Pada libur semester, Meisya menepati janjinya untuk pergi honeymoon bersama Mario. Namun, mereka hanya pergi selama 2 minggu lamanya dikarenakan Meisya yang mendapatkan tawaran dalam sebuah project bersama dosennya sebelum mereka berangkat honeymoon. Meisya yang pintar, oleh sebab itu salah seorang dosennya tertarik untuk mengajak Meisya bergabung.
Tak masalah bagi Mario walau hanya 2 minggu. Yang penting dia bisa menghabiskan waktu hanya berdua dengan istrinya itu agar mereka semakin dekat. Mario mengajak Meisya untuk mengunjungi beberapa negara di Eropa dalam waktu singkat tersebut.
Hari ini adalah hari terakhir Mario dan Meisya berada di benua Eropa. Meisya tak ingin ke mana-mana lagi, dia sudah cukup puas mengunjungi 4 negara dalam waktu 2 minggu.
"Nggak nambah seminggu lagi aja, Sya? Kita bisa ke Greece dan Italia." Dua minggu ini, Mario hanya mengajak Meisya mengunjungi negara-negara yang jaraknya tak begitu jauh yaitu, Jerman, Swiss, Belanda dan terakhir di Perancis.
Meisya menggeleng. "Aku justru pengen seminggu ke depan itu ngabisin waktu sama Adya, sebelum masuk kuliah lagi."
"Ya udah. Nanti kapan-kapan aku ajak kamu ke sana."
"Hari ini, beneran mau di hotel aja?"
"Iya. Walau di hotel juga, aku tetap bisa menikmati keindahan kota ini."
Meisya senang sekali ketika 3 hari yang lalu ketika mengunjungi negara Perancis. Mario membawanya untuk menginap di hotel yang terletak di dekat Menara Eiffel. Dari lantai 15 hotel ini, Meisya bisa memandangi bangunan indah romantis yang menjulang tinggi tersebut.
Berkali-kali Meisya mengucapkan kata terima kasih untuk Mario yang telah membawanya berkeliling mengunjungi beberapa negara. Hal yang pernah terbayangkan oleh Meisya sebelumnya. Dulu, paling Meisya hanya punya keinginan untuk liburan ke Bali. Namun, tak hanya Bali, Meisya bisa mengunjungi negara mana pun jika dia ingin. Maklum saja, selain Mario yang sekarang sudah bekerja, mertua Meisya juga kaya raya. Dan Mario anak mereka satu-satunya. Sudah pasti kekayaan yang dimiliki orang tua Mario akan diwarisi kepada anak semata wayangnya itu.
"Kalau di hotel aja, berarti... " Mario menyeringai. "Ini mau dilanjut ronde ketiga, bisa dong?"
***
"Jangan ngandelin uang orang tua aja. Kamu harus kerja. Bagaimana pun, kamu bakalan butuh biaya besar untuk besarin anak kamu. Masa mau minta terus sama Papa?"
"Aku nggak lulus kuliah, Pa. Mau kerja apa?"
Papanya yang mendengar itu menggelengkan kepala. Salahnya dari dulu terlalu menuruti keinginan anak bontotnya tersebut. Sehingga sampai anaknya sudah memiliki seorang bayi pun, dia sama sekali tidak berpikir bagaimana masa depannya nanti.
"Banyak yang nggak tamat kuliah, cuma tamatan SMA, tapi mereka bisa kerja."
"Mau kerja apaan pake ijazah SMA? Palingan cuma SPG atau kasir gitu. Aku nggak mau! Malu kali, Pa."
"Kamu jangan salah. Di kantor Papa yang dulu, ada admin yang hanya tamatan SMA malah. Asal punya skill, kamu bisa aja kerja kantoran."
Anak perempuannya yang bernama Sonya itu menggeleng malas. "Aku nggak mau kalau cuma jadi admin doangan. Gajinya nggak seberapa."
"Terus kamu maunya kerja apa?"
Sonya mengedikkan bahu. "Aku belum kepikiran apa-apa. Lagian, kan masih ada Papa yang bisa biayain hidup aku dan anakku. Masa iya, perhitungan sama anak dan cucu sendiri? Papa kan nggak punya tanggungan lagi selain kami. Kedua kakakku udah menikah."
Adjie tak habis pikir dengan anaknya tersebut. Sudah berusia 23 tahun dan mempunyai seorang bayi, tapi tidak mau bekerja. Hanya mengandalkan uang yang diberinya saja. Memang Adjie adalah seorang direktur operasional di salah satu perusahaan swasta. Tapi sebentar lagi dia akan pensiun. Uang pensiunnya yang bakal dia terima nanti memang cukup besar, namun dia ingin membuka usaha untuk dijalaninya. Dia tak mau meminta kepada anaknya yang telah menikah ketika sudah tak bekerja formal lagi. Bisa saja cukup untuk membiayai kehidupan Sonya dan anaknya. Tapi kalau terus-terusan begitu, kapan Sonya mandirinya? Bagaimana jika dia meninggal dunia? Takdir tak ada yang tahu. Bagaimana caranya agar Sonya menjalani kehidupannya nanti setelah dia tiada? Walau ada tabungan atau harta benda yang dia wariskan nanti kepada anaknya itu, lama-kelamaan bisa habis.
Mamanya Sonya yang diam saja dari tadi. Sudah berkali-kali memberi nasehat pada anaknya itu, tak pernah didengar.
"Temui ayah dari anak kamu kalau begitu, minta dia nafkahi anakmu."
"Pa!"
"Cari tahu siapa yang hamilin kamu."
"Aku udah bilang waktu itu aku mabuk." Sonya tentu saja berbohong soal itu.
Adjie menghela napas. "Kamu dan anakmu nggak bisa terus-terusan hidup bergantungan sama kami, Nak. Bagaimana jika nanti Papa udah nggak ada di dunia ini?"
Sonya tidak berpikir jauh. Menurutnya harta yang dimiliki orang tuanya dirasanya cukup untuk membiayai kehidupannya dengan sang anak tanpa dia harus bekerja.
Untuk ayah dari bayi yang dilahirkan, Sonya sudah jelas tahu siapa orang itu. Hanya saja, dia tidak memiliki cukup keberanian untuk mengatakannya. Sonya takut lelaki itu tidak mengakui. Mengingat bagaimana perlakuan lelaki itu padanya selama 2 bulan sebelum dirinya dinyatakan hamil.
Setelah berdebat dengan papanya, Sonya masuk ke kamar. Tak ada bayinya di sana. Bayinya sedang bersama baby sitternya di ruang bermain. Sonya jarang mengurusnya. Bayinya lebih banyak diurus oleh mamanya dan baby sitter.
Sonya sempat tinggal diluar daerah, tepatnya di rumah adik ibunya semenjak hamil sampai dengan melahirkan. Baru lah 2 bulan belakangan ini dia kembali ke Jakarta.
Terbiasa hidup enak membuat Sonya malas untuk mencari kerja. Dari dulu dia selalu dimanjakan oleh kedua orang tuanya. Bahkan, ketika dulu dia meminta dibelikan apartemen, orang tuanya mengabulkan. Dia juga selalu menggunakan barang branded. Kalau semisal uang yang diberi orang tuanya kurang, Sonya tak ambil pusing kala itu. Dia mempunyai 2 orang lelaki yang dianggapnya sebagai ATM berjalannya. Mereka adalah Arya yang merupakan kekasihnya kala itu, dan Mario sebagai selingkuhan sekaligus temannya di atas ranjang.
Awalnya, semuanya baik-baik saja. Sonya merasa tak kekurangan apa pun. Tak ada masalah apa pun dalam hidupnya. Hingga suatu saat Mario memutuskan untuk tak lagi menjalin hubungan dengannya. Sonya marah karena salah satu asetnya hilang. Apa lagi, Mario yang lebih royal kepada dibanding dengan kekasih sesungguhnya, Arya. Arya tak seroyal Mario.
Sonya kesal begitu tahu apa yang menyebabkan Mario memutuskannya kala itu. Karena seorang perempuan kampungan bernama Meisya. Bagaimana bisa dia dikalahkan oleh perempuan yang berbeda jauh dari segi apa pun jika dibandingkan dengannya? Sonya tak terima begitu saja. Apesnya dia, tak lama setelah itu Arya juga mengakhiri kisah asmara mereka gara-gara dia ketahuan memiliki affair dengan Mario. Lelaki bernama Arya tersebut mengakhiri kisah mereka, namun masih terus menemuinya tanpa memberi apa pun.
Sonya tertawa sumbang mengingat selintas masa lalunya. Kedua tangannya mengepal di sisi tubuhnya. Sonya benci kepada perempuan kampungan itu, dan juga pada Arya yang telah menghancurkannya.
Untuk Mario, Sonya tidak membencinya.
Andai saja Mario tak bertemu dengan perempuan kampungan itu, tentu lelaki itu tak akan berpaling darinya. Buktinya sewaktu berpacaran dengan Pelangi saja, Mario masih sering mengunjungi. Memberikan apa pun yang diminta olehnya.
Sonya tiba-tiba mendapatkan sebuah ide untuk solusi masa depannya bersama anaknya. Dia meraih ponsel yang di atas nakas. Kemari tangannya bergulir, membuka aplikasi i********:. Dia memiliki akun di mana tak satu orang pun di antara kedua orang di masa lalunya itu yang tahu. Jemari Sonya mengetik nama akun salah satu orang dari masa lalunya.
Melihat foto yang baru saja di-posting beberapa menit yang lalu oleh sang pemilik akun, Sonya tersenyum sinis. Tak akan dibiarkannya mantan selingkuhannya hidup bahagia, sementara dia merasakan penderitaan setelah lelaki itu memutuskan hubungan mereka begitu saja.