Memutuskan Ikut

2008 Kata
"Ketika ada kemajuan saat kedekatan mereka." *****       Joe masih mendengarkan cerita Lili dengan serius sampai di mana Lili menceritakan bagaimana monster itu bisa mati di tangan Harry hanya Harry sendiri katanya. Ada keraguan dalam diri Joe tapi melihat raut wajah Lili yang serius membuatnya semakin yakin lagi apa yang diucapkan Lili memang benar.   "Terus peluit itu sama pistol itu sampai sekarang belum ditemukan?" tanya Joe.    "Belum. Kita sudah mencari keberadaan Octa tapi enggak ketemu sekalinya ketemu ya itu tadi Tono Dan Cucunya tewas. Lagian itu juga salah mereka yang serakah."    "Berarti kalau peluit itu aman di Octa, Octa bisa kapanpun dong ngusir monster itu."   "Enggak juga, Joe. Kata Pak Harry alat itu tidak bisa digunakan apabila monsternya jumlahnya banyak. Makanya kenapa kita cari tempat ini yang katanya isinya mereka yang masih hidup. Pak Harry berfikir kalian semua akan membantunya tapi ternyata salah. Kalian semua malah menolak idenya. Tapi, aku akan tetap bersama Pak Harry untuk membuktikan kalau memang monster itu bisa kita.musnahkan."    "Li, orang-orang di sini sudah berkali-kali membuat apapun itu buat nyingkirin monster itu tapi sampai sekarang emang enggak ada yang berhasil. Semua sia-sia Dan malah mereka kehilangan keluarga mereka."     "Emang kalau mau mencapai sesuatu harus ada yang dikorbankan, Joe."   "Li kamu enggak ngerasain kalau kehilangan keluarga makanya kamu enggak ngerti perasaan mereka." Lili langsung menengok ke arah Joe. Bagimana dia tidak bisa mengerti sedangkan dia saja kehilangan keluarga. Joe yang merasa kata-katanya salah pun langsung membenarkannya.   "Enggak kayak gitu, Li. Maksud aku, ya mereka sayang sama Keluarganya jadi mereka lebih memilih zona nyaman dan enggak mau ngelakuin bahaya kayak gitu lagi."    "Yaudahlah. Biarkan saja mereka."    "Tapi, aku bakal ikut bantuin kamu." Lili yang mendengarnya langsung spechelees.   "Kamu yakin? Kamu bilang enggak mau bantuin kita kan? Kenapa tiba-tiba bilang mau bantuin. Kamu enggak salah ngomong kan?"   "Aku lihat keluarga kalian yakin jadi buat apa aku ragu. Masa aku kalah sama mereka yang sudah tua ataupun Steven serta Estel yang masih kecil tapi udah mau ikut sama Papinya. Enggak takut resiko kalau sampai akhirnya mereka terluka. Masa aku cemen." Lili menarik sudut bibirnya Dan tersenyum.   "Kamu yakin? Sekalipun nyawa taruhan kamu. Monster itu kan bukan monster biasa kamu bilang udah berkali-kali membuat benda tajam tapi monster itu tetep saja enggak bisa dimusnahin."   "Mungkin selama ini kita terlalu menggebu-gebu buat nyingkirin monster itu tanpa aku Dan yang lainnya tahu kalau setiap makhluk hidup punya kelemahan. Dan Pak Harry serta keluarganya tahu kelemahan itu."   "Tapi yang lain kan belum tentu mau bantu."    "Yang lain biarin aja. Aku maklum kok mereka masih trauma mungkin, jadi perlu waktu kalau aku mungkin yakin untuk lihat sendiri. Apakah benar makhluk itu bisa mati di tangan alat Pak Harry."   "Okedeh kalau kamu emang niat bergabung. Aku bakal ngelindungin kamu kok."    "Apaan aku yang cowok seharusnya akulah yang ngelindungin kamu. Emang aku cowo apaan yang berlindung di belakang cewe." Joe dengan narsisnya tidak mau kalah dengan Lili yang pemberani. Lili hanya terkekeh.    "Tenang aja kita semua saling melindungi, kok. Yaudah aku mau tidur duluan ya. Takut, keluarga Pak Harry juga nyariin aku."     "Tunggu, Li." Joe menarik tangan Lili sebelum mereka berpisah.   "Kenapa?" tanya Lili.   "Ehm ... enggak jadi deh, yaudah aku duluan ya." Lili malah mengerutkan keningnya bingung. Kenapa malah dia yang ninggalin padahal kan tadi dia duluan yang mau pergi. Lili hanya menggelengkan kepalanya setelah itu dia berjalan ke tempatnya yang biasanya untuk beristirahat. .....    Joe baru masuk ke dalam kamarnya. Beberapa temanya sudah pada tidur. Tapi, ada temannya yang lain belum ada yang tidur.   "Bangunin gih yang lain gue mau ngomong sesuatu."    "Lah besok aja kali, Joe. Masa malem-malem gini orang pada tidur mau dibangunin."   "Ck. Udah enggak papa lagian cuma bentar." Temanya pun mau tidak mau membangunkan mereka yang sudah tertidur.   "Apaan si ah ngantuk nih gue."   "Tahu ngapain si tengah malem kayak gini bangunin orang tidur. Kalau laper cari makan sendiri sana." Joe menghembuskan napasnya jengah. Padahal seharian juga pasti mereka tidur tapi jam segini sudah mau tidur lagi heran.   "Besok kita ikut keluarganya Pak Harry buat nyobain alatnya itu ngusir monster." Beberapa detik mereka masih terdiam.   "Maksudnya?" tanya salah satu dari mereka yang tidak masih belum paham dengan ucapan Joe.   "Iya besok kita semua ikut mereka, yang katanya mau musnahin monsternya."   "Lo gila?! Ngapain sih ngikut-ngikut segala lo kata enggak bahaya kalau lo mau ikut sendiri aja sono enggak usah ngajak-ngajak."   "Kok kalian jadi cemen banget, si. Dulu aja kita gencer banget pengen bunuh itu monster sekarang kenapa ada kesempatan lagi kalian malah enggak mau."   "Ya enggak mau lah, Joe. Pikir aja coba ngapain taruhin nyawa buat Hal kayak gitu. Ogah ah mending gue tidur lagi," ucap salah satu temannya. Semua teman-temannya tidak setuju dengan ucapan Joe lagian ngapain juga mereka udah tenang di sini malah nyari mati lagi.   "Kalian cemen banget. Anak-anaknya, Pak Harry aja ikut masa kalian yang udah gede takut." Joe tetap memancing mereka untuk ikut bersamanya. Lagian dia juga ingin bersama mereka.   "Leo bangun lo ikut kan sama gue."   "Ahhh enggak, dulu aja gue hampir mati yakali sekarang mau mati lagi."   "Ah cemen banget lo. Badan doang gede suruh ikut enggak mau. Lagian mati takdir lo di sini kalau waktunya mati juga mati."    "Serah lo udah sono-sono gue kira bangun dapet makanan tahunya cuma disuruh ngikut nyari mati."   "Boy lo ikut kan temenin gue."   "Kaga ah. Ngapain." Joe sudah mencoba membangunkan mereka satu persatu tapi tetap saja mereka tidak ada yang mau ikut bersama Joe. Joe menghela napasnya yaudahlah kalau mereka tidak ada yang mau Joe yang akan jalan sendiri bersama Lili Dan keluarganya itu.    Joe menyiapkan semua barang-barangnya. Dia masih menyimpan sebuah pistol yang sudah lama dia simpan. Pistol ini jarang digunakan, karena memang pemberian dari Ayahnya yang tidak sempat dia tolong waktu diterkam monster itu.    Joe rindu keluarganya. Tapi, yasudahlah kejadiannya sudah lama biarlah semua menjadi kenangan yang Joe simpan sendiri. Orang-orang bahkan temannya tidak ada yang tahu mengenai kisah pilunya Dan Joe juga tidak berniat menceritakan semuanya. Dia hanya ingin hidup seperti dulu. Mungkin dengan ikut bersama keluarga Harry mencoba menghabisi monster itu dia bisa membuat kehidupannya seperti dulu. ......    "Pi kamu yakin kita mau nyoba sekarang? blm sempurna banget," Angelina sudah menyiapkan semua perlengkapan suami yang akan dibawannya. Angelina, bayinya Dan Estel sengaja tidak ikut mereka. Karena terlalu beresiko kalau membawa mereka.    "Dicoba aja dulu. Mungkin aku bakal pulang seminggu paling cepat kamu jaga Eveline dan Estel ya dengan baik. Selama aku belum pulang kamu berdoa aja semoga rencana yang terakhir ini berhasil."   "Iya, Pi. Aku bakal selalu berdoa untuk keselamatan kamu. Tapi, kamu yakin ini enggak bakal kenapa-kenapa?"     "Enggak papa, Mi." Harry meyakinkan Angelina bahwa dia sudah sangat yakin kalau akan pergi bersama anak-anaknya.    "Stev, baju pelindung kamu udah? Lili juga udah?" tanya Harry lagi.   "Udah, Pi."   "Udah, Tuan...."     "Oke kita tunggu Paman Gorge dulu." Mereka pun mengangguk. Lili melihat ke kanan Kiri semalam Joe bilang ingin ikut dengannya tapi apa dia malah belum muncul. Pasti laki-laki itu cuma main-main Dan tidak serius ingin ikut. .....    Di sisi lain, Joe sedang memasukkan beberapa makanan yang akan dia bawa. Teman-temannya tetap menolak Joe untuk ikut ya karena merasa bahaya saja.   "Joe lo ngapain si percaya sama mereka. Mereka belum tentu ngelindungin lo kalau malah numbalin lo gimana?"    "Mereka enggak kayak gitu. Orang kelihatan mereka saling melindungi Dan serius kok. Kalian kan tahu sendiri juga mereka udah laluin yang lebih extream dari ini."   "Gila ya, Joe. Lo habis dicuci pikiran lo sama siapa sih kok percaya diri banget lo bakal baik-baik aja gitu. Sedangkan lo tu baru kenal sama mereka. Hey bangun sobat lo mau mati kalau sama mereka."    Joe menghela napasnya kasar, "Kalian kalau enggak mau ikut mending enggak usah ngajarin gue deh. Cemen lo pada. Ngomong aja pada bisa pengen bebas dari monster itu tapi usaha enggak ada."   "Lo kenapa jadi aneh sih Joe ngomongnya. Kenapa lo jadi sensi banget. Udah yakin banget lo bisa berhasil bikin monster itu pergi sama keluarga yang enggak jelas itu hah??!"    "Tenang Roy, tenang. Enggak usah pake emosi." Temannya Roy malah terbawa emosi karena ucapan Joe. Padahal, Joe tidak ambil pusing mereka saja yang terlalu emosian.   "Ah udahlah kalau lo mati malah bagus." Roy langsung saja pergi dari sana. Joe baru saja berhenti dari Kegiatannya memasukkan bekal makanan. Ingin dia meninju wajah Roy tapi laki-laki itu sudah pergi dari sana.   "Joe lo hati-hati ya. Bukan gue enggak mau nemenin lo, tapi gue udah ngerasa trauma dengan Hal kayak gitu."   "Santai aja." Joe langsung membawa tasnya untuk menuju ke tempat mesin-mesin mereka.      Joe berjalan dengan membawa tas besarnya. Orang-orang yang melihat Joe lantas bertanya seperti biasa.   "Pagi-pagi udah rapi aja, Mas Joe. Mau berburu lagi ya? Kok tumben sendiri, Mas?"    "Enggak saya enggak mau berburu kok."   "Loh terus kenapa kok udah rapi bawa tas besar gini. Biasanya kan mau berburu kalau bawa tas besar." Joe hanya tersenyum mendengarnya.   "Enggak saya mau ikut Pak Harry menghancurkan monster itu, Pak, Buk."   "Mas Joe saya enggak salah denger? Bukannya kesepakatan Mas Joe sama temen-temennya Mas Joe udah enggak mau lagi."      "Iya, tapi ya emang kenapa kalau saya mau coba lagi. Kita enggak tahu kan kalau belum coba."   "Duh ya, Mas mending menurut saya enggak usah deh. Ngapain coba percaya sama keluarga mereka. Mereka kan pendatang baru nanti malah Masnya enggak tahu apa-apa dikorbanin sama mereka. Ambil aman aja, Mas." Orang-orang sana malah merasa kasihan dengan Joe kalau sampai Joe itu terbunuh seperti adiknya dulu malah kasihan.     "Enggak papa lagian saya ngelakuin ini juga biar nantinya kita bisa hidup bebas bahagia juga. Kalau kayak gini kan enggak enak. Saya juga yakin aja setiap kegagalan ada keberhasilan siapa tahu ini keberhasilan kita."    "Mas Joe yakin? Kalau saran saya mending tidak usah, Mas."   "Yakin kok kalian doain aja ya. Oiya kalian udah lihat keluarga Harry keluar?"    Mereka menggelengkan kepala terakhir mereka lihat adalah saat mereka masih di ruang biasa tempat tidur. "Belum sih tadi saya mau Jalan cari air mereka masih di sana beres-beres juga."   "Oh gitu yaudah saya tunggu di ruang mesin aja. Alat mereka masih di sana juga pasti mereka ngambil ke sana dulu."    "Iya, Mas tapi hati-hati ya saya cuma bisa doain aja semoga, Mas kembali dengan selamat tidak kurang satu apapun."   "Aamiin. Terimakasih, Mari...." Joe pamit duluan. Sampai di ruang mesin Joe melihat baru ada Pak Gorge di sana.   "Pagi Pak Gorge." Gorge yang tadinya ingin membuka pintu langsung berbalik arah.   "Joe ngapain kamu di sini? Kenapa bawa tas juga mau ke mana emangnya kamu?"    "Mau ikut Pak Harry aja, Pak. Lagian saya juga lagi enggak ada kerjaan."   "Aduh mending enggak usah deh, Mas. Mas di sini aja. Nanti, kamu malah kenapa-kenapa."   "Enggak kok saya udah diapain semua alat-alat yang emang perlu untuk dibawa."   "Aduh, lagian kok kamu bisa tahu kalau besok Pak Harry dan keluarganya mau pergi." Joe hanya terkekeh semua orang pasti tahu dengan lingkup yang sedikit tempat dengan banyaknya penghuni membuat mereka sebenarnya tidak nyaman. Joe sering kali mendengar keuhan itu tapi saat dia mencoba melakukan sesuatu ditolak.   "Enggak ada yang nyuruh kok saya inisiatif aja pengen ikut emangnya kenapa sih, Paman?" Tanya Joe lantas duduk dibangku sambil menunggu keluarga Harry datang. Gorge membuka pintu lagi untuk mengecek alat itu.   Beberapa saat kemudian keluarga Harry sudah datang. Terlihat wajah Lili yang tersungut mungkin karena Lili merasa dia tidak jadi ikut. Tapi, setelah dia melihat raut wajah Joe pandangannya langsung berubah seperti terkejut melihat Joe yang akhirnya ikut.     "Loh kamu siapa?" tanya Harry yang memang belum tahu siapa laki-laki ini. Sejak kedatangan Harry ke sini dia belum sempat mengenal semua orang yang di sini. Dia malah sibuk dengan alatnya untuk menghancurkan mosnter tersebut.   "Ini kan, pacarnya Kak Lili, Pa," saut Steven yang berada di gandengan Papanya.   "Iya ini kan pacarnya Ka Lili."   "Eh enggak kok dia cuma teman aku aja Tuan. Lagian saya belum mau kenal-kenal dengan orang baru."   "Ya kalaupun Iya juga enggak papa, Li. Cuma ingin aja batasan-batasan perempuan saat dekat dengan laki-laki. Jadi bener dia pacar kamu?" tanya Harry.   "Enggak kok, Om benar saya cuma temennya Lili aja. Enggak pacaran kan kita baru kenal juga," jawab Joe yang merasa semakin tersudutkan.Lili sendiri malah jadi salah tingkah sedangkan mereka semua hanya menggelengkan kepalanya saja. .....
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN