Sesal 2

1536 Kata
"Kenapa malah berkelahi, sih?" Mina tetap berusaha mengontrol intonasi suaranya. Ia tak ingin Kian salah paham. "Semuanya, kan, bisa dibicarakan dengan baik - baik!" "Dia yang mukul gue duluan!" "Mungkin dia lagi emosi. Kan Lo bisa inisiatif buat nggak bales. Lo sendiri kan tahu, dia punya minat yang besar dalam musikal sejak lama. Pasti dia kecewa banget sama keputusan juri - juri itu!" "Gue juga kecewa, Min!" "Gue tahu. Tapi apa lo nggak bisa lebih legowo dikit? Ya, dia mukul duluan. Tapi apa lo harus bales mukul balik gitu? Aturan dari mana?" Mina mengulangi lagi perkataannya yang membuat Kian makin jengkel. "Oh, jadi sekarang lo ada pihaknya Yongki gitu?" Emosi Kian telah tersulut lagi dengan sempurna. Jelas - jelas tadi Yongki memukulnya duluan. Tapi kenapa malah dibela? "Bukannya gue mihak Yongki, tapi... Yan, apa lo nggak ngerasain itu? Yongki kayaknya lagi banyak masalah belakangan ini." Rona Mina terlihat sedih. "Semua orang punya masalah!" ketus Kian. "Ya. Tapi masalahnya Yongki beda, Yan. Dengerin gue dulu coba! Gue denger cerita ini dari Pak Saipul. Kemarin gue bantuin beliau di gerbang buat periksa ketertiban siswa. Waktu Yongki dateng, Pak Saipul bilang bahwa beliau merasa kasihan sama Yongki. Gue tanya kenapa. Awalnya Pak Saipul nggak mau jawab. Tapi gue bilang kalo gue adalah temannya. Gue nggak bohong. Gue emang temen sekelasnya, kan? Gue bilang bakal bantu Yongki sebisanya nanti. Akhirnya Pak Saipul bersedia cerita." Mina berhenti sejenak. Memastikan kalau Kian mau mendengar pembicaraannya. Kian hanya diam menatapnya dingin. Mina menyimpulkan itu sebagai persetujuan Kian untuk mendengarkannya. "Lo pasti tahu fakta tentang perceraian orang tua Yongki, kan? Dan Yongki ikut sama ayahnya. Tapi sekarang ... Yongki udah nggak tinggal sama beliau lagi. Dia kabur dari rumah. Ayahnya beberapa hari yang lalu ke sini buat minta tolong sama pihak sekolah untuk bantu bujuk Yongki supaya pulang. Ayahnya khawatir Yongki kenapa - napa. Anak itu bahkan nggak ambil uang sama sekali dari ATM. Uang yang dikirim sama Ayahnya tetap utuh. Jadi, dia pasti kerja buat Menuhin kebutuhan sehari - hari. Lo nggak kasihan apa?" Kian mendengar penjelasan Mina dalam diam. Mimiknya masih dingin. Emosinya masih belum sepenuhnya reda. Tapi ia berusaha mencerna isi pembicaraan Mina. Akibatnya hati nurani dan ego - nya tidak sinkron. Dan itu berpengaruh pada isi pembicaraannya. "Apa ini yang lo maksud membicarakan sesuatu yang penting tadi pagi?" Mina mengangguk. "Ayah Yongki bilang ada kemungkinan Yongki lagi nyari ibunya. Ternyata memang begitu adanya, karena Yongki bilang sendiri pada Pak Sultan tentang hal itu. Sudah lama sekali dia tak bertemu ibunya. Ayahnya memang tak pernah mengizinkan dia bertemu dengan ibunya meski hanya sekali. Maka dari itu gue mau minta bantuan lo buat bantu Yongki. Lo mau, kan?" "Lo gila, ya, Min? Mana mungkin gue bantu musuh bebuyutan gue sendiri?" "Mungkin aja. Kita udah tahu tentang minat besar Yongki pada musikal? Tapi ... apa lo tahu penyebab dia nggak ikut musikal sejauh ini? Itu karena Ayahnya mengekang dia. Yongki udah terlalu muak sama didikan ayahnya yang keras. Dia sekarang lagi berontak. Seharusnya lo mau ngerti sedikit, lah. Gue ngerti lo butuh ngomong sama Bu Ivo Kartika secepatnya. Tapi nggak gitu caranya." "Lo minta gue buat bantu Yongki, sementara gue sendiri lagi butuh bantuan? Jadi maksud lo, gue harus nyerah dari kompetisi ini, dan biarin Yongki menang. Gitu?" Mina gelagapan seketika. "B - bukan gitu maksud gue." "Kalo bukan gitu lalu apa? Lo bilang sendiri Yongki lagi butuh perhatian, lagi butuh bantuan. Lo juga minta gue ngerti dan ngalah!" "Iya, tapi ...." "Masih mau nyangkal?" sergah Kian. Ia segera teringat Lintang. Ia benar - benar ingin mempertemukan Lintang dengan Ibunya. Ia takut akan kehilangan Lintang dan belum bisa memberikan sesuatu yang berarti untuknya. "Mina, gue pikir lo bener - bener bersedia bantu gue buat nemuin Bu Ivo Kartika. Jadi simpatimu pada Lintang hanya omong kosong? Lo sekarang lebih peduli sama Yongki? Andai aja lo tahu sebab kenapa gue pengen segera ketemu sama Bu Ivo Kartika, lo pasti nyesel udah minta gue nyerah, dan ngasih peran itu ke Yongki dengan cuma - cuma." Kian beranjak dari duduknya. Kian melangkah pergi dari UKS. Meninggalkan Mina yang memandangnya penuh tanya. Kian memanggil namaku dengan benar? Baru sekali ini Mina mendengarnya. Apa itu artinya Kian benar - benar marah? Tapi ... Mina tidak mengerti. Apa yang membuat Kian sebegitu marah? Apa ia telah membuat kesalahan? Kian tadi membicarakan sebab kenapa ia ingin cepat - cepat bertemu Ivo Kartika. Apa kira - kira sebabnya? Mina hendak memanggil Kian. Tapi ia urungkan niatnya. Mina memilih untuk membiarkan Kian pergi. ~~~~~ TMRE - Sheilanda Khoirunnisa ~~~~~ Kian membanting tubuhnya ke kasur. Ia menatap langit - langit kamar. Ia masih terus memikirkan masalah tadi. Masalahnya dengan Yongki. Dan dengan seenaknya Mina malah berkata seperti itu. Memang ia tahu apa? Kian merasa amat lelah. Ia merasa dipermainkan. Kenapa pula penjurian sama sekali tidak tegas? Padahal ia sudah mengerahkan semua usahanya. Ia sudah berusaha keras. Tinggal selangkah lagi, tapi semuanya gagal total. Kenapa ia harus terus - menerus bersaing dengan Yongki? Kenapa anak itu selalu muncul di mana pun Kian berada? Kian mengacak rambutnya frustrasi. Hingga akhirnya Kian tersentak saat merasakan handphone - nya bergetar. Ia segera mengambil benda itu dalam sakunya. Sebuah telepon dari salah seorang panitia teater musikal. "Halo!" "Halo Kak Kian, ini Kenzi." "Udah tahu. Ngapain lo telepon?" dengkus Kian kesal. "Weis, santai, Kak!" Kenzi terkikik di sana. Seperti tidak menyesal sama sekali karena sudah menyewa juri yang tidak tegas. "Aku cuman mau ngasih tahu, bahwa mulai besok, Kak Kian, Senpai Yongki, dan juga Maria, harus mulai rutin latihan sepulang sekolah." "Gitu aja? Gue pikir mau ngasih tahu apaan lo! Nggak penting banget!" "Bentar, Kak Kian. Aku belum selesai. Tentu aja ini penting." Kenzi memberi jeda sejenak. "Siap - siap, ya, Kak Kian!" "Gue udah siap - siap dari lama. Nyiapin diri buat audisi hari ini misalnya. Tapi malah dipermainin!" Kian kembali terbawa perasaan. Kenzi terkikik di sana. "Hehe ... untuk itu maaf, ya, Kak. Itu di luar kendali panitia. Habisnya Kak Kian dan Senpai Yongki sangat hebat. Juri sehebat mereka aja sampai kebingungan." Kenzi berhasil beralibi dengan sangat baik. "Maka dari itulah, Kak. Sebagai wujud rasa bersalah kami, kami ingin menyampaikan berita bahagia ini." "Maksud lo apaan, sih? Kalo ngomong yang jelas!" "Jadi gini, Kak. Juri - juri tadi adalah orang - orang pilihan. Mereka sudah berkecimpung di bidangnya masing - masing sejak lama. So, mereka sudah pasti tegas. Tapi seperti kata aku tadi, karena kalian berdua sama - sama hebat, mereka yang sudah profesional saja sampai tak bisa memilih. Mendengar hal ini, calon tutor akting kalian merasa heran. "Ia menelepon kami sesaat setelah Kak Kian dan Senpai Yongki berkelahi tadi. Kami menceritakan masalah perkelahian itu juga, dan Bu Ivo Kartika malah semakin tertarik. Ia benar - benar kagum pada minat besar kalian akan teater musikal. Sampai - sampai kalian rela saling memukul hanya karena belum jadi mendapatkan peran itu." "Langsung ke inti aja, Zi. Gue udah bosen denger suara lo!" "Santai, Kak Kian!" seru Kenzi. Padahal di seberang sana, Kenzi sedang dikipasi oleh beberapa temannya. Jujur rasanya tubuhnya sangat gerah dan bergetar. Takut Kian akan membunuhnya karena masalah tadi. Tapi karena ia ditemani teman - temannya, ia pun menjadi sedikit tegar. Kenzi pun meneruskan penjelasannya. "Jadi, karena rasa penasaran yang begitu besar, Akhirnya Bu Ivo Kartika memilih untuk segera melatih kalian berdua, bersama Maria. Urusan siapa yang akan menjadi Zachary, itu sepenuhnya menjadi tanggung jawab bu Ivo Kartika. Ia hanya ingin segera bertemu kalian dan melatih kalian secara langsung. Jadi, bersiap - siap lah untuk bertemu Bu Ivo Kartika. Bu Ivo Kartika itu sebenarnya sangat sibuk, loh. Tapi ia rela meng - cancle semua jadwalnya demi kalian. Bayangkan saja! Demi Kalian!" Kenzi meneruskan ocehannya panjang lebar. Sementara Kian ... ia secara refleks terduduk. Handphone - nya sudah jatuh lunglai ke kasur. Jadi ... mulai besok ia sudah bisa bertemu Ivo Kartika? Kian ingin sekali berjingkrak kegirangan sekarang juga. Tapi entah menapa ia mengurungkan niatnya itu. Ia seperti terbebani. Semua karena perkelahian siang tadi. Iya, perkelahiannya dengan Yongki. Kian merasa ... menyesal? ~~~~~ TMRE - Sheilanda Khoirunnisa ~~~~~ Masya Allah Tabarakallah.        Halo semuanya. Ketemu lagi di cerita saya. Kali ini judulnya Theatre Musical: Roll Egg. Mau tahu kenapa dikasih judul Theatre Musical: Roll Egg? Ikutin terus ceritanya, ya.         Oh iya, selain cerita ini saya punya cerita lain -- yang semuanya sudah komplit -- di akun Dreame / Innovel saya ini.   Mereka adalah:          1. LUA Lounge [ Komplit ]                   2. Behind That Face [ Komplit ]              3. Nami And The Gangsters ( Sequel LUA Lounge ) [ Komplit ]              4. The Gone Twin [ Komplit ]         5. My Sick Partner [ Komplit ]        6. Tokyo Banana [ Komplit ]                7. Melahirkan Anak setan [ Komplit ]         8. Youtuber Sekarat, Author Gila [ Komplit ]          9. Asmara Samara [ Komplit ]        10. Murmuring [ On - Going ]        11. Genderuwo Ganteng [ On - Going ]        12. Theatre Musical: Roll Egg [ On - Going ]        13. In Memoriam My Dear Husband [ On - Going ]        14. Billionaire Brothers Love Me [ On - Going ]         Jangan lupa pencet love tanda hati warna ungu.       Cukup 1 kali aja ya pencetnya.    Terima kasih. Selamat membaca.         -- T B C --          

Baca dengan App

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN