"Rencana Yang Harus Disimpan rapat-rapat."
*****
Berjalan menyusuri hutan-hutan sampai akhirnya mereka bertemu dengan sebuah jalan dengan jembatan tinggi. "Pi, akhirnya kita ketemu jalanan, Pi."
"Iya, Stel ayo kita jalan lagi."
"Kenapa malah ke sana? Enggak lanjut aja ke tempat yang lain."
"Kenapa harus ke tempat lain? Dengan kita ikutin jalan ini siapa tahu kita bisa bertemu dengan orang lain yang bisa membantu kita, Kek," ucap Harry. Harry sudah memandang curiga sedari tadi kenapa Kakek Tono sedari tadi tidak setuju dengan ucapannya.
"Soalnya yang saya dengar itu masih ada kumpulan orang-orang tapi rumahnya di tengah hutan. Jadi, kenapa kita enggak coba ke sana dulu."
"Enggak usah, Pi. Mending kita ke rumah lama kita aja. Kita udah di jalan sini sayang kalau mesti ke tempat lain. Kita butuh ambil plester untuk Luka siapa tahu masih tersedia di sana." Estel langsung meminta Papinya untuk ke rumah lama mereka. Lagian, kalau ke tengah hutan ngapain juga kenapa enggak ikutin jalan ini saja.
"Estel supaya kita bisa cepat nak sampai sana. Dan minta bantuan."
"Tapi, kita kan lagi cari Mami juga aku butuh keluargqku juga."
"Sudah-sudah, tidak perlu ribut. Ayo kita ke rumah lama saya saja dulu saya butuh beberapa peralatan." Tono mendesah dengan pandangan yang sulit dimengerti. Dia sangat lelah berjalan ini segera bertemu dengan seseorang yang bisa menolong mereka. Apalagi, waktu saat malam dia tidur di rumah Herry dia tidak sengaja melihat sebuah kertas yang bertuliskan tempat tinggal kumpulan manusia yang masih hidup.
"Tapi...."
"Kek, maaf kalau Kakek mau ke sana lebih dulu tidak apa kok. Ayo, Stel." Estel tersenyum puas kala Papinya lebih mementingkannya dari pada Kakek Tono. Lagian kenapa sih kekeh banget buat cari yang lain sedangkan dia harus segera bertemu dengan Maminya atau Kakaknya takut kalau terjadi sesuatu. Walaupun, dia juga tidak tahu di mana keberadaan mereka.
Jauh dari tempat mereka berdiri, Lili memperhatikan mereka. Lili tidak lepas mengikuti mereka. Dia masih mengikuti Harry. Dia tidak tahu harus ke mana lagi, dengan bersama Harry walaupun dari jauh mungkin akan baik-baik saja.
Lalu mereka berhenti lagi. Dia harus mengumpat agar tidak kelihatan.
"Sebentar saya ingin buang air kecil lebih dulu. Apa kalian mau menunggu saya? Maklum saya sudah tua jadi sudah sangat lelah berjalan." Estel mendesah lagi-lagi dia Harus beristirahat lagi. Padahal dari tadi dia sudah sabar berhenti terus.
"Yasudah, Kek silahkan." Tono berjalan ke belakang mencari Tempat untuk buang air kecil.
"Pi, kalau kita berhenti mulu kita enggak bakal ketemu sama Mami," ucap Estel lagi.
"Tenang sayang kita pasti ketemu Mami kok, Mami pasti baik-baik saja."
"Maafkan Kakek saya ya karena Kakek saya perjalanan kita jadi tertunda terus." Harri tersenyum dan mengatakan tidak masalah. Lagian, hidup dalam keadaan ini memang harus banyak extra sabar.
"Tidak apa kami maklum kok." Entah kenapa Estel malah jadi kesal dengan Kakek Toni. Dari tadi dia hanya memikirkan dirinya sendiri padahal Estel mau cepat-cepat bertemu dengan Maminya. Sudah hampir seminggu ini sejak mereka pisah.
Estel dengan tampang murungnya pun hanya diam saja. Jeromy yang tadinya dekat dengan Estel jadi senggang. Dia merasa tidak enak karena kakeknya harus banyak menunda perjalanan mereka.
"Sebentar ya aku susul, Kakek dulu supaya cepat." Harry mengangguk. Jeromy pun berjalan untuk memanggil kakeknya.
....
Di sisi lain Lili tetap tenang padahal tidak jauh dari tempatnya bersembunyi kakek itu sedang buang air kecil. Dia mendengar semua apa yang diucapkan Kakek itu. Pantas saja, dari tadi Kakek itu menolak dia untuk ikut bersama Harry.
"Kek kok lama banget sih," ucap anak kecil yang tadi Kakek itu gandeng. Mungkin memang benar itu cucunya.
"Kamu nganggetin, Kakek aja."
"Kakek lagian kenapa lama banget."
"Baru juga Kakek pipis lagian pasti kamu disuruh Harry itu nyamper, Kakek 'kan? Dia enggak sabar banget deh." Jeromy mengerutkan keningnya Kenapa Kakeknya jadi berbeda sekali.
"Kakek kenapa aneh banget? Aku ke sini padahal enggak disuruh sama Paman Harry. Aku cuma enggak enak, Paman Harry sudah membantu kita."
"Mana ada dia yang bantuin kita, Jer. Yang ada kita yang bantuin dia terus aturan dia ikutin mau kita dong."
"Kok gitu sih, Kek. Kata Kakek kita harus nolong orang lain ikhlas kenapa Kakek berubah?"
"Jeromy, kamu tahu enggak tadi kalau wanita yang tadi ingin ikut dengan kita?" tanya Toni lagi. Lili menajamkan pendengarannya kala mendengar dirinya merasa disebut.
"Iya kenapa, Kek?"
"Kakek tidak percaya dengan perempuan tadi. Perempuan itu keliatan sombong sekali tapi saat sudah dibantu menghancurkan monster itu malah dia mendekat berharap Harry menerimanya karena kasihan tapi benar kan Harry menerima. Tapi, Kakek tidak setuju."
"Loh kenapa?"
"Ya karena bisa saja dia punya rencana buruk." Lili mengerutkan keningnya kesal. Jelas-jelas yang punya rencana buruk itu tua bangka itu.
"Kalian kenapa lama banget?" tanya Harry yang langsung datang menghampiri mereka.
"Eh ... iya ini udah selesai kok. Maaf kalau lama. Ayo kita lanjut jalan lagi," ucap Tono berjalan mempersilahkan mereka jalan lagi. Harry tidak curiga sedikitpun dia pun berjalan lanjut. Tapi, dia menoleh lagi ke belakang saat mendengar sesuatu.
"Duh jangan ketahuan, jangan ketahuan," ucap Lili pelan. Dia salah menginjak sesuatu. Harry langsung saja berjalan menghampiri suara itu. Lili berjalan mundur pelan-pelan.
"Mati gue kalau ketahuan ngikutin makin dikira yang jelek-jelek ini," dumel Lili.
"Har, ayo buruan anak kamu di sana sendiri 'kan." Panggilan Tono membuat dia seketika berhenti untuk berjalan ke sana. Dia pun kembali berbalik badan dan menuju ke tempat tadi.
"Huft ... untung aja," ucap Lili dengan lega. Dia pun memperhatikan mereka yang telah berjalan lagi. Setelah mereka aga jauh Lili mengikutinya dari belakang.
Di sana Estel duduk menunggu sendirian, beberapa saat kemudian. Papinya datang, dia pun langsung bangkit dan berkomentar, "Papi kenapa lama banget? Aku udah nunggu dari tadi."
"Maaf ya, Estel tadi saya lagi cari tempat soalnya," ucap Tono.
"Yasudah ayo langsung jalan lagi saja. Waktu sudah hampir malam lagi." Mereka pun mengangguk setuju. Setelah itu mereka melanjutkan perjalan lagi.
......
Di tempat lain Steven dan Ibunya masih jalan, untungnya jalan mereka aman. Tidak ada hambatan kemunculan monster itu. Dan juga manusia kanibal yang Steven rasa juga sudah tidak ada.
"Mi, kita udah mau sampai," ucap Steven.
"Iya kita buruan sedikit lagi. Nanti kita istirahat pas udah di sana saja ya."
"Iya, Mi aku juga pengen udah enggak sabar ke sana. Semoga aja ada orang yang bisa bantu kita ya, Mi." Angelina mengangguk. Walaupun dia lelah membawa anaknya tapi dia tidak menyerah.
"Awh...." Angelina tidak sengaja menginjak sesuatu.
"Mami kenapa?" Angelina berhenti berjalan. Dia melihat ke kakinya. Ternyata saat dia lihat, kakinya tertusuk paku yang lumayan besar di kayu.
"Mami, kaki Mami berdarah."
"Shhh ... Mami enggak lihat kalau ada paku, Stev."
"Duduk dulu, Mi sini biar Eveline sama aku aja." Angelina mengangguk dia pun memberikan Eveline kepada Steven.
Setelah memberikan anaknya, dia memencet kakinya yang terus mengeluarkan darah. Steven yang melihatnya kasihan.
"Mi aku cari obat dulu ya."
"Cari ke mana? Udah enggak papa kamu di sini aja nanti malah kenapa-kenapa," ucap Angelina sambil menahan perihnya.
"Tapi, kaki Mami nanti bisa infeksi."
"Sebentar, Mami masih punya obat. Sini, tasnya." Angelina meminta tad yang digendong oleh anaknya. Steven, pun melempaskan tasnya dari gendongannya Dan memberikan kepada Angelina.
Angelina membuka tasnya, dia masih ingat menyimpan barang di dalamnya. Karena waktu itu saat kakinya pernah ketusuk paku di rumah pun dia memakai obat itu Dan mengurangi rasa sakitnya dan juga membuatnya mengering.
"Itu obat apa, Mi?"
"Obat yang Mami racik sendiri di rumah."
"Pasti perih ya? Mending aku aja yang ke rumah kita lama, Mami di sini sama Eveline ya. Atau di bawah pohon itu nanti kembali."
"Enggak sayang. Kamu enggak boleh ke sana sendiri apalagi, ingatan tentang monster yang tiba-tiba datang membuat hati Mami terus merasa ketakutan," ucap Angelina. Steven pun menghela napasnya dan tidak jadi ke sana sendiri menunggu Maminya di sini.
"Maaf ya kita jadi lama lagi jalannya."
"Enggak papa, Pi. Pelan-pelan asal kesampaian enggak perlu terburu-buru kalau nantinya malah celaka," ucap Stevan. Angelina mengelus kepala anaknya sambil tersenyum.
"Yaudah malam ini kita istirahat di sini aja ya. Besok kita lanjut lagi."
"Iya, Mi."
.....
Harry dan Tono memutuskan untuk beristirahat lebih dulu karena waktu juga sudah malam. Harry menaruh barang-barangnya di samping tasnya.
"Kita istirahat di sini aja ya waktu sudah hampir malam."
"Iya, Pi aku juga capek banget," jawab Estel. Mereka pun menyenderkan badannya ke pohon. Rasanya perjalanan ini tidak ada sampainya membuat mereka harus beristirahat terus.
Tubuh Harry seakan sudah sangat lelah. Baru duduk saja dia sudah merasa mengantuk berat. Estel di samping Papinya melihat Papinya sudah memejamkan mata untuk tidur. Sedangkan Estel dari dulu kalau ada keluarganya yang tidur lebih dulu pasti dia akan ikut.
Tono pura-pura memejamkan Matanya juga. Dia melihat ke arah Harry dan anaknya yang sudah mulai tidur. Sudut bibirnya menampilkan smirk misterius.
Beberapa saat setelah Harry terlihat tidur nyeyak dia bangun, Jeromy yang merasakan pergerakan kakeknya pun ikut bangun.
"Kek mau ngapain?" Tono langsung menutup mulut Jeromy agar tidak bersuara. Tono hanya meletakkan telunjuknya di bibirnya, menandakan agar Jeromy diam.
"Kek mau ngapain?" tanya Jeromy lebih pelan saat mulutnya sudah tidak ditutup.
Tono berjalan perlahan-lahan ke arah tas Harry. Sedangkan Jeromy masih diam saja, tapi setelah dia tahu kakeknya akan mengambil sesuatu dari tas Paman Harry dia pun langsung bangkit.
"Kek mau ngapain? Ini tas Paman Harry."
"Shutt ... kamu diem aja. Kamu mau selamet duluan enggak? Kalau iya diem aja. Biarin Kakek ambil barangnya terus kita kabur."
"Tapi, itu sama saja mencuri, Kek."
"Jeromy kamu bisa diem enggak sih kalau kamu enggak bisa diem Kakek tinggal nanti," ancam Tono. Mereka bersuara sangat kecil agar Harry dan Estel tidak bisa mendengar.
Setelah mengobrak-abrik tas Harry dan menemukan alat yang bisa membunuh monster itu Tono langsung mengambilnya. Jeromy sudah takut kalau Harry bangun lalu ketahuan yang ada Harry tidak akan percaya lagi dengannya.
"Nah, ini dia. Ayok kita pergi." Tono langsung menggandeng cucunya.
"Kek tapi itu punya mereka. Kita di selamatin mereka aja udah syukur ayo balikin aja," ucap Jeromy menarik tangan kakeknya lagi berharap Kakeknya itu tidak mengambil benda milik Paman Harry. Karena itu termasuk pencurian.
Di samping itu Lili melihat semuanya. Dia sudah menduga kalau Tono akan mengambil barang itu ketika Harry tertidur. Dan benar saja, dia melihat kalau Tono mengambil barang itu.
"Dasar kakek-kakek licik. Dia menuduhku licik sedangkan dia lebih licik. Serigala berbulu domba!" ucap Lili kesal. Lili menunggu untuk Tono melewati jalan ini, karena dia yakin Tono akan lewat jalan di dekatnya. Dan dia akan mengambil lagi barang itu. Lili hanya ingin balas budi karena Harry sudah menyelamatkan nyawanya padahal dia sudah bersikap tidak baik.
Tono mulai berjalan ke arahnya. Benar kan perkiraannnya pasti Tono Dan cucunya akan melewati sini jadi dia akan menghalangi Kakek peot itu.
Beberapa saat kemudian Tono sudah dekat dengannya. Dia langsung berdiri di hadapan Tono. Tono terkejut bukan main, dia tidak tahu kalau ada wanita tadi di sana.
"Kamu?! Ngapain kamu ada di sini!" pekik Tono pelan sambil menengok ke belakang. Dia harus memelankan suaranya agar Harry tidak bangun. Susah payah dia mengambil barang ini diam-diam tapi wanita itu tiba-tiba ada di depannya.
"Well ... Kakek tua bangka yang mengatakan saya licik ternyata musuh dalam selimut Tuan Harry."
"Minggir kamu enggak usah banyak omong saya buru-buru." Tono tidak ingin menggubris wanita itu dengan menyeret Jeromy ke arah Kiri tempat kosong Lili berdiri.
Tapi, Lili tidak bodoh, dia akan mengambil benda itu Dan memberikannya lagi kepada Harry. "Tidak semudah itu, Kakek Tua bangka. Saya akan mengambil alat itu dari anda Dan mengembalikannya," cegah Lili lagi.
Tono tidak mau banyak ucap lebih baik dia memberikan salah satu alat itu, "Kamu mau alat ini juga kan nih ambil setelah itu pergi sana enggak usah ikut campur urusan saya!" Lili hanya menaikkan alisnya sekilas. Bisa-bisanya Kakek ini menyogoknya. Memangnya dia bodoh, dia tidak butuh itu. Dia hanya ingin membantu Harry.
"Maaf ya. Saya memang bukan orang baik, tapi saya tidak pernah mengambil barang yang bukan milik saya apalagi menerima barang dari hasil curian."
"b******k kamu." Tono malas bertele-tele. Dia pun langsung menyerang Lili. Lili tidak takut karena selama hidup sendiri dia akan melawan siapapun yang membuat dirinya terancam. Apalagi hanya Kakek ini saja.
Tono kewalahan, mereka menengok kala Harry bangun. Tono langsung memberikan barang ini ke Lili. Lili tidak mau menerimanya tapi Kakek itu seakan merebut. Dan mengalihkan kesalahan kepada Lili seakan Lili yang mencuri.
.....