"Dek, turun. Udah ditunggu Bapak Ibu di meja makan." teriak Lisa setelah menggedor pintu kamar Adiknya.
"Iya Kak, bentar." jawab Syifa dengan teriakan juga. Setelah memastikan dirinya sudah rapih, Syifa mengambil totebagnya beserta keperluan yang dia bawa ke kampusnya. Baru saja dirinya mencabut ponselnya yang sedang dicas, langsung berdering tanda panggilan masuk.
Pak Dwiki is calling you ?
"Halo, assalamu'alikum."
"Wa'alaikumsalam. Selamat pagi Syif,"
"Pagi Pak, ada apa ya Pak?"
Syifa bingung, kenapa dirinya ditelfon sepagi ini. Dia memang tipikal orang yang tidak suka bertele tele, maka jangan harap jika dirinya menunggu Dwiki mengatakan apa maksudnya, melainkan dirinya lah yang bertanya terlebih dahulu.
"Ehm, begini Syif, nanti siang saya ada rapat mendadak yang mewajibkan saya buat hadir. Jadi nanti ditunda yaa ke rumah Eyangnya Kila? Gak papakan?"
Diam diam Syifa merasa lega, bukan apa apa. Dia belum sanggup jika bertemu dengan Eyangnya Kila. Takut dikira dia memiliki hubungan dengan putranya.
"Oh, yaudah Pak. Iya gak papa kok."
"Syukurlah. Oh iya, berhubung Kila ngotot banget mau ketemu kamu, nanti dia mau jemput kamu di kampus gak papa? Biar nanti dia main di rumah kamu dulu atau di mana terserah kamu. Asalkan Kila sama kamu ya."
"Iya Pak, saya juga nanti pulang nya sekitar jam 3. Jadi mungkin nanti Kila main ke rumah saya dulu aja."
"Oke, Syif. Makasih banyak yaa, maaf saya selalu ngerepotin kamu."
"Iya Pak gak papa."
"Ya sudah, saya tutup ya. Wassalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam Pak."
Setelah panggilan terputus, Syifa bergegas keluar dari kamarnya sebelum Lisa mendobrak pintu kamarnya. Benar saja, dirinya sudah di tunggu keluarganya untuk sarapan bersama.
"Kebiasaan kamu mah Dek, di suruh makan aja lama dari kamar." protes Lisa seraya menyuapkan sesendok nasi kepada anaknya. Yang di protes hanya bisa mencibir saja, tanpa mau melayangkan protesan balik. Pasti nanti ujung ujungnya, dia yang akan kena ceramahan Ibunya.
Syifa langsung menyuapkan roti ke dalam mulutnya. Berbeda dengan keluarganya yang lain, jika sarapan maka Syifa hanya memakan roti. Tapi keluarganya memakan makanan pokok Indonesia, nasi.
"Nih Ibu buatin bekel ya. Nanti dimakan." ujar Bu Indah seraya menyerahkan kotak bekal anaknya.
"Eh iya, makasih Bu. Yaudah Syifa mau berangkat dulu ya, takut telat lagi."
Syifa langsung menyalimi semua yang ada di sana, "Nanti langsung pulang, jangan ngayap." tegur Pak Arif, Bapak Syifa. Sangat hafal dengan kelakuan putrinya, yang suka berkelana sebelum pulang ke rumah.
Syifa yang ditegur seperti itu, hanya bisa tersenyum seperti orang yang tidak memiliki dosa. Dia bingung, jika nanti dia naik motor lalu nanti motornya di bawa oleh siapa? Sedangkan dirinyakan nanti mau di jemput Pak Wadiman. Akhirnya dia memutuskan untuk memesan ojol saja.
Tidak membutuhkan waktu yang lama, ojol yang dipesannya sudah sampai. Sesampainya dia di parkiran, ternyata para sahabatnya sudah menunggunya di kantin. Sudah komplit, biasanya ada salah satu di antara mereka yang datang paling telat. Siapa lagi jika bukan, Afra Maulina.
"Hay gaes." sapa Syifa seraya mendudukan dirinya di sebalah Kiki.
"Wa'alaikumsalam." sindir Kiki.
"Hehe, assalamu'alaikum teman teman sekalian." Syifa mengulangi sapaannya. Sudah biasa jika mereka tidak mengucapkan salam, pasti Kiki lah yang mengingatkan.
"Wa'alaikumsalam. Kan gitu enak di denger Syif." ujar Kiki.
"Tumben lebih telat Syif dari gue?" sebenarnya ini tidak bisa di katakan bertanya. Melainkan seperti sindiran halus bagi Syifa.
"Yang ada gue mau nanya ama lu, tumben jam segini udah di kampus." sindir Syifa balik kepada Afra.
"Kan matkul pertama Mamasnya dia." timpal Putri tidak mau kalah menyindir Afra. Yang di sindir diam saja. Tanpa menimpali apapun, toh itu memang kenyataannya.
Syifa hanya bisa menggelengkan kepalanya saja melihat sikap absurd sahabatnya yang satu itu. Walaupun sudah sering ditolak tapi tetap maju terus, bagi sahabatnya yang satu itu pantang mundur jika belum mendapatkan apa yang dia mau.
"Eh ayo ke kelas. 10 menit lagi doi masuk." ujar Afra seraya bangkit dari bangku di kantin. Ketika mereka mengantri lift yang akan mengantarkan mereka ke lantai lima, ada seorang dosen yang memanggil Syifa.
"Syifa," panggil seseorang dengan suara bassnya. Serempak mereka berempat menolehkan kepala. Ada salah satu di antara mereka yang sudah membelalakan matanya.
Bayangkan saja, jika orang yang kalian idolakan malah memanggil sahabat kalian sendiri. Syifa merasa tidak enak dengan Afra. Sahabatnya itu sudah pergi menaiki tangga, tidak perduli jika lantai 5 itu lumayan lelah jika menaiki tangga. Dia menahan Putri untuk menemaninya. Dan Kiki menyusul Afra yang sudah sampai di lantai 3 kemungkinan.
"Ada apa ya Pak?" tanya Syifa. Dia merasa aneh, tidak seperti biasanya seorang Yuda Praditpa dosen tersohor di fakultasnya. Bukan, bukan hanya sefakultas, bahkan seuniversitas. Siapa sih yang tidak mengenal Yuda Pradipta? Mustahil sekali.
"Temen kamu kenapa?" Syifa menolehkan kepala kearah Putri. Tidak paham dengan apa yang ditanyakan sang dosen.
"Siapa ya Pak?" tanya Putri.
"Itu yang tadi pergi."
"Oh, ngga tau Pak. Lagi buru buru mungkin ke toilet." dusta Syifa.
Tidak mungkin dia jujur, mengatakan yang sebenarnya jika sahabatnya itu pergi duluan gara gara dosen idolanya memanggil nama sahabatnya.
"Oh gitu. Yaudah saya duluan ya." baik Syifa maupun Putri, keduanya melongo di tempat. Sebenarnya maksud sang dosen apa sih? Hanya memanggil saja? Dan membuat sahabatnya sendiri marah kepada dirinya.
Syifa memberanikan diri berbicara, "Pak, maaf nih ya. Kalo saya ngga salah nangkep, Bapak tuh sengaja mau buat Afra marah gitu kan? Coba deh Pak. Jujur sama apa yang Bapak rasain." setelah mengutarakannya, Syifa langsung menyeret Putri untuk menaiki lift yang diujung sana.
Sepanjang perjalanan Syifa tidak henti mendumel akibat ulah dosen yang sok kegantengan itu baginya. Apa susahnya sih mengatakan jika menyukai sahabatnya? Toh tidak akan kena tindak pidana.
"Ih kesel sumpah ya. Pagi pagi tuh dosen nyari masalah aja. Udah tau si Afra kalo marah tuh ampe berhari hari." dumel Syifa yang hanya bisa di tanggapi dengan kalimat 'SABAR' oleh Putri.
"Nanti lu balik mau langsung pulang Syif?" tanya Putri setelah mereka menaiki lift. Hanya mereka saja, tidak ada yang lain.
"Ngga. Ada urusan bentar." Syifa belum berani jujur tentang kedekatannya dengan duda anak satu itu.
Dia belum siap jika mereka tahu. Ya walaupun kedekatannya hanya sebatas dengan anaknya bukan dengan Bapaknya. Tetap saja, mentalnya belum siap jika akan di bully. Setahu dirinya, jika seorang yang belum pernah menikah dekat dengan duda beranak satu maka siap siap akan menjadi bahan bullyan atau gunjingan.
Ting,
Akhirnya lift yang mereka berdua naiki tiba di lantai 5. Untunya lift ini tidak berhenri di setiap lantai. Baru saja dia masuk ke dalam kelasnya, Syifa melihat Afra duduk di bagian belakang. Biasanya jika mata kuliah dosennya yang satu ini, Afra akan sangat semangat untuk duduk tepat di hadapan dosen. Sepertinya gara gara kejadian tadi pagi.
Syifa membiarkan saja. Jika sahabatnya yang itu marah, akan dia diami sebentar. Baru nanti, akan dia dekati jika sudah tidak panas hatinya. Jam sudah menunjukkan jika dosen sudah waktunya masuk. Tapi sudah lima belas menit berlalu, dosen pengampunya belum juga muncul.
Syifa masih asik dengan bacaan wattpadnya. Sampai tiba tiba ada sebuah notifikasi yang membuat suasana hatinya langsung membaik.
Bayu k*****t ☠️
Syifff...
Syifa sengaja menunda membalasnya. Walaupun tanganya sudah gatal ingin membalas. Setelah lima menit kemudian, baru dia membalasnya.
Me
Nape??
Bayu k*****t ☠️
Lu ada matkul ora? Plisss beliin gue obat ama sarapan. Gue lagi menggigil Di kosan ??
Tanpa membuang waktunya lagi, Syifa segera menggendong tote baghnya. Sahabatnya yang satu itu jika sudah sakit, maka sifat manjanya akan muncul. Padahal dia dan Syifa tidak ada hubungan apapun selain bersahabat. Hanya Syifa mungkin yang memiliki perasaan lebih, tidak dengan Bayu.
"Gaes, gue izin ya. Plis urgent banget ini." izin Syifa kepada Putri dan Kiki yang duduk di sekitarnya.
"Kenapa Syif?" tanya Kiki.
"Si k*****t sakit. Biasa lah, gue jadi pembantu dadakan." mereka tahu siapa yang Syifa sebut dengan panggilan itu.
"Alah pembantu juga hati lu seneng. Ngaku lu." ledek Putri yang memang tahu kenyataannya. Yang di ledek hanya bisa tersenyum sampai matanya tidak terlihat alias menyipitkan matanya.
"Udah ya, bye." Syifa segera berlalu keluar dari kelas. Berhubung kosan Bayu dekat dengan kampusnya, jadi Syifa memutuskan untuk berjalan kaki saja. Toh nanti juga akan mampir ke tukang bubur dan warung.
Di tangannya sekarang sudah menggenggam plastik yang berisikan satu bungkus bubur ayam. Jangan lupakan ada obat yang memang Syifa sudah hafal apa yang di minum sahabatnya yang satu itu.
"Syif," sapa salah satu penghuni kos yang memang sudah akrab dengan Syifa.
"Eh Bang, baru mau berangkat Bang?" tanya Syifa sekedar berbasa basi. Tidak enak jika Syifa tidak membalas sapaan salah satu teman kos Bayu.
"Iya ini. Tuh si Bayu lagi ngeringkuk aja di bawah selimut." ujar Bang Doni, begitulah namanya.
"Oh iya Bang. Yaudah Syifa ke atas dulu ya Bang. Ati ati di jalan Bang." Syifa melangkahkan kakinya ke lantai atas. Tidak heran, jika di sini isinya lelaki semua. Ya di sini memang kos yang di peruntukan untuk laki laki saja.
Bahkan saking seringnya Syifa berkunjung ke sini, pemilik kos tersebut juga sudah mengenal Syifa. Sering menganggap Syifa dan Bayu memiliki hubungan.
Setibanya dia di depan pintu kamar Bayu, dia langsung masuk saja. Tanpa mengetuk pintunya. Toh Bayu pasti juga sudah mempersilakannya masuk.
"Eh si k*****t bisa sakit juga." ujar Syifa seraya membuka selimut yang membungkus tubuh Bayu dari atas kepala sampai kakinya.
Dia memegang dahi Bayu. Lumayan panas. Dengan inisiatifnya, Syifa mengambil air semangkok dan mencari sapu tangan yang ada di lemari sahabatnya itu untuk mengkompres. Dengan telaten, Syifa memeras sapu tangan yang sudah di rendam air hangat kuku yang dia minta dari kamar sebelah.
"Bay, Bayu." panggil Syifa setelah meletakkan sapu tangan tadi di dahi Bayu.
Bayu menjawab hanya dengan gumaman saja. Rasanya sulit untuk membuka mulutnya. Dalam badannya terasa amat dingin. Tapi seluruh tubuhnya bagian luar terasa panas.
Syifa membuka bubur yang tadi di belinya. Bagaimanapun Bayu harus masuk makanan di lambungnya. Barang sesuap dua suap tidak apa apa, lalu minum obatnya.
"Bay, buka mulut lu." pinta Syifa yang hanya di tanggapi dengan gelengan oleh Bayu.
"Ck," tidak ada cara lagi, Syifa membuka paksa mulut Bayu. Dan memasukan sesuap bubur. Mau tidak mau akhirnya sang empu mengunyah.
Jika Bayu memuntahkan, yang ada Syifa akan mengomelinya panjang kali lebar. Bayu mencari keselamatan untuk gendang telinganya. Mungkin memang tidak sekarang ketika dia sakit Syifa akan mengomelinya, tapi nanti ketika dirinya sudah pulih dari sakitnya.
"Udah Syif." gumam Bayu dengan nada lemasnya seraya menahan suapan dari Syifa.
"Baru dua suap. Sekali lagi ya, abis itu minum obat dah." akhirnya Bayu mau tidak mau membuka mulutnya.
Syifa menyerahkan obat yang sudah dia buka dari kemasannya, "Nih." dia menyerahkan satu butir obat beserta dengan minumnya.
Bayu merebahkan dirinya kembali setelah meminum obatnya.
"Lu abis ngapain sih kok bisa meriang?" tanya Syifa. Bayu meringis, menahan kepalanya yang terasa pusing. Tidak tega, Syifa memijat perlahan kepala Bayu.
"Bay?" Syifa tidak menyerah bertanya sebelum mendapat jawaban dari Bayu. Tanpa menjawabnya, Bayu menunjukan dengan gerakan kepalanya ke arah seragam futsal yang ada di pojok kamarnya.
Syifa ingat, kemarin sore kan jadwalnya si k*****t futsal. Dan kemarin sore memang turun hujan lebat.
"Si k*****t ya. Kebiasaan, udah tau lu tuh ngga bisa tahan dingin. Masih aja dilakuin." omel Syifa seraya menekan kepala Bayu karena perasaan kesalnya.
Bayu meringis pelan mendapatkan perlakuan dari sahabatnya. Begini lah nasib anak rantau. Jauh dari keluarga dan sanak saudara. Hanya Syifalah orang terdekatnya yang bisa dia hubungi. Ada dia sahabat laki laki. Tapi dia tidak yakin jika sahabatnya yang lain bisa mengurusi dirinya setelaten Syifa.
Setelah merasa kepalanya sudah reda rasa pusingnya, dia menghentikan tangan Syifa yang masih memijat kepalanya, "Makasih." gumam Bayu yang masih bisa di dengar oleh Syifa.
"Hm, udah tidur. Gue tungguin ampe lu bangun." ujat Syifa seraya menarik selimut yang digunakan Bayu.
Bayu tersenyum yang dibalas senyuman juga oleh Syifa. Tapi siapa yang tahu, jika senyuman seorang Bayu sangat berefek bagi Syifa. Hanya dirinyalah yang tahu dan yang di atas, sang pemilik hati.
Dan mengurangi keboringannya, Syifa membuka laptop milik bayu. Di sana ada file yang sengaja Syifa simpan drama drama koreanya. Sang empu pun tidak mempermasalahkan hal tersebut. Padahal drama koreanya Syifa sangat banyak. Dan tentu saja berepisode episode. Bayu tidak pernah menghapus, sebelum Syifa sendirilah yang menghapus jika sudah di tonton. Aneh memang persahabatan mereka.