [ Komplit ]                   2. Behind That Face [ Komplit ]              3. Nami And The Gangsters ( Sequel LUA Lounge ) [ Komplit ]              4. The Gone Twin [ Komplit ]         5. My Sick Partner [ Komplit ]        6. Tokyo Banana [ Komplit ]                7. Melahirkan Anak Setan [ Komplit ]         8. Youtuber Sekarat, Author Gila [ Komplit ]          9. Asmara Samara [ Komplit ]        10. Murmuring [ On - Going ]        11. Genderuwo Ganteng [ On - Going ]        12. Theatre Musical: Roll Egg [ On - Going ]        13. In Memoriam My Dear Husband [ On - Going ]        14. Billionaire Brothers Love Me [ On - Going ]         Jangan lupa pencet love tanda hati warna ungu.       Cukup 1 kali aja ya pencetnya.    Terima kasih. Selamat membaca.         -- T B C --          
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN