Mencari Tempat Aman

1022 Kata
   "Semua tempat lama mereka sudah hampir seperti kota mati. Persediaan makan kian menepis kini mereka harus cari tempat lain untuk tetap bertahan hidup." *****       Sudah hampir beberapa minggu mereka tinggal berpindah-pindah karena stock makanan kian menipis setiap harinya. James kebetulan sudah mencari tahu ada sebuah rumah yang masih dekat dengan sungai dan masih ada sumber pangan alami. James pun akhirnya memboyong keluarga mereka ke sana.     "Pi, kita mau ke mana lagi?" tanya Estel dengan suara membisik hampir tidak terdengar hanya kode tangan Estel lah yang membuat James paham.   "Kita akan mencari tempat aman," jawab James dengan menggunakan kode amannya pula. Estel hanya menghembuskan napasnya dia lelah, dia ketakutan. Dan James mengerti semua perasaan anaknya, tapi tidak ada pilihan lain untuk mereka tetap bertahan.      James berjalan paling depan sambil membawa banyaknya barang di tangannya, gas oksigen kecil jika sewaktu-waktu bayinya membutuhkannya. Angeline di belakang James menggendong anaknya dengan tas dipunggung yang juga besar. Steven pun sama di belakang Ibunya dengan barang bawaannya yang banyak, di belakangnya ada Estel dan kemudian Violine di paling belakang.      Semua berjalan awalnya, dalam keheningan mereka tetap berjalan pelan-pelan tanpa menimbulkan suara. Tapi, sesaat kemudian kaki Estel tersandung Kayu hingga darah mengucur dari Kakinya. Violine yang melihatnya memelototkan matanya.   "Huaaaa .... Papi ... Sakittttt!!!!"  Semua orang berhenti lalu menengok ke belakang. James langsung berlari saat ada tanda-tanda suara monster itu muncul. Tapi, jarak James yang terlalu jauh membuatnya tidak bisa mengejar anaknya. Violine langsung saja mendorong Estel kuat hingga dia terjatuh. Steven dan Angeline langsung menarik anaknya.   Tapi, sayang mereka lengah karena Estel dan monster besar itu tepat berada di depan wajah Violine. James tetap berjalan tenang untuk mengambil anak keduanya. Dia mengkode Violine untuk diam dan jangan bernapas sejenak.    Violine menutup Matanya rapat, jantungnya berdegup sangat keras. Bayangkan saja monster itu tepat di depannya jika dia melakukan kesalahan dikit dia pasti akan terterkam.   "Uwekkk...." Violine muntah dan tidak kuat menahan napas saat air liur monster tersebut jatuh mengenai wajahnya.     Mereka semua langsung menutup mata. James terjatuh melihat anaknya menjadi santapan monster tersebut. Angeline menutup mulut anak-anaknya rapat saat melihat salah satu keluarga mereka harus merenggang nyawa secara tragis di depan mereka. Badan Violine tercabik-cabik menjadi beberapa bagian. Darah muncrat bahkan hingga mengenai mereka. Tidak ada yang bisa berbuat apa-apa selain melihat anak mereka mati secara mengenaskan.      Beberapa saat kemudian setelah monster itu menghabisi nyawa anaknya, mereka pergi. James berdiri sekuat tenaga mendekat ke anaknya. Terlihat hancur hatinya sebagai seorang Ayah yang gagal melindungi anaknya. Violine anak mereka harus meninggal karena monster tersebut.     James tidak bisa terlalu lama di sini, dia harus segera memakamkan anaknya. Perasaan yang lainnya pasti sama dengannya harus kehilangan salah satu keluarga mereka.    "Yang tenang, Violine kamu di sana sudah aman dan bahagia." Setelah memakamkan anaknya di tempat yang tidak jauh dari anaknya meninggal itu James bangkit. Dia menyusul keluarganya, Angeline tadi sudah mengobati Luka Estel dengan alat yang dibawanya. Kini Steven berjalan dengan  menggendong adiknya agar tetap aman. .....    Mereka sudah sampai di tempat yang sebelumnya James survey. Tempat di tengah hutan yang sudah tidak ada yang menghuni. Tidak lupa James sudah menyediakan tempat yang aman untuk mereka melakukan kebisingan tanpa di dengar. Sampai sekarang James masih tidak tahu dari mana asal muasal monster yang tiba-tiba datang itu.   "Pi, apa kita sudah aman di sini?" tanya Estel dengan suara pelan dan kode tangannya yang sudah biasa mereka pakai selama monster itu datang.   "Ya." Walaupun tidak yakin dengan ucapannya tapi dia harus meyakinkan kalau mereka akan tetap aman. "Tapi, jangan pernah berisik karena kita tidak tahu kapan monster itu akan datang." Estel tidak mengangguk mengerti.     James tidak tahu harus bertahan berapa lama untuk tetap tinggal di sini bahaya akan selalu mengancam selama belum ada yang tahu cara memusnahkan monster tersebut. Tapi, James akan mencari caranya agar keluarganya tetap selamat tidak akan dia biarkan nasib mereka seperti Violine.   Steven menghampiri adiknya, walaupun. Estel sudah membuat Violine kehilangan nyawanya tidak lantas membuat Steven membenci adiknya. Semua adalah yang terjadi adalah kecelekaan bukan salah adiknya. Violine sudah tenang di sana dia aman tanpa merasa takut seperti kita.   "Kamu harus membersihkan diri, hari sudah hampir malam."   "Tapi, aku takut."   "Tidak perlu takut, Kakak akan menjaga kamu." James tersenyum melihat kedua anaknya. Semakin hari komunikasi mereka hanya bisa dengan suara pelan nyaris berbisik dan juga kode tangannya.     "Baiklah." Steven mengantar Estel untuk segera mandi. Dia menjaga Estel dari luar dan tetap memastikan adiknya aman. ......    "Eveline baik-baik saja?" tanya James. Angeline mengangguk sembari melihat suaminya yang berdiri di belakangnya.   "Kapan monster itu akan pergi?" James menggelengkan kepalanya, dia juga tidak bisa memastikan itu.   "Aku takut satu-persatu keluarga kita dihabisi monster tersebut."   "Shut ... percayalah semua akan baik-baik saja." James memeluk istrinya dari belakang.   "Mi, Pi ... panggil Estel. James melepaskan pelukannya saat anak mereka datang.   "Ya sayang?"   "Kakak Violine tidak akan kembali lagi?" James dan Angeline saling berpandangan kemudian Angeline maju dan berjongkok di depan Estel.   "Kakak sudah tenang dan aman di sana."   "Apa kalian marah denganku?"  Angeline tersenyum dan menyingkirkan poni Estel yang menutupi wajah anaknya.    "Tidak sayang. Semua sudah takdir kamu tidak salah, sekarang Estel bobo ya."   "Aku takut, kita semakin tidak aman. Aku tidak bisa sekolah, tidak ada lagi yang mengajari ku untuk Ballet lagi."   "Mami akan ajarkan kamu, kok."   "Tapi, Kakak...."   "Estel ayo tidur Papi akan menceritakan dongeng Putri salju untuk kamu." James menggendong anaknya membawa sang anak. Sebelum pergi James mengelus pundak sang istri memastikan semuanya pasti baik-baik saja.       Angeline lalu pergi menengok bayinya, sebelum pergi dia melihat Steven termenung di luar sendiri dia menghampiri sang anak untuk diajak berdiskusi. "Steven...."   "Mami belum tidur?"   "Kamu kenapa masih di sini?"   "Aku masih tidak percaya dengan ini semua rasanya seperti mimpi, Mi. Aku kakak yang tidak baik, tidak bisa menjaga Violine seharusnya aku yang berada di paling belakang dan menyelamatkan Estel bukan Violine."   "It's okey sayang ini bukan salah kamu. Ini sudah menjadi takdir,  adek kamu sudah aman dan tidak perlu lagi ketakutan sekarang tugas kita harus selalu waspada dan saling melindungi satu sama lain okey?"  Steven mengangguk dan memeluk Angeline ya dia yakin semua akan segera berakhir, semoga saja.     Setelah itu Angeline menyuruh Steven untuk masuk dan beristirahat. Angeline pun masuk ke dalam untuk beristirahat. ......
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN