Lima

1478 Kata
WARNING!!: typo(s), ucapan kasar dan perbuatan yang tidak patut dicontoh bertebaran Happy reading Perjalanan 7 menit ditempuh Hanna dan Bagas pagi ini dengan motor Bagas yang melaju santai. Bagas hanya mengajak kakaknya untuk ke taman kompleks perumahan dekat rumah Hanna.1 "Kenapa ke sini?" tanya Hanna yang sedikit tertinggal di belakang Bagas. "Udaranya bagus," jawab Bagas seadanya. Kedua tangannya bersembunyi di balik saku celana, ia berusaha melindungi tangannya dari hawa dingin pagi ini. "Katanya kita akan lari pagi," ucap Hanna mengingatkan sembari merapatkan jaket hitam Bagas di tubuhnya. "Siapa bilang?" "Tadi... aku," ucap Hanna melirih. Sadar bahwa mereka memang tidak ada janji untuk lari pagi. Hanna hanya bilang, 'Lari pagi sepertinya menarik.' Dan Bagas membalas, 'Keluarlah.' Jadi siapa yang akan berlari pagi, Hann? "Benar juga, sih." Hanna bergumam sendiri. "Hh... terserahlah." Hanna berlari kecil mengimbangi langkah Bagas dan menarik tangan kiri Bagas agar keluar dari saku celananya. Bagas menoleh kaget, tapi detik berikutnya pria itu menahan senyumnya. Hanna bergelayut di lengannya. Bahkan kepalanya bertopang di bahu Bagas. "Duduk," perintah Bagas menunjuk bangku taman dengan dagunya. "Jalan-jalan saja," pinta Hanna. "Duduk, Anna," ucap Bagas tak terbantahkan. "Kapan sikap bossy-mu itu berkurang?" gerutu Hanna sembari duduk dengan serampangan karena kesal. Bagas pun ikut duduk di sebelahnya. Bagas bukan tipe orang yang suka memerintah. Ia tak suka ikut campur atau masuk ke dalam urusan orang lain. Tapi seorang Hanna Effendi adalah pengecualian. Ia tampak berbuat semaunya pada Hanna. Mengatur ini itu dan seperti merecoki hidupnya. Dengan senang hati pria ini memasukkan dirinya ke dalam segala urusan Hanna. Bagas juga tidak pernah terima mendapat penolakan dari Hanna. Tapi dalam beberapa kejadian, perintahnya memang tak dilaksanakan Hanna. Seperti saat Bagas menolak pernikahan Bisma dan Hanna. Bagas menarik kepala Hanna ke pahanya. "Tidurlah," ucapnya lembut. Hanna menatap Bagas bingung. "Berapa jam kau tidur tadi malam?" Bagas mengusap surai coklat keemasan milik Hanna dengan tangan kanannya. Dan tangan kirinya baru saja mengusap bawah mata Hanna yang berkantung.q Hanna menggigit bibir bawahnya. Dua jam.Yahh mungkin kurang dari dua jam.1 Tapi ia tak sanggup mengatakannya. "Kau tidur pagi?" tanya Bagas yang belum mendapat jawaban dari Hanna. Hanna mengangguk. "Lain kali tidak usah menunggunya pulang." Hanna hanya bergumam sebagai jawaban. Entah iya atau tidak. Tapi mata gadis itu segera tertutup. Bagas masih mengusap rambut Hanna agar kakaknya semakin nyaman. Bagas menatap intens wajah damai Hanna. "Jika ada wanita lain sepertimu di dunia ini, maka aku akan menjadikannya pendampingku tanpa berpikir dua kali. Sayang sekali kau adalah kakakku, Anna." Bagas membatin. "Kamu tidak berangkat kuliah?" tanya Hanna dengan mata tertutup. Sungguh, sentuhan tulus Bagas semakin menyeretnya pada kantuk. "Ada kelas jam delapan nanti. Jam tujuh aku akan membangunkanmu." Hanna mengangguk paham. * * * Setelah puas bergelung dengan kasur yang empuk, Bisma mulai mengais kesadarannya. Tepat pukul enam pagi, pria itu terbangun. Bisma duduk bersandar di headboard ranjang lalu mematikan AC di kamarnya. Bicara soal AC, Bisma menoleh ke bawah. Tempat seorang gadis yang sudah berstatus sebagai istrinya tidur semalam. Tidak ada. Padahal Bisma sudah bersiap dengan senang hati akan membangunkan gadis itu dengan segayung air. Bisma menguap lalu turun untuk siap-siap ke kantor. * * * Tak perlu waktu lama, Bisma kini sudah siap dengan setelan jas kerjanya. Ia pergi dengan mobil merah kesayangannya tanpa menyentuh sarapan buatan Hanna walau ia tahu Hanna menyiapkannya. Tak peduli bahwa ia belum melihat istrinya sejak bangun tadi, ia segera pergi dari rumah. Yah, karena itu tidak penting untuk Bisma. Jika wanita itu pergi, Bisma akan merasa sangat senang. Melirik jam tangan di tangan kirinya, Bisma memutuskan untuk pergi ke rumah sakit sebentar. Setidaknya untuk mengucapkan selamat pagi untuk kekasihnya. Mobil Bisma melaju sedikit lambat saat ia melewati taman kompleks di dekat rumahnya. "Bukankah itu motor Bagas?" gumam Bisma melihat sebuah motor sport hitam di area parkir taman. Lalu matanya menyapu seisi taman yang tidak terlalu luas itu seiring jalanan yang memutar. Mobilnya berhenti mendadak ketika melihat seorang pria dengan kepala seorang wanita di pangkuannya. Bisma tak berkedip sedikit pun. Tatapannya tajam menghujam pemandangan di hadapannya. Sepasang adik kakak yang terlihat seperti sepasang kekasih. Kalau saja orang yang melihat tidak mengenal mereka, pasti sudah berpikir bahwa mereka pasangan yang serasi. Terlihat dari cara Bagas yang mengusap rambut Hanna berkali-kali dengan tatapan yang hanya tertuju pada Hanna. Tatapan lembut dan melindungi. Dan juga Hanna terlihat sangat nyaman dalam tidurnya di pangkuan Bagas. Tangan Bisma mengepal keras. Matanya memerah karena marah. Ia melajukan mobilnya dengan emosi. * * * "Kau hampir telat," ucap Ricky, teman sekelas Bagas saat Bagas baru saja memasuki kelas yang telah diisi banyak orang. Bagas mengangguk dengan napasnya yang sedikit tersengal lalu duduk di sebelah Ricky. Beruntung dosen pertama mereka belum datang. Seseorang yang duduk di depannya menyodorkan sebotol air mineral pada Bagas. "Ekhm," dehem Ricky bermaksud menggoda. Bagas menendang kursi Ricky di sebelahnya dan menerima air mineral itu. "Thanks, Rahma." Rahma hanya mengangguk dengan seulas senyum tipis dan kembali menghadap ke depan. Gadis itu tampak senyum-senyum sendiri saat Ricky terdengar kembali menggoda Bagas.q "Dia perhatian sekali padamu," komentar Ricky mengedipkan sebelah matanya. Bagas memutar matanya malas. "Lalu apa urusanmu?" ketusnya. "Kau ini memang tidak peka, ya." "Memang," jawab Bagas dengan kedua bahu sedikit terangkat cuek. "Sepertinya dia menyukaimu," bisik Ricky. "Biar," jawab Bagas membuat Ricky mendengus. "Apa dosen kita tidak akan datang? Ini sudah lewat sepuluh menit," ucap Bagas yang baru saja melihat jam tangannya. "Mungkin," ucap Ricky balas cuek. Bagas menatap Ricky dengan tatapan membunuhnya. "Apa!" tantang Ricky yang sebenarnya ngeri juga mendapat tatapan seperti itu dari Bagas. "Sialan, tahu begini aku akan lebih lama lagi membiarkan Anna tidur," ujarnya kesal dan sangat pelan. Hampir jam setengah delapan tadi Bagas belum membangunkan Hanna karena melihat Hanna sangat pulas dalam tidurnya. Padahal setengah jam lagi kelas pertama Bagas dimulai. Hingga Hanna sendiri terbangun pukul 07.45. 'Kukira kau mati karena terlalu nyaman tidur di pangkuanku.' 'Kenapa tidak membangunkanku?' 'Kau sudah bangun sendiri.' 'Jam berapa sekarang?' 'Kuantar pulang.' 'Dasar!' Tak sadar, Bagas terkekeh sendiri mengingat percakapannya dengan Hanna sebelum mengantar gadis itu pulang tadi. Hanna-nya masih sangat menggemaskan saat digoda. "Kau mulai gila, huh?" tanya Ricky dengan mata memicing. "Semakin gila karena Anna kembali." Bagas tersenyum tipis. "Anna?" ulang Ricky. "Hanna," ralat Bagas. Ricky mengangguk mengerti. Ia tahu Hanna adalah kakak Bagas dari beberapa chat yang pernah Ricky baca di ponsel Bagas. Tentu saja Bagas takkan rela menceritakan apa pun tentang kehidupan pribadinya. Tapi saat itu ponselnya berada di tangan yang salah hingga Ricky hampir seharian bertanya siapa Hanna. Dan Bagas menjawab, 'Kakakku.' Ricky semakin gencar mencuri ponsel Bagas diam-diam dan sedikit banyak ia tahu beberapa tentang Hanna karena Ricky memaksa Bagas memberi tahu maksud chat mereka. * * * Hanna memasuki rumahnya setelah Bagas pergi. Ia melangkah dengan senyum yang terus tersungging di bibirnya. "Oh, nyonya besar sudah pulang." Nada bicara yang tajam itu membuat Hanna spontan menghentikan langkahnya. Ia menoleh ke sumber suara dengan perasaan waspada. Detik berikutnya gadis itu menundukkan kepalanya. Hal yang paling tidak disukai Bagas. Oh, sial! Hanna memperkirakan Bisma sudah berangkat ke kantor jam segini. Ia pun tak melihat mobil Bisma di depan tadi. Ya, karena Bisma kembali memasukkan mobilnya ke garasi. "Kau benar-benar membuatku muak," ucap Bisma datar. Tubuhnya bersandar di lemari kaca tempat beberapa miniatur super hero koleksi Bisma dengan kedua tangan yang terselip di saku celananya. "Pergi pagi-pagi bersama pria lain sedangkan kau berstatus sebagai seorang istri." Hanna masih menunduk. ini pertama kalinya Bisma membahas status mereka tinggal bersama. "Sudah kubilang, jangan bertindak murahan secara terang-terangan!" Nada bicara Bisma naik satu tingkat.Ia benar-benar kesal saat melihat Hanna yanga hanya diam. Kenapa Hanna tak memberi pembelaan? Aku pergi bersama adikku, misalnya. Apa Bisma akan melepasnya kali ini jika Hanna menawab begitu?Tentu saja tidak. Karena kesenangan Bisma adalah saat melihat Hanna menderita. "Hei, Hanna Effendi! Apa kau bisu, huh!?" bentak Bisma kasar. "Tidak" jawab Hanna pelan, masih setia menunduk. Bisma semakin geram melihatnya. "Kau boleh menjual tubuhmu sesukamu. Kau juga boleh tidur dengan siapa pun yang kau mau. Tapi apa-apaan tadi, pergi bersama adikmu tapi kalian bersikap seperti sepasang kekasih. Memuakkan!" Hanna sedikit terkejut karena Bisma melihatnya bersama Bagas. Soal ucapan Bisma menjual tubuh atau tidur bersama pria lain, Hanna sama sekali tak peduli. Dari awal Bisma memang menganggapnya gadis seperti itu. Hanna takkan sakit hati lagi mendengarnya. "Kau bisa melakukan hal itu di hotel atau di rumahmu. Bukan DI TEMPAT UMUM!!" Bisma meledak akhirnya. Meluapkan emosinya yang tertahan sejak menunggu Hanna pulang. "Ini semua tidak berguna! Kurasa aku bisa menceraikanmu sekarang!" Dan Bisma terkejut melihat kepala Hanna mengangguk pelan. Setuju. "Baiklah, aku akan bicara pada orang tuaku agar secepatnya bercerai denganmu." Hanna kembali mengangguk. Apa-apaan ini?? Bisma ingin Hanna terkejut atas ucapannya, bukan langsung menyetujuinya seperti ini! Bisma mengembuskan napasnya kasar dan segera pergi dari rumah. Hanna mendongak setelah mendengar bantingan pintu utama. Bibirnya tertarik ke atas membentuk sebuah senyum bahagia. Hatinya bersorak riang kala mendengar Bisma akan menceraikannya. "Terima kasih telah mengakhiri pendritaanku ini, Ya Tuhan." jangan lupa tinggalkan jejak ya man teman
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN