29. Semakin dekat

1032 Kata
Bruk! "Aw!" Selina mengaduh kesakitan saat lututnya membentur ubin koridor yang keras. Saat dia akan berdiri, sebuah tangan terlebih dahulu menyambutnya. Spontan Selina mendongak. Dilihatnya seorang cowok tinggi dengan kaca mata hitam menghiasi wajahnya. Dengan ragu Selina meraih tangan itu. "Nggak pa-pa?" tanya cowok itu dengan nada datar. Selina menggeleng. "Nggak pa-pa, kok." Setelah mendengar itu. Cowok dengan wajah datar itu langsung berjalan pergi. Selina terpaku di tempatnya. Kepalanya lantas dengan spontan tertoleh saat cowok itu melewati dirinya begitu saja. Cowok itu berjalan dengan begitu santainya seolah Selina tidak ada di sana. "Dingin." Satu kata yang berhasil keluar dari mulut Selina. **** Setelah seminggu memulihkan diri, kini wajah Mahesa kembali terlihat di sekolah. Cowok itu sudah terlihat agak segar. Dia berjalan dengan angkuhnya menyusuri koridor yang lumayan ramai di jam istirahat itu. Tujuannya adalah kelas Selina. Namun, di tengah jalan Mahesa berpapasan dengan seseorang. Cowok yang sama seperti yang menabrak Selina. Kening Mahesa mengerut karena cowok itu juga melengos begitu saja saat berpapasan dengan dirinya. Wajahnya begitu asing bagi Mahesa. Tidak mau ambil pusing, Mahesa pun kembali melanjutkan langkahnya. Sesampainya di kelas Selina, Mahesa langsung nyelonong masuk. Pemilik kelas itu pun tidak berani protes karena tau siapa Mahesa. Selina yang tengah ngobrol dengan Anggi dan Gisel langsung mengangkat kepalanya, sedikit terkejut dengan kedatangan Mahesa. "Sa?" panggil Selina. Anggi dan Gisel saling tatap. Seperti sedang ngobrol menggunakan bahasa batin, setelah itu keduanya memilih untuk beranjak dan pergi meninggalkan Selina bersama Mahesa. "Emm, Lin gue sama Gisel ke toilet sebentar ya?" alibi Anggi. "Iya bentar ya, Lin?" balas Gisel. Baru saja Selina membuka mulutnya. Kedua temannya itu buru-buru pergi. Terdengar helaan napas kasar dari Selina. Dia lalu menatap Mahesa dengan malas hingga kemudian Mahesa mengambil duduk di sebelahnya, tempat yang sebelumnya diduduki Anggi. Seisi kelas memfokuskan pandangannya kepada Mahesa dan Selina. Namun, dua sejoli itu tidak terganggu sedikit pun. Merasa risih saja tidak sama sekali. "Katanya tadi nggak sekolah?" Selina bertanya membuka pembicaraan. Bukan tanpa alasan, kemarin malam Selina sempat chating dengan Mahesa tapi Mahesa bilang jika badannya masih sakit semua. "Kangen lo," jawab Mahesa jujur yang langsung berhasil membuat Selina terdiam. Perlahan pipinya memanas membuat Selina memalingkan muka sambil berdecak kesal. Melihat itu Mahesa tertawa pelan. Sungguh, tertawa dengan siapa yang baper siapa. Para cewek di kelas jadi untung bisa melihat tawa seorang Mahesa yang sudah seperti bunga desember mekar. "Kantin yuk," ajak Mahesa. "Enggak laper," balas Selina. "Kenapa sih? Kok cemberut gitu gue datang?" "Enggak pa-pa." Bibir Mahesa tertekuk ke bawah. Dengan iseng cowok itu semakin mendekatkan duduknya kepada Selina. "Enggak kenapanya cewek pasti ada apa-apanya. Gue ada salah ya?" Selina menghembuskan napasnya kasar. Dia lalu menatap Mahesa. Selina terkejut saat menoleh wajah Mahesa langsung ada di depannya. Untuk masih ada jarak. Coba kalau tidak? Mungkin kedua wajah itu bisa bertemu. "Ish! Jaga jarak!" sentak Selina. Mahesa pun mundur. "Kenapa sih harus ke sini? Malu tau!" "Oalah ... malu? Kenapa malu? Harusnya senenglah. Cewek-cewek di kelas gue aja girang kalau diapelin cowoknya." Selina memutar kedua bola matanya malas. "Ya itu mereka bukan gue! Emang sejak kapan lo jadi cowok gue?" Mahesa tersenyum tipis. "Pertanyaan menjebak. Mentang-mentang anak bahasa. Udahlah lupakan, ayo kantin, Lin. Warga cacing dalam perut gue udah demo menuntut jatah makanan." "MAHESA!" pekik Selina ketika Mahesa menarik begitu saja pergelangan tangannya. Keduanya menuju kantin dengan Mahesa yang menyeret-nyeret Selina. Keduanya jadi tontonan saat di koridor. Semua semakin yakin dia ada hubungan antara Mahesa dan Selina. "Lepas ish!" Sampai di kantin, barulah Mahesa melepaskan tangan Selina. Gadis itu melotot garang kepada Mahesa. Sementara Mahesa malah nyengir. "Cape," kata Mahesa dengan ngos-ngosan. Selina langsung berkacak pinggang. "Lagian siapa suruh tarik-tarik? Udah ah, buruan beliin gue minum. Tanggung jawab udah buat gue haus." Mendengar permintaan Selina membuat senyum Mahesa mengembang lebar. "Siap laksanakan!" katanya. "Oh sebentar," ujar Mahesa. Cowok itu kemudian menatap tajam salah satu murid yang sedang makan di satu meja dekatnya berdiri. Ditatap pembuat onar seperti itu siapa yang tidak takut? Alhasil murid itu segera pergi sambil membawa makanan mereka—mengosongi meja. "Duduk sini Ibu Negara," kata Mahesa kepada Selina dengan tutur kata yang lucu. Selina tertawa geli. Mahesa lalu menarik kursi untuk Selina. Semua yang melihat adegan itu tidak bisa untuk menahan diri. Sekali seumur hidup, hanya kali ini mereka semua bisa melihat Mahesa bersikap romantis kepada seorang cewek. Karena perlakuan langkah itu, tak sedikit murid yang memvideo mereka. Memasukkan ke sosial media dengan hastag hari patah hati sedunia. Agak lebay memang. Namun itulah kenyataan yang warga SMA Garuda rasakan. Di meja pojok kantin pun, para anggota inti Titan, ditambah Anggi dan Gisel juga sama-sama melihat langsung bagaimana romantisnya seorang Mahesa. Panglima tempur yang paling kejam dan ditakuti itu. "Kayaknya ... sebulan lagi," celetuk Azka sambil mengusap-suap dagunya menebak. "Mahesa kalau udah bucin nggak nanggung-nanggung. Satu sekolah langsung dibuat patah hati sama dia," ujar Laskar. "Cowok ganteng mah bebas, Kar," balas Rizal. "Tapi kok gue takut ya?" "Takut kenapa, Nggi?" tanya Azka. Anggi mengalihkan pandangannya dari Mahesa dan Selina kepada para cowok di depannya. "Takut aja, Mahesa kan ketua kalian pasti musuhnya banyak. Gue takut Selina ikut terseret dalam masalah Mahesa. Kayak yang sering gue baca di novel-novel." Laskar lalu tergelak. Tangannya terulur merangkul bahu Anggi dari samping. "Tenang aja sayang, kan ada kita-kita yang pasti akan jagain Ibu Negara." "Eh tapi bener juga sih kata Anggi. Mahesa jangan sampai lengah. Secara nggak langsung, musuh pasti juga ikut ngincer Selina. Sebagai umpan kan?" kata Rizal. "Nah! Bener!" "Hesa terlalu ngumbar kedekatannya, dia nggak sadar aja banyak mata yang merhatiin dia," celetuk Kaylendra. "Kan emang dari tadi dilihatin banyak orang, Kay," balas Rizal. "Ck, nggak paham maksud gue lo!" Kaylendra berdecak kesal. Melihat temannya yang cengo, Kaylendra langsung mengambil napas dengan kasar. "Maksud gue dari banyaknya mata yang ngelihat, pasti satu atau beberapa diantaranya ada yang punya niat jahat sama Selina!" "Oalah ... ngobrol dong!" jawab mereka semua serentak. "Udahlah. Besok gue izin lagi, suratnya izinnya nanti gue nitip sama lo, Kar." "Izin mulu, kenapa sih? Saudara lo nikahan lagi?" tanya Laskar heran. Masalahnya akhir-akhir ini Kaylendra sering izin dan tidak sekolah tanpa alasan yang jelas. Sekitar empat hari yang lalu, Kaylendra izin karena ada sepupunya sunat. Yang benar saja cowok kayak Kaylendra izin hanya karena urusan seperti itu. Aneh.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN