BAB 4

1178 Kata
Setelah memberi makan dan menidurkan Ashura, Cancri bergegas pergi. Ia menuju daerah perbatasan antara Roulette dan Golden Snake. Pria itu memaki Marcus di perjalanan, seharusnya ia bertanya kepada sang tangan kanan dibagian mana Prince berada. “Marcus, gajimu benar-benar tidak akan ku bayar selama dua tahun!” omel Cancri. Kakinya tetap melangkah, ia memasuki hutan sebelah timur dan berlari lebih jauh. Tiba-tiba saja ia berhenti, menatap cincin yang ada di tangannya dan tersenyum. Benar, ia baru ingat jika dirinya memberikan cincin kepada Hazel. Cancri segera merogoh sesuatu di saku celananya, itu adalah alat pelacak yang selalu ia bawa. Cincin yang Hazel gunakan sangat berbeda dengan milik Felica, tetapi memiliki kegunaan yang sama. Cancri menatap benda berbentuk chip yang ada ditangannya, ia segera memerintahkan benda itu untuk melacak keberadaan Hazel. “Ouh, b******n tengik itu benar-benar merepotkan.” Cancri segera berlari, ia tak peduli jika kaki telanjangnya terluka karena bebatuan atau tunggul kecil yang terinjak olehnya. Ia harus bisa menemukan Hazel, mencari tahu apa yang anak tirinya inginkan. ‘Kalian benar-benar harus segera kembali. Aku sudah menemukan titik terang, dan kalian harus menemuinya bersamaku!’ Kaki Cancri melangkah semakin cepat, ia tak peduli pada rubah dan serigala peliharaannya yang terlihat senang melihat kehadirannya. Rambut pria itu yang semula sudah diikat rapi terbongkar karena tubuhnya yang mengentak dan melaju. Satu jam berlalu cepat, Cancri memelankan langkah kakinya. Ia menatap Prince yang kini terlihat tidak begitu baik, anak tirinya terlihat menahan emosi. "Prince ... apa yang kau lakukan di sini?" suara Salamander begitu jelas terdengar, sedangkan Cancri memilih menatap anak tirinya itu. "Salamander ... akhirnya kau datang. Dan kau ... Cancri," sahut Prince sambil menoleh ke arahnya. Cancri hanya menatap datar, akhirnya yang ia nantikan bisa digapai dengan mudah. Sekarang permainannya semakin akan menarik, ia merasa jika hidupnya yang datar akan penuh tantangan sekarang. "Kalian berdua ... apa kalian mencari ini?" Prince memperlihatkan jari tengah Hazel yang tersematkan cincin pemberiannya, dan Cancri kembali tertawa di dalam hati. "Prince!" ujar Cancri, ia melirik Salamander saat suara mereka terdengar bersamaan. Pria itu melirik cincin yang ada di jemari tangan Hazel yang terpotong, merasa senang saat Prince menyakiti wanita itu. Ia suka ini, semuanya semakin menyenangkan saat Salamander juga terlibat dalam hal ini. "Apa yang kau lakukan pada istriku, Prince?" tanya Salamander dengan suara menggebu. Cancri tertawa lantang di dalam hatinya, Salamander kini dikuasai oleh emosi yang memuncak, pria itu terlihat begitu marah dan itu membuat Cancri semakin bersemangat. Mungkin menciptakan drama picisan untuk sekarang adalah hal yang sangat baik, ia bisa menjadikan kejadian ini sebagai ide untuk memproduksi film dan menggunakan semua bawahannya sebagai bintang. Cancri merasa uang akan masuk dengan sangat cepat sekarang, ia memikirkan bisnis yang bisa menghasilkan uang semakin banyak. Cancri memulai permainannya, ia menatap marah kearah Prince. Berhasil, kini Prince menatap kearahnya. Cancri merasa ada yang kurang sekarang. “Prince ... apa kau memakan Hazel?" "Apa urusan kalian jika aku memakan Istriku sendiri?" tanya Prince. Cancri melebarkan pupil matanya, ia tahu Prince hanya membual masalah itu. Dari laporan yang Marcus berikan kepadanya, Prince begitu khawatir. Ia cukup tahu bagaimana anak tirinya itu, dan ia cukup mengerti bagaimana manusia ular seperti mereka saat merasakan cinta. Mungkin menyiksa Hazel bisa Prince lakukan, tetapi tidak dengan membunuh wanita itu. Tidak semudah itu, itulah yang Cancri pikirkan dan ia yakini. "Kalian yang telah menculik Hazel, memperkosa dan menikahinya tanpa tahu ia adalah Istriku. Karena ulah kalian aku harus memakan Istriku sendiri!" Cancri ingin sekali tertawa, ia ingin mengatakan jika dirinya memang sangat sengaja melalukan itu. Bisa saja ia langsung membunuh Hazel saat wanita itu memasuki wilayahnya dan mandi tanpa izin di sungai miliknya. Tetapi saat ia mencium aroma tubuh Salamander dan Prince, Cancri yakin ada banyak hal menarik jika mengikat wanita itu. "Apa kau bilang?" Salamander menatap tidak percaya ke arah Prince. Cancri mengubah raut wajahnya, ia memasang tampang yang bisa dinilai orang-orang sebagai bentuk kekesalan. Tanah mulai bergetar, Cancri menatap ke arah kakinya, dan tepat saat itu juga ribuan ular keluar dan mulai menyerang. Cancri tahu ia tak bisa mengendalikan ular itu, tetapi ia berpura-pura mencoba agar Prince merasa dirinya menang. Sejak kecil, Cancri memang tak bisa mengendalikan ular-ular yang tak lain saudara-saudaranya itu. Ia tak merasa heran, karena memang pria sialan bernama Raphael tak pernah mengakuinya sebagai anak didepan semua saudara ularnya. Mendengar suara tawa Prince membuat Cancri senang, saudara tiri sekaligus anak tirinya itu juga termakan permainan darinya. Ia terus berpura-pura dan menyeringai saat salah satu ular mencoba melukainya. ‘Apa yang kau lukai, Barbara? Kau tahu aku tak akan mati dengan racun tak bergunamu itu,’ ujar Cancri, ia menatap seekor ular betina yang juga menatapnya. Pria itu meraih ular itu dan menarik tubuh ular berjenis cobra itu dengan arah berlawanan. Ia menatap datar saat tubuh ular itu terputus, rasa senang begitu saja menyerang Cancri. Akhirnya ia bisa membunuh, dan itu sangat menyenangkan. "Wahai saudara-saudaraku ... bunuh mereka berdua!" Ucapan Prince membuat Cancri semakin senang, seharusnya sejak dulu ia membuat drama ini. Ia bisa membunuh saudara-saudaranya yang tidak berguna itu, menuntaskan rasa bosan karena harus terus menahan diri. ‘Cancri, kau b******n!’ ‘Seharusnya Daddy membunuhmu sejak lama!’ ‘Pria sialan, kau mengganggu kebahagiaan saudaraku!’ Cancri menatap datar kepada ular-ular yang terus memakinya. Suara desisan mereka begitu saja terdengar dan membuat Cancri ingin tertawa. Makian mereka benar-benar menggelitik hatinya, dan Cancri kembali berpura-pura marah. ‘Pantas saja Mommy Felica memilih mati, ia jelas tak ingin terjebak bersama pria gila dan tidak terdidik sepertimu!’ makian itu terdengar dari salah satu ular. ‘Kau membuat Daddy menderita!’ maki yang lain. Cancri meraih tubuh ular-ular itu, ia memutuskan tubuh panjang mereka dan tak peduli saat tubuh saudara-saudaranya berukur besar. Ia tak suka saat nama Felica terseret, ia tak ingin ular-ular itu mentertawakan dirinya karena kehilangan seorang istri. ‘Seharusnya Ashura mati! Dia tak pantas menjadi anak Mommy Felica!’ Cancri menatap tajam ular-ular itu, tatapan matanya begitu dingin. Sekarang ia benar-benar marah, tidak ada yang boleh mengusik putrinya dan menggunakan nama anak kesayangan itu apalagi mengutuk anaknya. Pria itu mengibaskan lengan panjang hanfu putih yang ia gunakan, jarum-jarum beracun melesat dan membunuh saudara-saudaranya. ‘Cancri! Kau b******n tengik, kau membunuh semua saudaramu!’ Cancri tak peduli, jika mereka tidak membawa nama Felica dan Ashura maka ia akan tetap bermain. Pria itu menatap dingin seekor ular besar berwarna hitam, ia melangkah pelan dan mencekik ular itu. Tangan Cancri membuka mulut ujar dan merobek mulut ular tak berguna tersebut. ‘Jaga ucapanmu, kau menggali kuburanmu sendiri,’ ujar Cancri di dalam hatinya. Pria itu menatap saudara-saudara ularnya yang terlihat agak menjauh darinya. “Siapa lagi yang ingin mati?”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN