INTERMESO : Self Problem

1121 Kata
Semua orang bisa berkata jika semua akan baik-baik saja, kita hanya perlu ikuti alur yang sudah Tuhan berikan maka semua akan berjalan normal. Padahal tidak semudah itu. Mereka bisa berkata demikian karena mereka tidak pernah berada pada posisi yang sedang diceritakan. Apa memang yang lebih menyakitkan dari penghianatan? Entah itu penghianatan tentang teman, maupun tentang cinta. Azka duduk sendiri di depan sebuah warung yang selalu menyediakan kopi dua puluh empat jam. Azka duduk sambil terus menatap lurus ke depan. Karma itu akan selalu datang untuk siapapun tanpa pernah bisa diperkirakan sebelumnya. Cowok itu lalu tertawa pelan, menertawai dirinya sendiri yang begitu naif. Azka bisa sehari bilang suka kepada banyak perempuan, tapi sekalinya ada orang yang bilang suka juga kepada perempuannya, hati Azka merasa sakit. Kenapa baru sekarang Azka merasakan suka yang sesungguhnya? Kenapa harus suka dengan dia yang belum selesai dengan masa lalunya? "Cinta itu rumit buat orang yang nggak punya pengalaman," kata abang-abang penjaga warung. "Nih, kopi spesial buat yang lagi patah hati. Bro, lo itu masih muda, jalan lo masih panjang. Masa gara-gara cewek lo jadi letoy gini." Azka berdecak. Ditatapnya dengan sinis pemilik warung kopi tersebut. "Bisa diem nggak? Gue lagi males ngomong! Apalagi sama orang sotoy kayak lo!" "Santai bro." Setelahnya orang itu memilih pergi. Dari dalam dia terus melihat Azka yang mendumel entah tentang apa. Azka Wijaya, dia memang dikenal sebagai cowok playboy yang suka gonta-ganti cewek. Semua dia lakukan karena Azka ingin mencari satu cewek yang pas dengan keinginannya. Jadi nggak salah bukan? Namun, saat Azka telah menemukan cewek itu, takdir malah mempermainkannya. Cewek yang Azka suka ternyata masih terpaku pada masa lalunya. Tadi, saat pulang sekolah Azka datang ke sekolah cewek itu. Cewek yang sudah seminggu memenuhi pikirannya. Entah itu saat tidur, saat makan, bahkan mandi. Dia si pemilik mata sipit, dan dua lesung pipit. Entahlah apa yang berhasil membuat si playboy ini menyukainya. Yang pasti saat pertama kali melihat, Azka sudah yakin akan cewek itu. Perasaan yang Azka rasakan sangat berbeda, ketika sedang bersama cewek yang lain. Azka menghela napasnya kasar. Cowok itu mengaduk pelan kopinya tanpa niat untuk meminumnya. "Ternyata gini ya rasanya jatuh cinta yang benar-benar jatuh. Sekali tenggelam sulit buat keluar." Ddrrtt ... ddrrtt .... Ponsel Azka bergetar di sebelah gelas kopinya. Pesan itu masuk lagi ke dalam notifikasinya. Pada layarnya tertulis jelas nama si pengirim, lengkap dengan embel-embel emot bunga mawar merah di sebelahnya. "Na—bi—la," Azka mengeja nama itu. Segera Azka membuka pesannya. Memang apa yang mampu menahan Azka untuk tidak merespon Nabila? Tidak ada. Nabila? : [Azka ... maaf tadi aku ninggalin kamu. Kamu pasti kecewa ya sama aku?] Azka tersenyum miris. "Astaga Tuhan, gini amat rasanya karma." Azka : [It's okay nab, aku nggak papa kok] [Kamu sudah sampai rumah?] Nabila?: [Sudah Azka. Sekali lagi maaf ya?] Azka : [Bukan kamu yang salah, nggak usah minta maaf terus. Kayak lebaran aja hehe. Yaudah kalau gitu kamu buruan makan siang habis itu istirahat. Nggak boleh capek-capek nanti sakit. Kalau kamu sakit aku yang sedih] Kelebihan Azka, selalu bisa membuat perempuan selalu nyaman dengannya. Entah itu dengan ucapannya atau dengan perbuatannya. Nabila?: [Iya Azka ini mau makan. Azka juga jangan lupa makan ya?] Azka : [Iya] Nabila?: [Azka] [Nanti malam bisa ketemuan nggak? Di cafe deket rumah aku, habis magrib?] Lagi-lagi Azka tersenyum miris. Kenapa dia tidak bisa menolak Nabila?! Azka : [Bisa nab. Habis magrib kan?] Nabila?: [Iya. Yaudah kalau gitu aku mau makan siang dulu ya?] Azka : [Iya. Jangan lupa berdoa] Nabila?: [?] Percakapannya dengan Nabila berakhir. Cowok itu menggelengkan kepalanya. Karena suasana hati yang memang belum bisa membaik. Azka memilih untuk bangkit. Cowok itu meletakkan begitu saja uangnya untuk bayar kopi di atas meja. Tanpa sepatah katapun Azka segera pergi. **** Di tempat lain, dalam sebuah ruangan remang yang memang minim penerangan. Kaylendra terus memukuli samsak di hadapannya. Cowok jangkung itu tidak ada hentinya meluapkan emosi kepada guling besar itu. Kaylendra sama sekali tidak peduli dengan tangannya yang mulai kebas. Kaylendra juga tidak peduli dengan napasnya yang mulai tak teratur. Kaylendra pikir hanya dengan cara ini dia bisa tenang meski nyatanya dia akan lebih kesakitan. "Gue benci kenapa hidup gue nggak kayak mereka yang ada di luar sana? KENAPA? AAARRRGG!!" cowok itu berteriak kencang melupkan sesak dalam dadanya yang sangat terasa tidak nyaman. Keringan dingin terus mengucur membasahi sekujur tubuh Kaylendra, membuat cowok itu bermandikan keringat. Hingga saat tubuhnya tak lagi bisa menahan rasa sakitnya, Kaylendra terjatuh. Cowok itu berlutut dengan tangan tangan yang meremas kuat bagian pinggangnya. Kaylendra semakin jatuh saat sakit itu semakin menyiksanya. "Akh! To ... long!" Rasanya nyawa Kaylendra ingin pergi saat itu juga dari tubuhnya. Napas Kaylendra tersengal-senggal campur dengan rasa mual. Kali ini Kaylendra benar-benar merasa tidak tahan lagi. "Ma ... tolong," cowok itu berkata lirih yang mustahil bisa terdengar. Kaylendra semakin lemas. Cowok itu terus meremas bagian pinggangnya berharap bisa mengurangi rasa sakitnya. Namun usahanya tak berbuah apa pun. Kepala Kaylendra mulai terasa berat, pandangannya pun mengabur, hingga tidak tunggu waktu lama lagi, Kaylendra kehilangan kesadarannya. Di dalam ruang bawah tanah di rumahnya, Kaylendra tak sadarkan diri karena kelelahan. Pantangan bagi orang gagal ginjal yang paling utama adalah jangan sampai kelelahan dan melewatkan waktu cuci darah, tetapi Kaylendra malah melanggar keduanya yang membuat kondisinya semakin menurun. Kaylendra Angkasa. Siapa sangka cowok yang selama ini selalu diam, jarang sekali bicara bahkan cerita bisa mengidap penyakit yang sangat mematikan seperti ini? Sejak dua tahun yang lalu, setelah dia dan Mamanya kecelakaan. Mama Kaylendra mengalami kerusakan ginjal, hal tersebut yang membuat Kaylendra rela mendonorkan satu ginjalnya untuk sang Mama. Risikonya sekarang, Kaylendra tidak bisa sebebas anak-anak susianya yang lain. Kesehatan satu ginjal Kaylendra yang terus menurun juga membuat cowok itu semakin terkekang dalam tubuhnya sendiri. Banyak yang Kaylendra lewatkan dan setiap Kaylendra ingin mengulang masa itu, tubuhnya tidak pernah mendukung. Kaylendra tidak pernah menyesal atau menyalahkan Mamanya atas keadaanya sekarang. Dari awal semua telah menjadi keputusannya. Hanya saja yang membuat Kaylendra tidak bisa terima adalah kenapa tubuhnya begitu lemah dan rapuh. Kaylendra tentu tidak ingin kalah dengan penyakitnya. Semua cara telah Kaylendra lakukan agar bisa tetap hidup. Mulai dari menjaga pola makan, mengonsumsi obat dan vitamin, semuanya telah Kaylendra jalani tapi tetap saja. Orang dengan satu ginjal berbeda jauh dengan orang normal. Siang tadi, Kaylendra mendapatkan kabar, dia mendengar sendiri dokter spesialisnya bilang kepada Mama, jika hidup Kaylendra diprediksi mungkin tak akan lama lagi. Kaylendra tau jika dokter bukan Tuhan, tapi apa bedanya, justru dokter yang merupakan perantara Tuhan. Kaylendra tidak bisa menerima kabar itu membuat tubuh dan pikirannya melakukan perlawanan dan hal inilah yang akhirnya terjadi. "KAYLENDRA!" "ASTAGA KAY!" Mama memekik dari arah pintu saat melihat anaknya tak sadarkan diri dengan wajah pucat pasih. Mama yang ketakutan langsung membawa Kaylendra ke rumah sakir agar segera ditangani.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN